PBHI Sebut 7.000 Pengungsi dari Afganistan Berada di Indonesia
Selasa, 13 September 2022 - 01:30 WIB
JAKARTA - Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) menyebut, Indonesia menjadi salah satu negara tujuan sementara bagi pengungsi Afganistan yang menyelamatkan diri dari perang. Mereka biasanya menanti kesempatan untuk bisa masuk ke Australia atau negara Barat lainnya.
Ketua PBHI Julius Ibrani mengatakan, situasi Indonesia yang dibanjiri pengungsi Afganistan sama halnya seperti Turki yang kebanjiran pengungsi konflik di Irak, Afganistan, dan Afrika yang ingin ke negara Uni Eropa. “Negara kita ini seperti tembok penahan bagi Australia sebagai tujuan akhir pengungsi yang datang dari Afganistan, dan daerah konflik sekitarnya yang bermaksud menyeberang ke Australia,” kata Julius, Senin (13/9/2022).
Berdasarkan data UNHCR hingga Juni 2021 tercatat ada 7.000-an pengungsi Afganistan di Indonesia. Sebagian lagi sudah berhasil menyeberang ke Australia pada masa awal Perang Afganistan pada 2001.
“Pekan ini Badan PBB untuk urusan pengungsi (UNHCR) mengadakan pertemuan di Markas Besar di Jenewa, Swiss. Keberadaan belasan ribu pengungsi yang didominasi pengungsi Afganistan di Indonesia masih menjadi persoalan dan belum ada jalan keluarnya,” katanya.
Menurut Julius, dengan alasan kemanusiaan pemerintah Indonesia menerima para pengungsi dari Afganistan. Padahal, Indonesia belum meratifikasi Konvensi PBB 1951 tentang status pengungsi, maupun protokol 1967. Oleh sebab itu, Indonesia tidak punya kewenangan menetapkan status pengungsi, apalagi menerimanya. Maka Indonesia berpatokan kepada UU Keimigrasian, di mana pengungsi masuk kategori orang yang masuk secara ilegal dan tidak diinginkan berada di Indonesia.
”Saat ini, masih ada puluhan ribu pengungsi Afganistan di Malaysia dan Indonesia serta Papua Nugini. Potensi banjir pengungsi Afganistan ke Asia Tenggara masih mungkin terjadi mengingat kemiskinan dan kekacauan di Afganistan setelah Pemerintahan Taliban berkuasa awal 2022,” katanya.
Julius menegaskan, penanganan pengungsi harus dijalankan dengan cepat untuk mendapatkan kepastian status dan negara penempatan. Penantian bertahun-tahun yang menimpa ribuan pengungsi Afganistan adalah bencana kemanusiaan yang seharusnya jadi pertimbangan Australia dan negara-negara barat yang menjunjung tinggi nilai HAM dan kemanusiaan. Di saat sama dunia barat juga begitu memperhatikan jutaan pengungsi Ukraina yang mencari selamat di Eropa Barat.
Ketua PBHI Julius Ibrani mengatakan, situasi Indonesia yang dibanjiri pengungsi Afganistan sama halnya seperti Turki yang kebanjiran pengungsi konflik di Irak, Afganistan, dan Afrika yang ingin ke negara Uni Eropa. “Negara kita ini seperti tembok penahan bagi Australia sebagai tujuan akhir pengungsi yang datang dari Afganistan, dan daerah konflik sekitarnya yang bermaksud menyeberang ke Australia,” kata Julius, Senin (13/9/2022).
Berdasarkan data UNHCR hingga Juni 2021 tercatat ada 7.000-an pengungsi Afganistan di Indonesia. Sebagian lagi sudah berhasil menyeberang ke Australia pada masa awal Perang Afganistan pada 2001.
“Pekan ini Badan PBB untuk urusan pengungsi (UNHCR) mengadakan pertemuan di Markas Besar di Jenewa, Swiss. Keberadaan belasan ribu pengungsi yang didominasi pengungsi Afganistan di Indonesia masih menjadi persoalan dan belum ada jalan keluarnya,” katanya.
Menurut Julius, dengan alasan kemanusiaan pemerintah Indonesia menerima para pengungsi dari Afganistan. Padahal, Indonesia belum meratifikasi Konvensi PBB 1951 tentang status pengungsi, maupun protokol 1967. Oleh sebab itu, Indonesia tidak punya kewenangan menetapkan status pengungsi, apalagi menerimanya. Maka Indonesia berpatokan kepada UU Keimigrasian, di mana pengungsi masuk kategori orang yang masuk secara ilegal dan tidak diinginkan berada di Indonesia.
Baca Juga
”Saat ini, masih ada puluhan ribu pengungsi Afganistan di Malaysia dan Indonesia serta Papua Nugini. Potensi banjir pengungsi Afganistan ke Asia Tenggara masih mungkin terjadi mengingat kemiskinan dan kekacauan di Afganistan setelah Pemerintahan Taliban berkuasa awal 2022,” katanya.
Julius menegaskan, penanganan pengungsi harus dijalankan dengan cepat untuk mendapatkan kepastian status dan negara penempatan. Penantian bertahun-tahun yang menimpa ribuan pengungsi Afganistan adalah bencana kemanusiaan yang seharusnya jadi pertimbangan Australia dan negara-negara barat yang menjunjung tinggi nilai HAM dan kemanusiaan. Di saat sama dunia barat juga begitu memperhatikan jutaan pengungsi Ukraina yang mencari selamat di Eropa Barat.
tulis komentar anda