Suhu Politik Memanas, Sikapi dengan Bijak
Kamis, 13 Oktober 2022 - 23:25 WIB
MESKIPUN pemilihan umum (pemilu) termasuk pemilihan presiden dan wakil presiden baru akan dihelat 16 bulan lagi, namun tensi dan suhu politik mulai memanas. Narasi-narasi memecah belah dengan diksi intoleran, antikeberagaman, bahkan radikalisme kembali dimunculkan. Ruang publik kini mulai dipenuhi oleh umpatan, hujatan dan narasi adu domba.
Belajar dari dua perhelatan pemilu sebelumnya, sejatinya masyarakat sudah harus dan wajib paham bahwa narasi-narasi yang patut diduga dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu itu adalah lagu lama yang diputar kembali. Dari pengalaman sebelumnya pula, masyarakat perlu sadar bahwa jargon-jargon intoleran, dan antikeberagaman sejatinya hanyalah alat politik pihak-pihak tertentu.
Baca Juga: koran-sindo.com
Tensi dan suhu politik bisa jadi akan semakin tinggi di awal tahun depan, mengingat partai politik diperkirakan akan menentukan siapa calon yang akan diusung untuk menjadi capres dan cawapres untuk lima tahun kedepannya.
Perlu kesadaran dari masyarakat, termasuk para elite politik untuk memberikan edukasi politik yang masif kepada masyarakat dan para kontestan politik, agar tidak terprovokasi oleh kepentingan-kepentingan politik yang tidak bermanfaat.
Penting juga untuk melakukan peningkatan literasi politik di kalangan masyarakat dalam menyambut pemilihan umum 2024.
Tahun 2023 dipastikan akan mulai riuh dengan kontestasi, persaingan, dan manuver dari berbagai partai politik serta elite politik untuk menaikkan citra dari masing-masing partai dan meraup dukungan masyarakat.
Sehingga berpotensi diwarnai oleh berbagai isu politik, seperti isu korupsi, isu politik uang, dan berbagai isu lainnya termasuk isu SARA dengan kontra propaganda yang berpotensi mencederai kehidupan berdemokrasi di Indonesia.
Karenanya, penting untuk melakukan peningkatan literasi politik bagi masyarakat untuk mengantisipasi berbagai isu yang akan mencuat di media sosial maupun media massa.
Belajar dari dua perhelatan pemilu sebelumnya, sejatinya masyarakat sudah harus dan wajib paham bahwa narasi-narasi yang patut diduga dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu itu adalah lagu lama yang diputar kembali. Dari pengalaman sebelumnya pula, masyarakat perlu sadar bahwa jargon-jargon intoleran, dan antikeberagaman sejatinya hanyalah alat politik pihak-pihak tertentu.
Baca Juga: koran-sindo.com
Tensi dan suhu politik bisa jadi akan semakin tinggi di awal tahun depan, mengingat partai politik diperkirakan akan menentukan siapa calon yang akan diusung untuk menjadi capres dan cawapres untuk lima tahun kedepannya.
Perlu kesadaran dari masyarakat, termasuk para elite politik untuk memberikan edukasi politik yang masif kepada masyarakat dan para kontestan politik, agar tidak terprovokasi oleh kepentingan-kepentingan politik yang tidak bermanfaat.
Penting juga untuk melakukan peningkatan literasi politik di kalangan masyarakat dalam menyambut pemilihan umum 2024.
Tahun 2023 dipastikan akan mulai riuh dengan kontestasi, persaingan, dan manuver dari berbagai partai politik serta elite politik untuk menaikkan citra dari masing-masing partai dan meraup dukungan masyarakat.
Sehingga berpotensi diwarnai oleh berbagai isu politik, seperti isu korupsi, isu politik uang, dan berbagai isu lainnya termasuk isu SARA dengan kontra propaganda yang berpotensi mencederai kehidupan berdemokrasi di Indonesia.
Karenanya, penting untuk melakukan peningkatan literasi politik bagi masyarakat untuk mengantisipasi berbagai isu yang akan mencuat di media sosial maupun media massa.
tulis komentar anda