Inovasi Perbaikan Gizi
Sabtu, 20 Agustus 2022 - 15:36 WIB
Pemetaan stunting sudah sangat detil dan jelas. Penderita stunting sudah dideteksi by name by address sehingga data yang ada dapat dijadikan dasar untuk membuat langkah-langkah konkret untuk penanganannya. Presiden Jokowi meminta alokasi anggaran yang selama ini tersebar di 20 kementerian atau lembaga difokuskan pada kementerian yang memang memiliki kepanjangan tangan langsung ke bawah.
Salah satu inovasi BKKBN adalah Program Dashat (Dapur Sehat Atasi Stunting). BKKBN meluncurkan Dashat di Auditroium Pemerintah Kabupaten Bogor pada 20 Agustus 2021. Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya percepatan penurunan angka prevalensi stunting. Dashat berlokasi di Kampung Keluarga Berkualitas (Kampung KB) dan menjadi pusat gizi serta pelayanan pada anak stunting. BKKBN bersama para ahli gizi telah menyusun menu sehat untuk Dashat dengan konsep pemanfaatan produk pangan lokal.
Kegiatan Dashat mencakup edukasi perbaikan gizi dan penyediaan konsumsi pangan ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita. Dalam hal ini masyarakat akan diberi pengenalan pangan lokal yang terjangkau, bercitarasa, dan bergizi. Kegiatan kemitraan dengan swasta dalam penyelenggaraan Dashat akan membuat program ini lebih lestari.
Pada 2022 BKKBN telah menggandeng PT Nestle Indonesia dalam suatu nota kesepahaman (MoU) untuk mengisi kegiatan Dashat di Kabupaten Karawang bersama SPEAK (Strategi Pengkajian Edukasi Alternatif Komunikasi). Ini adalah suatu contoh kemitraan strategis karena perusahaan industri makanan dan minuman tersebut akan berkontribusi dalam menjalankan Dashat dengan menu-menu makanan mengandung pangan hewani (telur dan susu). Ini adalah wujud partisipasi swasta dalam mengisi unsur pentahelix dalam perbaikan gizi masyarakat. Ada lima unsur pentahelix yang dapat bersinergi dalam perbaikan gizi, yaitu pemerintah, swasta, masyarakat, perguruan tinggi, dan media massa.
Sinergi pemerintah dan swasta dalam perbaikan gizi akan memiliki daya ungkit yang lebih baik dalam mengurangi angka stunting, gizi kurang, dan gizi buruk. Gizi adalah input penting untuk menopang sumber daya manusia (SDM). Selain gizi, pendidikan dan kesehatan juga menjadi faktor determinan untuk mencetak SDM unggul.
Baru-baru ini DPR mengesahkan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA). RUU ini akan menjadi pedoman bagi negara untuk memastikan anak-anak generasi penerus bangsa memiliki tumbuh kembang yang baik agar menjadi SDM yang unggul. RUU KIA juga menjadi salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan gizi di Indonesia.
Lewat RUU ini ingin dipastikan setiap hak ibu dan anak dapat terpenuhi. Termasuk hak pelayanan kesehatan, hak mendapatkan fasilitas khusus dan sarana prasarana di fasilitas umum, hak cuti enam bulan sehingga ibu bisa menyusui sesuai dengan pedoman kesehatan (ASI eksklusif) hingga kepastian bagi ibu tetap dipekerjakan seusai melahirkan.
Di Indonesia persentase pemberian ASI eksklusif bayi berusia 0–5 bulan sebesar 71,58% pada 2021. Angka ini menunjukkan perbaikan dari tahun sebelumnya yang sebesar 69,62%. Namun sebagian besar provinsi masih memiliki persentase pemberian ASI eksklusif di bawah rata-rata nasional. Gorontalo tercatat sebagai provinsi dengan persentase terendah, yakni hanya 52,75%. Diikuti Kalimantan Tengah dan Sumatera Utara sebesar 55,98% dan 57,83%.
Mendorong dipraktikkannya ASI eksklusif tidak cukup kalau hanya melalui pendidikan gizi dan kesehatan bagi ibu hamil/menyusui. Harus ada kemauan politik dari pemerintah agar ibu yang baru melahirkan diberi kesempatan penuh menyusui bayinya selama enam bulan. RUU KIA menjadi windows of opportunity bagi perempuan untuk dapat memberikan ASI eksklusif selama enam bulan.
Mengoptimalkan perempuan untuk mengasuh anaknya dengan baik dan implementasi Dashat yang didukung oleh swasta akan menjadi langkah nyata untuk memperbaiki gizi masyarakat. SDM tangguh dan berkualitas akan lebih mudah terwujud bila asupan gizi anak-anak diperhatikan oleh orang tuanya dan pemangku kepentingan (pemda, swasta, masyarakat) memberikan bantuan pangan kepada keluarga-keluarga yang berisiko mengalami kurang gizi.
Salah satu inovasi BKKBN adalah Program Dashat (Dapur Sehat Atasi Stunting). BKKBN meluncurkan Dashat di Auditroium Pemerintah Kabupaten Bogor pada 20 Agustus 2021. Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya percepatan penurunan angka prevalensi stunting. Dashat berlokasi di Kampung Keluarga Berkualitas (Kampung KB) dan menjadi pusat gizi serta pelayanan pada anak stunting. BKKBN bersama para ahli gizi telah menyusun menu sehat untuk Dashat dengan konsep pemanfaatan produk pangan lokal.
Kegiatan Dashat mencakup edukasi perbaikan gizi dan penyediaan konsumsi pangan ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita. Dalam hal ini masyarakat akan diberi pengenalan pangan lokal yang terjangkau, bercitarasa, dan bergizi. Kegiatan kemitraan dengan swasta dalam penyelenggaraan Dashat akan membuat program ini lebih lestari.
Pada 2022 BKKBN telah menggandeng PT Nestle Indonesia dalam suatu nota kesepahaman (MoU) untuk mengisi kegiatan Dashat di Kabupaten Karawang bersama SPEAK (Strategi Pengkajian Edukasi Alternatif Komunikasi). Ini adalah suatu contoh kemitraan strategis karena perusahaan industri makanan dan minuman tersebut akan berkontribusi dalam menjalankan Dashat dengan menu-menu makanan mengandung pangan hewani (telur dan susu). Ini adalah wujud partisipasi swasta dalam mengisi unsur pentahelix dalam perbaikan gizi masyarakat. Ada lima unsur pentahelix yang dapat bersinergi dalam perbaikan gizi, yaitu pemerintah, swasta, masyarakat, perguruan tinggi, dan media massa.
Sinergi pemerintah dan swasta dalam perbaikan gizi akan memiliki daya ungkit yang lebih baik dalam mengurangi angka stunting, gizi kurang, dan gizi buruk. Gizi adalah input penting untuk menopang sumber daya manusia (SDM). Selain gizi, pendidikan dan kesehatan juga menjadi faktor determinan untuk mencetak SDM unggul.
Baru-baru ini DPR mengesahkan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA). RUU ini akan menjadi pedoman bagi negara untuk memastikan anak-anak generasi penerus bangsa memiliki tumbuh kembang yang baik agar menjadi SDM yang unggul. RUU KIA juga menjadi salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan gizi di Indonesia.
Lewat RUU ini ingin dipastikan setiap hak ibu dan anak dapat terpenuhi. Termasuk hak pelayanan kesehatan, hak mendapatkan fasilitas khusus dan sarana prasarana di fasilitas umum, hak cuti enam bulan sehingga ibu bisa menyusui sesuai dengan pedoman kesehatan (ASI eksklusif) hingga kepastian bagi ibu tetap dipekerjakan seusai melahirkan.
Di Indonesia persentase pemberian ASI eksklusif bayi berusia 0–5 bulan sebesar 71,58% pada 2021. Angka ini menunjukkan perbaikan dari tahun sebelumnya yang sebesar 69,62%. Namun sebagian besar provinsi masih memiliki persentase pemberian ASI eksklusif di bawah rata-rata nasional. Gorontalo tercatat sebagai provinsi dengan persentase terendah, yakni hanya 52,75%. Diikuti Kalimantan Tengah dan Sumatera Utara sebesar 55,98% dan 57,83%.
Mendorong dipraktikkannya ASI eksklusif tidak cukup kalau hanya melalui pendidikan gizi dan kesehatan bagi ibu hamil/menyusui. Harus ada kemauan politik dari pemerintah agar ibu yang baru melahirkan diberi kesempatan penuh menyusui bayinya selama enam bulan. RUU KIA menjadi windows of opportunity bagi perempuan untuk dapat memberikan ASI eksklusif selama enam bulan.
Mengoptimalkan perempuan untuk mengasuh anaknya dengan baik dan implementasi Dashat yang didukung oleh swasta akan menjadi langkah nyata untuk memperbaiki gizi masyarakat. SDM tangguh dan berkualitas akan lebih mudah terwujud bila asupan gizi anak-anak diperhatikan oleh orang tuanya dan pemangku kepentingan (pemda, swasta, masyarakat) memberikan bantuan pangan kepada keluarga-keluarga yang berisiko mengalami kurang gizi.
Lihat Juga :
tulis komentar anda