DPR Minta Kemendikbud-DKI Lindungi Calon Siswa Korban Diskriminasi PPDB

Senin, 29 Juni 2020 - 19:03 WIB
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mendesak Kemendikbud dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melindungi korban diskriminasi dalam proses PPDB.
JAKARTA - Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melindungi korban diskriminasi dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

Adanya ketidaksinkronan proses PPDB di DKI dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44/2019 tentan PPDB tingkat TK, SD, SMP, SMP, dan SMK membuat banyak calon siswa yang dirugikan. “Kami menilai ada ketidaksinkronan proses PPDB di DKI Jakarta dengan Permendikbud 44/2019 sehingga terjadi diskriminasi terhadap calon siswa yang diterima di sekolah negeri, terutama terkait pengarusutamaan faktor usia dibandingkan faktor lain,” ujar Syaiful Huda, Senin (29/6/2020).

Huda sapaan akrab Syaiful Huda-menjelaskan, Komisi X DPR terus melakukan pemantauan terhadap proses PPDB di DKI Jakarta, termasuk menerima berbagai laporan dari orang tua siswa. Dari situ diketahui jika ada banyak kejanggalan dalam proses PPDB seperti prioritas faktor usia, kuota zonasi yang hanya 40%, hingga minimnya sosialisasi petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis PPDB ke publik. “Kondisi ini memicu ketidakpuasan publik terbukti dengan adanya unjuk rasa, pengaduan ke DPR, hingga ke Ombudsman RI,” ujarnya. (Baca juga: Ada Tujuh Siswa Berusia 20 Tahun Diterima SMA di PPDB Jalur Zonasi se-DKI)



Kejanggalan proses PPDB di DKI, lanjut Huda, juga dibuktikan dengan temuan KPAI. Menurutnya dari pengaduan yang diterima KPAI 65% di antaranya berasal dari calon siswa atau orang tua siswa yang merasa dirugikan dalam PPDB DKI. Sebagian mereka mengeluh terkait pengarusutamaan usia dalam proses penerimaan calon siswa. Bahkan ada kasus di wilayah Cipinang Muara di mana ada calon siswa tidak bisa diterima di SMP Negeri padahal ada 24 sekolah di zona tersebut karena faktor usia. “Selain itu juga ditemukan keluhan teknis seperti server PPDB online yang lemot, keterlambatan verifikasi data, tidak transparannya panitia PPDB, hingga munculnya dugaan manipulasi data keluarga,” katanya.

Dengan fakta-fakta tersebut, kata Huda, harus ada solusi agar para siswa yang dirugikan dalam proses PPDB tetap mendapatkan kesempatan untuk belajar di sekolah-sekolah negeri di DKI Jakarta. Menurutnya saat ini tengah digodok kebijakan penambahan kuota dalam rombongan belajar (rombel) di sekolah-sekolah negeri yang ada di Jakarta. Namun menurutnya kebijakan tersebut bakal tidak akan menampung para siswa yang tersingkir dari PPBD DKI karena alasan usia. “Kalau menambah kuota rombel itu berarti maksimal hanya menampung tambahan empat siswa per kelas dan itu pasti tidak mencukupi,” tukasnya. (Baca juga: Kisruh Pelaksanaan PPDB Dinilai Karena Pembiaran dari Tahun ke Tahun)

Politisi PKB ini mendesak agar Kemendikbud dan Dinas Pendidikan DKI Jakarta membuat rombel baru. Dengan demikian, kuota siswa yang diterima akan lebih besar. Mereka yang terdiskriminasi dalam PPDB DKI bisa mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di zonasi mereka masing-masing.

“Bagi kami seharusnya ada evaluasi total dari PPDB DKI sehingga tercipta proses PPDB yang fair. Tapi kalau hal itu terlalu besar dampak negatifnya dan menambah kuota sebagai jalan tengah ya harus maksimal. Jangan hanya menambah sekedar menambah kuota rombel tapi buat Rombel baru sehingga daya tampungnya lebih besar,” katanya.
(cip)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More