Perlu Aturan Tegas Sampah Plastik di Lokasi Wisata
Senin, 05 September 2022 - 20:07 WIB
JAKARTA - Indonesia saat ini menduduki peringkat kelima penyumbang sampah ke lautan dunia. Diperkirakan lebih dari 500.000 ton sampah bocor ke laut setiap tahunnya.
Hal ini disampaikan peneliti Pusat Riset Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), M Reza Cordova yang memaparkan hasil riset Science Advances pada 2021. Sebelumnya, Indonesia berada di peringkat kedua sebagai penyumbang sampah ke laut dunia.
"Namun, tingkat mikroplastik yang ditemukan, baik di air, sedimen, dan biota laut semakin meningkat. Contohnya, pada sampel kerang hijau di Jakarta, telah meningkat dari 70% mengandung mikroplastik sekarang sudah 100%. Selain itu tidak hanya di air, tapi juga di udara Jakarta, mikroplastik sudah ditemukan," kata Reza dalam Talkshow "Sambil Menyelam Minum Sampah?" di Pameran Deep and Extreme 2022, Hall A Jakarta Convention Center (JCC), dikutip, Senin (5/9/2022).
Baca juga: Sampah Plastik Terus Meningkat, Penerapan Ekonomi Sirkular Jadi Tanggung Jawab Bersama
Tingkat pencemaran mikroplastik itu, kata Reza, merupakan hasil penelitian lapangan dari program MicroSEAP, program kolaborasi antara BRIN, DCA, dan Burung Indonesia dengan University of Portsmouth UK. MicroSEAP adalah sebuah program riset kolaborasi untuk mendapatkan data terkait bagaimana mikroplastik memberikan dampak pada perairan, biota laut, serta memberikan rekomendasi terkait kebijakan di Indonesia dalam sudut pandang regional ASEAN.
Dari sudut pandang kesehatan, plastik ternyata memiliki dampak buruk untuk tubuh manusia. Nutrisionis, Rita Ramayulis menjelaskan, mikroplastik bisa masuk ke tubuh manusia melalui saluran pencernaan dan pernapasan.
"Jika mikroplastik sudah masuk ke dalam tubuh, cara menurunkan efek dan risiko seperti menjadi penyebab kanker dan gangguan organ reproduksi, dan atau penyakit lainnya adalah kita dapat meningkatkan barrier tubuh kita agar dapat mengeluarkan mikroplastik yakni meningkatkan kesehatan pencernaan, meningkatkan fungsi sel-sel imunitas, dan meningkatkan pengeluaran cairan melalui urin dan keringat," katanya.
Influencer, Marischka Prudence mengatakan, aktivitas manusia, termasuk kegiatan pariwisata, juga berpotensi menghasilkan sampah. Kondisi ini tentu saja bisa berdampak buruk bagi kebersihan dan kelestarian lingkungan dan dirasakan pula oleh para penikmat wisata selam, diving influencer, dan travel blogger.
"Influencer dapat mengajak untuk mengurangi dan menanggulangi sampah melalui konten yang menarik, namun aksi bersih-bersih saja memang tidak cukup. Hal ini harus dibarengi dengan dukungan pemerintah melalui kebijakan dan implementasi yang tegas," katanya.
Senada disampaikan travel blogger, Febrian. Dari pengalamannya berkeliling Indonesia, peraturan terkait sampah belum merata dan belum tersosialisasi dengan baik, sehingga kampanye tidak dapat maksimal dilakukan untuk mendorong perubahan perilaku baik wisatawan dan penduduk lokal.
"Sehingga ketika mengedepankan peraturan merata dan perubahan perilaku yang baik dari seluruh lapisan masyarakat, kita tidak lagi menyelam sambil minum sampah," katanya.
Kembalinya aktivitas pariwisata setelah pandemi Covid-19 merupakan hal patut dirayakan. Namun perlu diingat adanya potensi peningkatan sampah plastik yang dapat mencemari lautan dan biota di dalamnya. Karena itu, pelestarian lokasi wisata untuk mencegah dampak buruk sampah ke lingkungan dan kesehatan manusia harus dilakukan setiap penyedia jasa wisata, penikmat wisata bahari, dan seluruh masyarakat Indonesia.
Hal ini disampaikan peneliti Pusat Riset Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), M Reza Cordova yang memaparkan hasil riset Science Advances pada 2021. Sebelumnya, Indonesia berada di peringkat kedua sebagai penyumbang sampah ke laut dunia.
"Namun, tingkat mikroplastik yang ditemukan, baik di air, sedimen, dan biota laut semakin meningkat. Contohnya, pada sampel kerang hijau di Jakarta, telah meningkat dari 70% mengandung mikroplastik sekarang sudah 100%. Selain itu tidak hanya di air, tapi juga di udara Jakarta, mikroplastik sudah ditemukan," kata Reza dalam Talkshow "Sambil Menyelam Minum Sampah?" di Pameran Deep and Extreme 2022, Hall A Jakarta Convention Center (JCC), dikutip, Senin (5/9/2022).
Baca juga: Sampah Plastik Terus Meningkat, Penerapan Ekonomi Sirkular Jadi Tanggung Jawab Bersama
Tingkat pencemaran mikroplastik itu, kata Reza, merupakan hasil penelitian lapangan dari program MicroSEAP, program kolaborasi antara BRIN, DCA, dan Burung Indonesia dengan University of Portsmouth UK. MicroSEAP adalah sebuah program riset kolaborasi untuk mendapatkan data terkait bagaimana mikroplastik memberikan dampak pada perairan, biota laut, serta memberikan rekomendasi terkait kebijakan di Indonesia dalam sudut pandang regional ASEAN.
Dari sudut pandang kesehatan, plastik ternyata memiliki dampak buruk untuk tubuh manusia. Nutrisionis, Rita Ramayulis menjelaskan, mikroplastik bisa masuk ke tubuh manusia melalui saluran pencernaan dan pernapasan.
"Jika mikroplastik sudah masuk ke dalam tubuh, cara menurunkan efek dan risiko seperti menjadi penyebab kanker dan gangguan organ reproduksi, dan atau penyakit lainnya adalah kita dapat meningkatkan barrier tubuh kita agar dapat mengeluarkan mikroplastik yakni meningkatkan kesehatan pencernaan, meningkatkan fungsi sel-sel imunitas, dan meningkatkan pengeluaran cairan melalui urin dan keringat," katanya.
Influencer, Marischka Prudence mengatakan, aktivitas manusia, termasuk kegiatan pariwisata, juga berpotensi menghasilkan sampah. Kondisi ini tentu saja bisa berdampak buruk bagi kebersihan dan kelestarian lingkungan dan dirasakan pula oleh para penikmat wisata selam, diving influencer, dan travel blogger.
"Influencer dapat mengajak untuk mengurangi dan menanggulangi sampah melalui konten yang menarik, namun aksi bersih-bersih saja memang tidak cukup. Hal ini harus dibarengi dengan dukungan pemerintah melalui kebijakan dan implementasi yang tegas," katanya.
Senada disampaikan travel blogger, Febrian. Dari pengalamannya berkeliling Indonesia, peraturan terkait sampah belum merata dan belum tersosialisasi dengan baik, sehingga kampanye tidak dapat maksimal dilakukan untuk mendorong perubahan perilaku baik wisatawan dan penduduk lokal.
"Sehingga ketika mengedepankan peraturan merata dan perubahan perilaku yang baik dari seluruh lapisan masyarakat, kita tidak lagi menyelam sambil minum sampah," katanya.
Kembalinya aktivitas pariwisata setelah pandemi Covid-19 merupakan hal patut dirayakan. Namun perlu diingat adanya potensi peningkatan sampah plastik yang dapat mencemari lautan dan biota di dalamnya. Karena itu, pelestarian lokasi wisata untuk mencegah dampak buruk sampah ke lingkungan dan kesehatan manusia harus dilakukan setiap penyedia jasa wisata, penikmat wisata bahari, dan seluruh masyarakat Indonesia.
(abd)
tulis komentar anda