Satuan Kavaleri Masih Relevan dalam Perang Moderen
Kamis, 13 Oktober 2022 - 14:27 WIB
"Jadi, komandan bawahan tidak selalu bertanya; Izin Komandan, mohon petunjuk, dalam setiap langkahnya. Cukuplah komandan atasan mengatakan: Ini misi yang harus dicapai, dalam waktu tertentu. Soal bagaimana mengeksekusinya diserahkan kepada komandan bawahan," katanya.
Namun Iftitah mengingatkan bahwa auftragstaktik tidak bisa seketika dijalankan. Harus dimulai dengan melakukan reformasi pendidikan militer di semua bidang. Auftragstaktik ditiru oleh Inggris dengan Mission Type Order dan Amerika Serikat dengan Mission Command. Ini diterapkan bukan hanya untuk para perwira Kavaleri, tetapi juga untuk seluruh kecabangan lainnya.
Karen itu, Iftitah menyarankan agar Kavaleri TNI AD melakukan transformasi organisasi, peralatan, doktrin, taktik serta sumber daya manusianya.
"Di bidang organisasi, bentuk transformasi ini harus mengutamakan combined armed. Di bidang peralatan, Kavaleri bisa melakukan negosiasi dengan satuan Penerbangan TNI AD (Penerbad) untuk menyertakan Heli Apache dan Heli Mi-35 sebagai bagian dari pengerahan Satuan Kavaleri. Kami juga mendorong tumbuhnya industri pertahanan dalam negeri, termasuk membuat tank sendiri," kata alumnus US Army Command and General Staff College ini.
Belajar dari pengalamannya saat tugas operasi di Aceh pada akhir masa Daerah Operasi Militer (DOM) tahun 2003, Iftitah menekankan pentingnya menguatkan industri pertahanan dalam negeri. "Dulu waktu di Aceh, tank Scorpion (buatan Inggris) yang datang 28 yang operasional cuma 2. Kemudian diganti panser dari Pindad, dari 16 cuma 2 rusak ringan itu pun bisa diperbaiki," katanya.
Iftitah yakin satuan Kavaleri masih dan tetap akan relevan dalam peperangan moderen, terutama untuk operasi lawan gerilya. "Satuan kavaleri sangat efektif. Apalagi ketika di masa awal operasi militer, perekonomian lumpuh. Dengan kavaleri, jalur-jalur perbekalan umum bisa dijaga, demikian juga pergeseran logistik," papar Iftitah merujuk pada pengalamannya dalam tugas operasi di Aceh.
Selain di Aceh, Iftitah juga pernah bertugas sebagai pasukan penjaga perdamaian PBB di Libanon (UNIFIL), tergabung dalam Batalyon Infanteri Mekanis pertama yang dikirim pemerintah Indonesia ke wilayah konflik tersebut.
"Tantangan satuan kavaleri justru ada di ciri khasnya yaitu teknologi. Dengan bisa beradaptasi dengan teknologilah, satuan kavaleri itu tetap relevan. Yang tidak relevan itu kalau masih ada yang bicara soal ego sektoral karena tema perang moderen adalah kolaborasi, joint forces dan combined arms, semua kesatuan saling melengkapi dan menutup kekurangan yang lain," katanya.
Namun Iftitah mengingatkan bahwa auftragstaktik tidak bisa seketika dijalankan. Harus dimulai dengan melakukan reformasi pendidikan militer di semua bidang. Auftragstaktik ditiru oleh Inggris dengan Mission Type Order dan Amerika Serikat dengan Mission Command. Ini diterapkan bukan hanya untuk para perwira Kavaleri, tetapi juga untuk seluruh kecabangan lainnya.
Karen itu, Iftitah menyarankan agar Kavaleri TNI AD melakukan transformasi organisasi, peralatan, doktrin, taktik serta sumber daya manusianya.
"Di bidang organisasi, bentuk transformasi ini harus mengutamakan combined armed. Di bidang peralatan, Kavaleri bisa melakukan negosiasi dengan satuan Penerbangan TNI AD (Penerbad) untuk menyertakan Heli Apache dan Heli Mi-35 sebagai bagian dari pengerahan Satuan Kavaleri. Kami juga mendorong tumbuhnya industri pertahanan dalam negeri, termasuk membuat tank sendiri," kata alumnus US Army Command and General Staff College ini.
Belajar dari pengalamannya saat tugas operasi di Aceh pada akhir masa Daerah Operasi Militer (DOM) tahun 2003, Iftitah menekankan pentingnya menguatkan industri pertahanan dalam negeri. "Dulu waktu di Aceh, tank Scorpion (buatan Inggris) yang datang 28 yang operasional cuma 2. Kemudian diganti panser dari Pindad, dari 16 cuma 2 rusak ringan itu pun bisa diperbaiki," katanya.
Iftitah yakin satuan Kavaleri masih dan tetap akan relevan dalam peperangan moderen, terutama untuk operasi lawan gerilya. "Satuan kavaleri sangat efektif. Apalagi ketika di masa awal operasi militer, perekonomian lumpuh. Dengan kavaleri, jalur-jalur perbekalan umum bisa dijaga, demikian juga pergeseran logistik," papar Iftitah merujuk pada pengalamannya dalam tugas operasi di Aceh.
Selain di Aceh, Iftitah juga pernah bertugas sebagai pasukan penjaga perdamaian PBB di Libanon (UNIFIL), tergabung dalam Batalyon Infanteri Mekanis pertama yang dikirim pemerintah Indonesia ke wilayah konflik tersebut.
"Tantangan satuan kavaleri justru ada di ciri khasnya yaitu teknologi. Dengan bisa beradaptasi dengan teknologilah, satuan kavaleri itu tetap relevan. Yang tidak relevan itu kalau masih ada yang bicara soal ego sektoral karena tema perang moderen adalah kolaborasi, joint forces dan combined arms, semua kesatuan saling melengkapi dan menutup kekurangan yang lain," katanya.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda