Satuan Kavaleri Masih Relevan dalam Perang Moderen
Kamis, 13 Oktober 2022 - 14:27 WIB
JAKARTA - Lumpuhnya tank-tank kavaleri dalam perang Azerbaijan vs Armenia dan Ukraina vs Rusia akibat penggunaan drone tempur menimbulkan pertanyaan tentang relevansi satuan kavaleri dalam perang moderen. CEO Romeo Strategic Consulting M Iftitah Sulaiman menegaskan satuan kavaleri masih relevan.
"Meski drone di Ukraina sukses menghajar lebih dari 2.435 tank rusia, tetapi kehadiran drone tidak serta merta meniadakan satuan lain. Tidak mungkin juga meniadakan satuan kavaleri," kata Iftitah dalam seminar Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS), Rabu (12/10/2022). Pembicara lain adalah Direktur Persenjataan Pusat Kesenjataan Kavaleri TNI AD Brigjen TNI Agus Erwan, Wakil Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Brigjen TNI Rano Tilaar, dan wartawan Kompas Harry Susilo yang baru pulang meliput perang di Ukraina.
Menurutnya, pasukan kavaleri adalah satuan manuver atau pasukan darat (ground forces). Sementara drone adalah komponen pertempuran udara (airland battle). Untuk menduduki dan menguasai suatu wilayah daratan, tentu yang dibutuhkan adalah pasukan darat. Di samping itu, lanjut Iftitah, tidak semua negara memiliki kecanggihan drone. Senjata drone dan antidrone juga masih barang mahal. Kemampuan SDM untuk mengendalikan drone pun, memiliki tantangan yang tidak mudah.
"Kehadiran tank tidak lantas meniadakan kehadiran pasukan berkuda. Untuk jalan-jalan sempit dan tertutup, kehadiran pasukan berkuda tetap dibutuhkan. Kehadiran teknologi, sifatnya saling melengkapi, bukan saling meniadakan," kata peraih Adhi Makayasa dan lulusan terbaik Akademi Militer 1999 ini.
Selain faktor senjata dan teknologi, Iftitah mengatakan, kunci sukses memenangkan perang adalah the man behind the gun. Ia mencermati fighting spirit Ukraina sangat besar sementara Rusia kalah jauh. Banyak warga dan pemuda Rusia yang kabur dari kewajiban berperang.
Bahkan Iftitah mencermati adanya jenderal-jenderal tua Rusia yang telah purnawirawan harus diaktifkan lagi karena tidak ada yang mau bertempur di Ukraina. Berbeda dengan Rusia, kata Iftitah, warga Ukraina merelakan dirinya untuk ikut wajib militer membela negaranya.
Mantan Komandan Batalyon Kavaleri 4/Tank Kodam III Siliwangi ini juga merujuk kepada pelajaran dari Perang Dunia II. Salah satu kesuksesan Jerman dalam perang kilat adalah auftragstaktik. auftragstaktik adalah filosofi militer yang menekankan kepada pemberian ruang dan waktu kepada komandan bawahan, untuk mengambil sejumlah inisiatif.
Baca juga: Inggris Akan Pasok Ukraina Senjata Canggih untuk Lawan Rudal Rusia
Auftragstaktik adalah ruang kreasi komandan bawahan untuk melakukan sejumlah tindakan yang diyakininya akan mampu mencapai keberhasilan tugas pokok. Tentu tetap dalam koridor petunjuk perencanaan komandan atasannya.
"Meski drone di Ukraina sukses menghajar lebih dari 2.435 tank rusia, tetapi kehadiran drone tidak serta merta meniadakan satuan lain. Tidak mungkin juga meniadakan satuan kavaleri," kata Iftitah dalam seminar Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS), Rabu (12/10/2022). Pembicara lain adalah Direktur Persenjataan Pusat Kesenjataan Kavaleri TNI AD Brigjen TNI Agus Erwan, Wakil Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Brigjen TNI Rano Tilaar, dan wartawan Kompas Harry Susilo yang baru pulang meliput perang di Ukraina.
Menurutnya, pasukan kavaleri adalah satuan manuver atau pasukan darat (ground forces). Sementara drone adalah komponen pertempuran udara (airland battle). Untuk menduduki dan menguasai suatu wilayah daratan, tentu yang dibutuhkan adalah pasukan darat. Di samping itu, lanjut Iftitah, tidak semua negara memiliki kecanggihan drone. Senjata drone dan antidrone juga masih barang mahal. Kemampuan SDM untuk mengendalikan drone pun, memiliki tantangan yang tidak mudah.
"Kehadiran tank tidak lantas meniadakan kehadiran pasukan berkuda. Untuk jalan-jalan sempit dan tertutup, kehadiran pasukan berkuda tetap dibutuhkan. Kehadiran teknologi, sifatnya saling melengkapi, bukan saling meniadakan," kata peraih Adhi Makayasa dan lulusan terbaik Akademi Militer 1999 ini.
Selain faktor senjata dan teknologi, Iftitah mengatakan, kunci sukses memenangkan perang adalah the man behind the gun. Ia mencermati fighting spirit Ukraina sangat besar sementara Rusia kalah jauh. Banyak warga dan pemuda Rusia yang kabur dari kewajiban berperang.
Bahkan Iftitah mencermati adanya jenderal-jenderal tua Rusia yang telah purnawirawan harus diaktifkan lagi karena tidak ada yang mau bertempur di Ukraina. Berbeda dengan Rusia, kata Iftitah, warga Ukraina merelakan dirinya untuk ikut wajib militer membela negaranya.
Mantan Komandan Batalyon Kavaleri 4/Tank Kodam III Siliwangi ini juga merujuk kepada pelajaran dari Perang Dunia II. Salah satu kesuksesan Jerman dalam perang kilat adalah auftragstaktik. auftragstaktik adalah filosofi militer yang menekankan kepada pemberian ruang dan waktu kepada komandan bawahan, untuk mengambil sejumlah inisiatif.
Baca juga: Inggris Akan Pasok Ukraina Senjata Canggih untuk Lawan Rudal Rusia
Auftragstaktik adalah ruang kreasi komandan bawahan untuk melakukan sejumlah tindakan yang diyakininya akan mampu mencapai keberhasilan tugas pokok. Tentu tetap dalam koridor petunjuk perencanaan komandan atasannya.
tulis komentar anda