Sudah Pandemi Masih Harus Hadapi Bencana Pula, Ini Antisipasi dari BNPB
Rabu, 01 Juli 2020 - 08:53 WIB
JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB ) mengungkapkan akan ada 1.549 bencana alam selama enam bulan terakhir. Karena itu, masyarakat diminta tetap waspada.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi BNPB Radtya Jati menerangkan, bencana hidrometeorologi merupakan yang paling banyak. Namun, menurut dia, jumlah bencana tahun ini akan menurun sekitar 30,5% dibanding tahun lalu. Pada periode yang sama tahun lalu, terjadi 2.229 kali bencana. (Baca juga: Sembuhkan Pasien Corona, 13 Rumah Sakit Gunakan Terapi Plasma Konvaselen)
Jumlah korban meninggal dunia, hilang, luka-luka, mengungsi, dan rumah rusak mengalami juga mengalami penurunan. Korban meninggal dunia dan hilang hingga Juni mencapai 206 jiwa. Sedangkan pada tahun lalu mencapai 479 orang.
“Dari total kejadian, lebih dari 99% merupakan bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan angin puting beliung. Rincian jumlah kejadian bencana pada kurun waktu tersebut, yakni banjir 620, puting beliung 425, tanah longsor 330, kebakaran hutan dan lahan 139, gelombang pasang atau abrasi 21, gempa bumi 10, erupsi gunung api 3, dan kekeringan 1,” ungkap Raditya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Selasa malam (30/6/2020).
Raditya memaparkan, ada lima wilayah yang intensitas bencananya cukup tinggi. Daerah itu adalah Provinsi Jawa tengah 332 kejadian, Jawa Barat 290, Jawa Timur 205, Aceh 151, dan Sulawesi Selatan 86 peristiwa.
“Kejadian tersebut mengakibatkan korban meninggal 198 jiwa, hilang 8, luka-luka 273, dan 2,3 juta orang mengungsi. Bencana alam itu mengakibatkan kerusakan rumah 21.496 unit, peribadatan 430, pendidikan 382, dan fasilitas kesehatan 67 unit,” ujarnya.
Semua pihak diminta untuk tetap waspada dan siap siaga mengingat intensitas bencana masih tinggi dan tetap mengancam. Beberapa wilayah di Kalimantan dan Sulawesi mengalami bencana banjir sepanjang Juni lalu.
Ancaman lain saat memasuki musim kemarau ini adalah kebakaran hutan dan lahan. Raditya menegaskan, masyarakat tidak boleh lengah karena bencana tidak mengenal perubahan iklim dan cuaca. Bencana yang setiap saat bisa terjadi, seperti gempa bumi, tsunami, dan erupsi gunung api.
Dia menjelaskan, tantangan masyarakat dalam menghadapi bencana tahun ini bertambah karena penyebaran virus Sars Cov-II masih tinggi. “Ini membutuhkan kesiapsiagaan ekstra dan antisipasi semua pihak di daerah sehingga potensi penularan saat melakukan respons darurat dapat dihindari,” ujarnya.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi BNPB Radtya Jati menerangkan, bencana hidrometeorologi merupakan yang paling banyak. Namun, menurut dia, jumlah bencana tahun ini akan menurun sekitar 30,5% dibanding tahun lalu. Pada periode yang sama tahun lalu, terjadi 2.229 kali bencana. (Baca juga: Sembuhkan Pasien Corona, 13 Rumah Sakit Gunakan Terapi Plasma Konvaselen)
Jumlah korban meninggal dunia, hilang, luka-luka, mengungsi, dan rumah rusak mengalami juga mengalami penurunan. Korban meninggal dunia dan hilang hingga Juni mencapai 206 jiwa. Sedangkan pada tahun lalu mencapai 479 orang.
“Dari total kejadian, lebih dari 99% merupakan bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan angin puting beliung. Rincian jumlah kejadian bencana pada kurun waktu tersebut, yakni banjir 620, puting beliung 425, tanah longsor 330, kebakaran hutan dan lahan 139, gelombang pasang atau abrasi 21, gempa bumi 10, erupsi gunung api 3, dan kekeringan 1,” ungkap Raditya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Selasa malam (30/6/2020).
Raditya memaparkan, ada lima wilayah yang intensitas bencananya cukup tinggi. Daerah itu adalah Provinsi Jawa tengah 332 kejadian, Jawa Barat 290, Jawa Timur 205, Aceh 151, dan Sulawesi Selatan 86 peristiwa.
“Kejadian tersebut mengakibatkan korban meninggal 198 jiwa, hilang 8, luka-luka 273, dan 2,3 juta orang mengungsi. Bencana alam itu mengakibatkan kerusakan rumah 21.496 unit, peribadatan 430, pendidikan 382, dan fasilitas kesehatan 67 unit,” ujarnya.
Semua pihak diminta untuk tetap waspada dan siap siaga mengingat intensitas bencana masih tinggi dan tetap mengancam. Beberapa wilayah di Kalimantan dan Sulawesi mengalami bencana banjir sepanjang Juni lalu.
Ancaman lain saat memasuki musim kemarau ini adalah kebakaran hutan dan lahan. Raditya menegaskan, masyarakat tidak boleh lengah karena bencana tidak mengenal perubahan iklim dan cuaca. Bencana yang setiap saat bisa terjadi, seperti gempa bumi, tsunami, dan erupsi gunung api.
Dia menjelaskan, tantangan masyarakat dalam menghadapi bencana tahun ini bertambah karena penyebaran virus Sars Cov-II masih tinggi. “Ini membutuhkan kesiapsiagaan ekstra dan antisipasi semua pihak di daerah sehingga potensi penularan saat melakukan respons darurat dapat dihindari,” ujarnya.
(nbs)
Lihat Juga :
tulis komentar anda