Keadilan untuk Korban Kanjuruhan
Jum'at, 14 Oktober 2022 - 12:46 WIB
Ruang untuk menutupi siapa yang bertanggung jawab penuh meski masih ada tapi semakin tipis. Jika itu diambil oleh Kapolri dan jajarannya, berarti Polri akan kembali terhempas hingga dasar kurva kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum paling kuat ini.
Sudah pasti Polri akan makin tersudut di pojokan ring sambil terus dihajar pukulan kanan kiri dari publik yang rindu akan keadilan. Kita tidak mau hal itu terjadi pada kepolisian.
Permohonan maaf dari aparat dan pimpinan Polri di wilyah Malang dengan bersujud beraama memang sudah seharusnya dilakukan. Tapi tidak cukup di situ. Harus diikuti penyidikan yang profesional, transparan dan akuntabel hingga tuntas memenuhi rasa keadilan bagi korban.
Situasi agar berbeda terjadi di TGIPF. Upaya pencarian fakta terkini mengarah pada polemik pelaksanaan pertandingan antara jam sore atau malam. Siapa yang meminta pertandingan Arema-Persebaya digelar malam masih belum jelas. Pihak broadcaster membantah meminta pertandingan digelar malam. Sedangkan pihak LIB juga mengelak mereka yang minta digelar malam. Berlomba buang badan dan enggan bertanggung jawab.
Ini diperburuk dengan sikap PSSI terutama ketua umum nya yang juga enggan memikul tanggung jawab atas keruwetan situasi pertandingan. Para pemilik otoritas dalam perhelatan besar ini pun tidak mau disalahkan meski tekanan publik makin kuat.
Demi keadilan ratusan warga Malang dan Aremania yang jadi korban, para elite mestinya berbesar hati untuk dikoreksi meminta maaf dan mengundurkan diri sebagai bentuk tanggung jawab moral yang kedudukan lebih tinggi dari hukum formal.
Desakan serupa kepada TGIPF juga masif agar agenda yang didalami tidak melebar kemana mana atau menyempit menyempit lama lama gelap dan tertutup erat.
Jadi sebelum dipastikan bagaimana nasib Liga1 dan seberapa parah sanksi dari FIFA, pastikan warga Malang dan Aremania dipenuhi rasa keadilan dan hak haknya untuk berekspresi dan mendapat perlindungan hukum.
Sudah pasti Polri akan makin tersudut di pojokan ring sambil terus dihajar pukulan kanan kiri dari publik yang rindu akan keadilan. Kita tidak mau hal itu terjadi pada kepolisian.
Permohonan maaf dari aparat dan pimpinan Polri di wilyah Malang dengan bersujud beraama memang sudah seharusnya dilakukan. Tapi tidak cukup di situ. Harus diikuti penyidikan yang profesional, transparan dan akuntabel hingga tuntas memenuhi rasa keadilan bagi korban.
Situasi agar berbeda terjadi di TGIPF. Upaya pencarian fakta terkini mengarah pada polemik pelaksanaan pertandingan antara jam sore atau malam. Siapa yang meminta pertandingan Arema-Persebaya digelar malam masih belum jelas. Pihak broadcaster membantah meminta pertandingan digelar malam. Sedangkan pihak LIB juga mengelak mereka yang minta digelar malam. Berlomba buang badan dan enggan bertanggung jawab.
Ini diperburuk dengan sikap PSSI terutama ketua umum nya yang juga enggan memikul tanggung jawab atas keruwetan situasi pertandingan. Para pemilik otoritas dalam perhelatan besar ini pun tidak mau disalahkan meski tekanan publik makin kuat.
Demi keadilan ratusan warga Malang dan Aremania yang jadi korban, para elite mestinya berbesar hati untuk dikoreksi meminta maaf dan mengundurkan diri sebagai bentuk tanggung jawab moral yang kedudukan lebih tinggi dari hukum formal.
Desakan serupa kepada TGIPF juga masif agar agenda yang didalami tidak melebar kemana mana atau menyempit menyempit lama lama gelap dan tertutup erat.
Jadi sebelum dipastikan bagaimana nasib Liga1 dan seberapa parah sanksi dari FIFA, pastikan warga Malang dan Aremania dipenuhi rasa keadilan dan hak haknya untuk berekspresi dan mendapat perlindungan hukum.
(bmm)
Lihat Juga :
tulis komentar anda