Kenaikan Suku Bunga Acuan dan Masa Depan Restrukturisasi Kredit Dampak Pandemi

Kamis, 01 September 2022 - 06:43 WIB
Fajar S Pramono (Foto: Ist)
Fajar S Pramono

Direktur Riset BRI Research Institute

MINGGU lalu, tepatnya 23 Agustus 2022, Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan yang sudah bertahan selama 18 bulan sejak awal 2021 sebanyak 25 basis poin atau 0,25%, menjadi 3,75%. Salah satu implikasi yang berpotensi mengikuti dan menjadi topik hangat pelaku bisnis keuangan adalah kapan dan berapa besar kenaikan suku bunga pinjaman.

Beberapa spoke person lembaga perbankan memang mengatakan bahwa kemungkinan untuk menaikkan suku bunga kredit itu masih cukup “jauh”, mengingat likuiditas perbankan—salah satunya tecermin pada angka loan to deposit ratio (LDR)– masih longgar dan rata-rata pertumbuhan kredit perbankan masih tinggi. Seperti kita ketahui, pertumbuhan kredit nasional per Juli 2022 berada di kisaran dua digit (10,71%), di atas pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang 8,59%.

Banyak analisa mengatakan, sebenarnya saat ini Bank Indonesia (BI) tidak atau belum memiliki keterdesakan untuk menaikkan suku bunga acuan karena angka inflasi dan nilai tukar rupiah yang masih terjaga. Contoh, pada Agustus 2022 rupiah relatif stabil di kisaran Rp14.800-14.900 per dolar AS. Inflasi inti masih di kisaran “aman” menurut target BI, yakni masih di angka 2,86%. Juga demi melihat pertumbuhan ekonomi kuartal II/2022 yang impresif mencapai 5,44%. Maka, kebijakan ini diyakini lebih bersifat antisipatif seiring dengan kemungkinan terjadinya lonjakan inflasi di masa mendatang.



Masa Depan Restrukturisasi

Kenaikan suku bunga acuan BI yang berpotensi menaikkan suku bunga pinjaman di lembaga keuangan ini menjadi menarik dicermati, ketika dikaitkan dengan masa depan atau nasib restrukturisasi kredit akibat pandemi Covid-19. Dalam beberapa pemaparan kinerja lembaga keuangan penyalur kredit disampaikan, rapor relaksasi yang berupa kemudahan dan keringanan dalam konteks restrukturisasi kredit akibat pandemi cukup baik, bahkan beberapa mengklaim sangat baik.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengatakan bahwa baik outstanding maupun jumlah debitur restrukturisasi akibat dampak pandemi terus menurun. Tercatat per Juni 2022, outstanding kredit yang direstrukturisasi secara nasional Rp576,17 triliun dengan jumlah debitur restrukturisasi sebanyak 2,99 juta debitur, yang berarti turun cukup signifikan jika dibanding posisi Desember 2021 yang masih sebesar Rp663,49 triliun dengan sekitar 4 juta debitur penerima fasilitas restrukturisasi.

Contoh lebih rinci bisa dilihat pada dua bank BUMN besar, BRI dan Mandiri. Outstanding restrukturisasi kredit dampak pandemi Bank BRI per Juni 2022 terus turun, menjadi Rp129,55 triliun dari Rp156,93 triliun pada Desember 2021. Di Bank Mandiri, outstanding restrukturisasi kredit dampak pandemi juga turun menjadi Rp58,2 triliun dari posisi Desember 2021 yang masih Rp69,7 triliun (bank only).
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More