Mengkritisi RUU KUHP (2019/2020)

Selasa, 09 Agustus 2022 - 16:26 WIB
Begitu juga tindak pidana terhadap martabat presiden dan wakil presiden; telah ada perubahan rumusan norma deliknya, semula delik biasa dengan RKUHP menjadi delik aduan; harus disyaratkan adanya pengaduan dari presiden atau wakil pesiden; tanpa adanya pengaduan tidak terjadi tindak pidana.

Cermin perlindungan hak asasi tersangka/terdakwa dan terpidana terdapat pada ketentuan mengenai Pemidanaan, Pidana dan Tindakan (Bab III). Di dalam Tujuan Pemidanaan, Pedoman Pemidanaan, telah diatur mengenai 11 (sebelas) hal yang wajib dipertimbangkan Hakim dan terhadap terpidana korporasi Hakim masih harus (wajib) mempertimbangkan 10 (sepuluh) hal sebelum putusan dijatuhkan. Ketentuan mengenai Bab III tentang Tujuan Pemidanaan dan Pedoman Pemidanaan tidak terdapat pada RKUHP lama. Secara khusus dapat dikatakan bahwa dengan ketentuan Bab III RKUHP tampak serapan dari aspirasi nilai-nilai Pancasila dan nilai HAM universal PBB.

Di dalam RKUHP 2019/2020 telah terdapat ketentuan baru yang telah disesuaikan dengan perkembangan peradaban terkini. Contoh, ketentuan pidana mati bersyarat yang berarti penjatuhan pidana mati bukan merupakan langkah terakhir; pidana kerja sosial, pidana dan pidana pengawasan di samping pidana tambahan antara lain pemenuhan kewajiban adat.

Pengakuan atas pidana adat yang berlaku dalam suatu masyarakat tertentu merupakan perubahan pemikiran cerdas terhadap KUHP tanpa mengabaikan fungsi dan peranan hukum adat dalam masyarakat sehingga terbangun keseimbangan antara hukum (pidana) modern dan hukum pidana adat di mana rasa keadilan dalam konteks pemikiran modern diimbangi oleh rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat di wilayah tertentu.

Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab sebagaimana terkandung dalam Pancasila telah diadopsi ke dalam ketentuan-ketentuan mengenai Pemidanaan, Pidana dan Tindakan. Tidak lagi perlu ada keragu-raguan masyarakat dengan berlakunya ketentuan mengenai Pemidanaan, Pidana dan Tindakan dalam KUHP baru (tahun 2019/2020) perihal perlindungan hak asasi atas korban dan juga pelaku tindak pidana.

Keempat belas isu krusial dalam RKUHP 2019/2020 sesungguhnya tidak perlu ada jika di ujung akhir proses Criminal Justice System telah disediakan ketentuan pemidanaan, pidana dan tindakan sebagaimana diuraikan di atas. Hakim dalam hal penjatuhan hukuman terhadap korporasi bahkan KUHP 2019/2020 telah mengadopsi politik pemidanaan yang seimbang antara keadilan retributive dan keadilan rehabilitative serta keadilan restorative sehingga diharapkan bukan hanya tujuan pembalasan akan tetapi juga tujuan memulihkan hubungan baik antara korban dan pelaku telah diutamakan.

Selain pendekatan baru tersebut KUHP baru telah mengadopsi pendekatan efisiensi, keseimbangan dan maksimisasi fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional. Bahwa pintu terakhir keadilan adalah terletak pada bagaimana negara dapat memberikan perlindungan jaminan kepastian hukum yang adil dalam bentuk hukuman atau pemidanaan; bahkan dapat dikatakan bahwa cermin peradaban suatu bangsa tergambar dari bagaimana negara memperlakuan warganya dalam proses penjatuhan hukuman.

Dengan KUHP 2019/2020 dapat dinyatkan bahwa terhitung pemberlakuannya, negara akan hadir dan tidak dapat memperlakukan sewenang-wenang warganya yang terlibat dalam urusan hukum; bahkan negara wajib memulihkan keseimbangan kehidupan dalam masyarakat sehingga dengan KUHP baru ini konflik berkepanjangan antar warga masyarakat melalui hukum dapat dihentikan dengan bantuan hakim/majelis hakim ataupun jaksa penuntut. Keseluruhan ketentuan RKUHP tersebut merupakan cermin dari politik hukum pidana nasional era globalisasi dan sepantasnya bangsa Indonesia tidak lagi selalu dipandang sebelah mata oleh siapa pun dan bangsa-bangsa lain.

Baca Juga: koran-sindo.com
(bmm)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More