Keadilan untuk Korban Kanjuruhan
loading...
A
A
A
PENYELIDIKAN penyidikan dan pencarian fakta tragedi kelam di Stadion Kanjuruhan Malang yang menewaskan 132 orang telah berlangsung beberapa lama. Sudah ditetapkan sejumlah tersangka dari aparat kepolisian di lapangan, panitia penyelenggara hingga managemen PT LIB sebagai penanggung jawab pertandingan.
Dua pejabat Polri yakni Kapolres Malang dan Kapolda Jatim dicopot dan diganti pejabat baru dengan harapan bisa mempermudah penyidikan kasus yang mendapat perhatian luas dunia internasional ini.
Baca Juga: koran-sindo.com
Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang diketuai Menkopolkam Mohammad Mahfud MD juga terus bekerja maraton untuk mengurai masalah satu persatu hingga menjadi terang benderang seperti harapan Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke lokasi Stadion Kanjuruhan.
Sementara masyarakat melalui berbagai saluran juga terus mencoba menyampaikan fakta dari berbagai sisi dan sudut pandang. Informasi juga terus berseliweran di sosial media yang sampai detik ini dianggap mampu mewakili suara masyarakat disamping reportasi media arus utama yang juga tidak henti mengupas tragedi berdarah pertandingan sepak bola kedua terburuk di dunia ini.
Publik, kita dan siapa pun pemerhati informasi pasti mengalami kejadian yang mirip ketika kasus pembunuhan Brigadir Josua Hutabarat sedang ramai-ramainya. Kepolisian bertindak seperti di tengah kegalauan karena tersangka utamanya adalah seorang perwira tinggi yang memimpin lembaga yang prestisius yakni Divisi Propam Polri. Ujian kasus Brigadir J belum kelar betul, tiba tiba meledak tragedi Kanjuruhan Malang yang ternyata lebih dahsyat dan pelik karena menewaskan 132 orang dan melukai ratusan lainnya.
Dugaan sementara ada ketidakcakapan penanganan kerumunan di lapangan oleh aparat yang membabi buta menembakkan gas air mata ke tengah massa yang menurut tayangan video warga tidak beringas dan relatif terkendali.
Nah, dari sini penyidikan kasus di pihak kepolisian mulai mendapatkan tekanan kuat dari publik. Ini ujian kedua kali bagi kepolisian yang sedang berupaya keras mengembalikan marwahnya yang turun drastis dihempas kasus pembunuhan Brigadir J. Kapolri sebagai pimpinan tertinggi Polri tidak punya banyak pilihan.
Bahkan cuma satu saja, yakni mengungkap menyidik hingga tuntas dari atas sampai bawah dari bawah sampai atas siapa pun yang terlibat dalam peristiwa mematikan itu.
Ruang untuk menutupi siapa yang bertanggung jawab penuh meski masih ada tapi semakin tipis. Jika itu diambil oleh Kapolri dan jajarannya, berarti Polri akan kembali terhempas hingga dasar kurva kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum paling kuat ini.
Sudah pasti Polri akan makin tersudut di pojokan ring sambil terus dihajar pukulan kanan kiri dari publik yang rindu akan keadilan. Kita tidak mau hal itu terjadi pada kepolisian.
Permohonan maaf dari aparat dan pimpinan Polri di wilyah Malang dengan bersujud beraama memang sudah seharusnya dilakukan. Tapi tidak cukup di situ. Harus diikuti penyidikan yang profesional, transparan dan akuntabel hingga tuntas memenuhi rasa keadilan bagi korban.
Situasi agar berbeda terjadi di TGIPF. Upaya pencarian fakta terkini mengarah pada polemik pelaksanaan pertandingan antara jam sore atau malam. Siapa yang meminta pertandingan Arema-Persebaya digelar malam masih belum jelas. Pihak broadcaster membantah meminta pertandingan digelar malam. Sedangkan pihak LIB juga mengelak mereka yang minta digelar malam. Berlomba buang badan dan enggan bertanggung jawab.
Ini diperburuk dengan sikap PSSI terutama ketua umum nya yang juga enggan memikul tanggung jawab atas keruwetan situasi pertandingan. Para pemilik otoritas dalam perhelatan besar ini pun tidak mau disalahkan meski tekanan publik makin kuat.
Demi keadilan ratusan warga Malang dan Aremania yang jadi korban, para elite mestinya berbesar hati untuk dikoreksi meminta maaf dan mengundurkan diri sebagai bentuk tanggung jawab moral yang kedudukan lebih tinggi dari hukum formal.
Desakan serupa kepada TGIPF juga masif agar agenda yang didalami tidak melebar kemana mana atau menyempit menyempit lama lama gelap dan tertutup erat.
Jadi sebelum dipastikan bagaimana nasib Liga1 dan seberapa parah sanksi dari FIFA, pastikan warga Malang dan Aremania dipenuhi rasa keadilan dan hak haknya untuk berekspresi dan mendapat perlindungan hukum.
Dua pejabat Polri yakni Kapolres Malang dan Kapolda Jatim dicopot dan diganti pejabat baru dengan harapan bisa mempermudah penyidikan kasus yang mendapat perhatian luas dunia internasional ini.
Baca Juga: koran-sindo.com
Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang diketuai Menkopolkam Mohammad Mahfud MD juga terus bekerja maraton untuk mengurai masalah satu persatu hingga menjadi terang benderang seperti harapan Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke lokasi Stadion Kanjuruhan.
Sementara masyarakat melalui berbagai saluran juga terus mencoba menyampaikan fakta dari berbagai sisi dan sudut pandang. Informasi juga terus berseliweran di sosial media yang sampai detik ini dianggap mampu mewakili suara masyarakat disamping reportasi media arus utama yang juga tidak henti mengupas tragedi berdarah pertandingan sepak bola kedua terburuk di dunia ini.
Publik, kita dan siapa pun pemerhati informasi pasti mengalami kejadian yang mirip ketika kasus pembunuhan Brigadir Josua Hutabarat sedang ramai-ramainya. Kepolisian bertindak seperti di tengah kegalauan karena tersangka utamanya adalah seorang perwira tinggi yang memimpin lembaga yang prestisius yakni Divisi Propam Polri. Ujian kasus Brigadir J belum kelar betul, tiba tiba meledak tragedi Kanjuruhan Malang yang ternyata lebih dahsyat dan pelik karena menewaskan 132 orang dan melukai ratusan lainnya.
Dugaan sementara ada ketidakcakapan penanganan kerumunan di lapangan oleh aparat yang membabi buta menembakkan gas air mata ke tengah massa yang menurut tayangan video warga tidak beringas dan relatif terkendali.
Nah, dari sini penyidikan kasus di pihak kepolisian mulai mendapatkan tekanan kuat dari publik. Ini ujian kedua kali bagi kepolisian yang sedang berupaya keras mengembalikan marwahnya yang turun drastis dihempas kasus pembunuhan Brigadir J. Kapolri sebagai pimpinan tertinggi Polri tidak punya banyak pilihan.
Bahkan cuma satu saja, yakni mengungkap menyidik hingga tuntas dari atas sampai bawah dari bawah sampai atas siapa pun yang terlibat dalam peristiwa mematikan itu.
Ruang untuk menutupi siapa yang bertanggung jawab penuh meski masih ada tapi semakin tipis. Jika itu diambil oleh Kapolri dan jajarannya, berarti Polri akan kembali terhempas hingga dasar kurva kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum paling kuat ini.
Sudah pasti Polri akan makin tersudut di pojokan ring sambil terus dihajar pukulan kanan kiri dari publik yang rindu akan keadilan. Kita tidak mau hal itu terjadi pada kepolisian.
Permohonan maaf dari aparat dan pimpinan Polri di wilyah Malang dengan bersujud beraama memang sudah seharusnya dilakukan. Tapi tidak cukup di situ. Harus diikuti penyidikan yang profesional, transparan dan akuntabel hingga tuntas memenuhi rasa keadilan bagi korban.
Situasi agar berbeda terjadi di TGIPF. Upaya pencarian fakta terkini mengarah pada polemik pelaksanaan pertandingan antara jam sore atau malam. Siapa yang meminta pertandingan Arema-Persebaya digelar malam masih belum jelas. Pihak broadcaster membantah meminta pertandingan digelar malam. Sedangkan pihak LIB juga mengelak mereka yang minta digelar malam. Berlomba buang badan dan enggan bertanggung jawab.
Ini diperburuk dengan sikap PSSI terutama ketua umum nya yang juga enggan memikul tanggung jawab atas keruwetan situasi pertandingan. Para pemilik otoritas dalam perhelatan besar ini pun tidak mau disalahkan meski tekanan publik makin kuat.
Demi keadilan ratusan warga Malang dan Aremania yang jadi korban, para elite mestinya berbesar hati untuk dikoreksi meminta maaf dan mengundurkan diri sebagai bentuk tanggung jawab moral yang kedudukan lebih tinggi dari hukum formal.
Desakan serupa kepada TGIPF juga masif agar agenda yang didalami tidak melebar kemana mana atau menyempit menyempit lama lama gelap dan tertutup erat.
Jadi sebelum dipastikan bagaimana nasib Liga1 dan seberapa parah sanksi dari FIFA, pastikan warga Malang dan Aremania dipenuhi rasa keadilan dan hak haknya untuk berekspresi dan mendapat perlindungan hukum.
(bmm)