Izinkan RDP di Gedung Merah Putih, KPK Dinilai Tunduk Pada Legislatif
Selasa, 07 Juli 2020 - 14:19 WIB
JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memperbolehkan Komisi III DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung Merah Putih KPK, merupakan wujud tunduknya lembaga antirasuah itu pada kekuasaan eksekutif dan legislatif.
"Setidaknya ada dua hal yang penting untuk disorot. Pertama, tidak ada urgensinya mengadakan RDP di gedung KPK. Kebijakan ini justru semakin memperlihatkan bahwa KPK sangat tunduk pada kekuasaan eksekutif dan juga legislatif," ujar peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya, Selasa (7/7/2020). "Kedua, RDP dilakukan secara tertutup mengindikasikan ada hal-hal yang ingin disembunyikan oleh DPR terhadap publik," katanya.
Semestinya, lanjut Kurnia, dengan menggunakan alur logika UU KPK, DPR memahami bahwa lembaga antirasuah itu bertanggung jawab kepada publik. "Jadi, setiap persoalan yang ada di KPK, publik mempunyai hak untuk mengetahui hal tersebut," ujarnya.( )
Menurut ICW, seharusnya DPR mengagendakan pertemuan RDP itu di gedung DPR secara terbuka dengan mempertanyakan berbagai kejanggalan yang terjadi selama ini. "Misalnya, tindak lanjut dugaan pelanggaran kode etik atas kontroversi helikopter mewah yang digunakan oleh Komjen Firli Bahuri beberapa waktu lalu," katanya.
Untuk diketahui, Komisi III DPR menggelar RDP dengan Pimpinan dan Dewas KPK di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (7/7/2020). RDP tersebut digelar tertutup bagi media.
Ketua Komisi III DPR Herman Hery mengatakan, alasan pihaknya menggelar RDP secara tertutup demi meminimalisir salah persepsi di tengah publik. Pasalnya, ia memprediksi bakal ada isu-isu sensitif yang dibahas dalam RDP tersebut.( )
"(Digelar) tertutup. Ada hal-hal yang mungkin sensitif dipertanyakan oleh anggota sehingga itu tidak menjadi sesuatu yang disalahartikan ke luar," ujar Herman di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (7/7/2020).
"Setidaknya ada dua hal yang penting untuk disorot. Pertama, tidak ada urgensinya mengadakan RDP di gedung KPK. Kebijakan ini justru semakin memperlihatkan bahwa KPK sangat tunduk pada kekuasaan eksekutif dan juga legislatif," ujar peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya, Selasa (7/7/2020). "Kedua, RDP dilakukan secara tertutup mengindikasikan ada hal-hal yang ingin disembunyikan oleh DPR terhadap publik," katanya.
Semestinya, lanjut Kurnia, dengan menggunakan alur logika UU KPK, DPR memahami bahwa lembaga antirasuah itu bertanggung jawab kepada publik. "Jadi, setiap persoalan yang ada di KPK, publik mempunyai hak untuk mengetahui hal tersebut," ujarnya.( )
Menurut ICW, seharusnya DPR mengagendakan pertemuan RDP itu di gedung DPR secara terbuka dengan mempertanyakan berbagai kejanggalan yang terjadi selama ini. "Misalnya, tindak lanjut dugaan pelanggaran kode etik atas kontroversi helikopter mewah yang digunakan oleh Komjen Firli Bahuri beberapa waktu lalu," katanya.
Untuk diketahui, Komisi III DPR menggelar RDP dengan Pimpinan dan Dewas KPK di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (7/7/2020). RDP tersebut digelar tertutup bagi media.
Ketua Komisi III DPR Herman Hery mengatakan, alasan pihaknya menggelar RDP secara tertutup demi meminimalisir salah persepsi di tengah publik. Pasalnya, ia memprediksi bakal ada isu-isu sensitif yang dibahas dalam RDP tersebut.( )
"(Digelar) tertutup. Ada hal-hal yang mungkin sensitif dipertanyakan oleh anggota sehingga itu tidak menjadi sesuatu yang disalahartikan ke luar," ujar Herman di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (7/7/2020).
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda