MPR: Prinsip Inklusi dan Kesetaraan Harus Ditanamkan dalam Sistem Pendidikan Nasional

Rabu, 28 September 2022 - 21:20 WIB
“Pendidikan inklusi adalah sebuah keniscayaan dengan mewujudkan pendidikan nasional yang lebih manusiawi, adil dan beradab,” ujar Rerie, yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu.

Dajukannya Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) dalam pembahasan di parlemen, ujar Anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem itu, merupakan momentum untuk merealisasikan sistem pendidikan yang lebih inklusif dalam cetak biru pendidikan nasional.

"Inilah saat yang tepat bagi kita untuk memperbaiki sejumlah aturan di sektor pendidikan agar lebih inklusif, karena setiap anak bangsa berhak mendapatkan pendidikan yang layak," ujarnya.

Menurut Rerie, pendidikan tidak terbatas pada transfer pengetahuan, tetapi juga merupakan transfer pembelajaran. Sehingga, tambahnya, pendidikan dialektis penting untuk ditanamkan sejak dini. “Dinamika dialogis dalam mewujudkan pendidikan yang inklusif sangat dibutuhkan dalam upaya pembenahan sistem pendidikan untuk setiap anak bangsa,” ucapnya.

Senada, anggota Komisi X DPR RI Ratih Megasari Singkarru mengungkapkan untuk mewujudkan pendidikan yang inklusif di Tanah Air masih menghadapi banyak tantangan.

”Kendala-kendala yang terjadi di lapangan dalam mewujudkan pendidikan yang inklusif harus menjadi dasar pertimbangan para pemangku kepentingan untuk menyusun strategi dalam membangun sistem pendidikan nasional,” katanya.

Diakui Ratih, dalam draf RUU Sisdiknas ada sejumlah hal yang positif untuk mendorong sistem pendidikan yang lebih inklusif antara lain diakuinya guru pada pendidikan anak usia dini (PAUD) sebagai tenaga pengajar untuk meningkatkan mutu pendidikan sejak dini. “Tidak masuknya RUU Sisdiknas dalam Prolegnas 2023, antara lain disebabkan adanya tekanan publik yang berharap RUU tersebut lebih banyak mengakomodasi berbagai masukan masyarakat,” ucapnya.

Diakui Ratih, banyak kritikan masyarakat terhadap RUU Sisdiknas karena antara lain RUU tersebut dianggap merendahkan martabat guru dan dosen, lebih liberal, dan mendorong pengelolaan perguruan tinggi berorientasi bisnis. Sejumlah penilaian masyarakat itu, menurut Ratih, konsekuensi dari kurang transparan dan partisipatifnya penyusunan RUU Sisdiknas itu.

Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek RI, Anindito Aditono berpendapat banyak hal positif dalam RUU Sisdiknas yang tidak dikomunikasikan dengan baik ke masyarakat. Karena sejatinya urgensi kehadiran RUU Sisdiknas karena didorong adanya kesenjangan mutu pendidikan yang tinggi antardaerah, kualitas pendidikan rendah yang erat dengan budaya birokratis dan guru yang belum sejahtera.

“Pada assessment nasional 2021 terungkap kesenjangan antara siswa kaya dan miskin dengan pola pengajaran yang sama berjarak 2-3 tahun. Selain itu capain pendidikan terendah sekolah di Jawa itu setara dengan capaian pendidikan tertinggi sekolah di luar Jawa,” katanya.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More