Transformasi NU Menjelang Usia Satu Abad
Jum'at, 29 Juli 2022 - 14:29 WIB
Tidak hanya untuk urusan internal. PBNU juga melakukan percepatan-percepatan program dengan menggandeng sejumlah instansi pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (PBNU) dan Swasta. Dalam catatan penulis, PBNU setidaknya sudah bekerjasama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bapenas), Kementrian Agama (Kemenag), Kementrian Agraria dan Tata Ruang, Kementrian BUMN, Peruri, Telkomsel, Menkominfo, Kementrian Koperasi dan UMKM, Uni Emirat Arab, Menko Perekonomian, Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), Kementrian Lingkuhan Hidup, Kementrian Kelautan, Kemendikbud, dan lain sebagainya.
Aneka macam kerjasama ini tujuan utamanya adalah melakukan akselerasi khidmah PBNU. Kerjasama dengan Menko Perekonomian misalnya, terdapat 317 hektare lahan yang akan dilakukan peremajaan atau replanting. Dengan peremajaan sawit ini, diharapkan ribuan, atau bahkan puluhan ribu petani sawit yang mayoritas adalah warga NU, bisa lebih sejahtera dan berdaya.
Mengutip pernyataan KH Yahya Cholil Staquf, bahwa dengan banyaknya kerja sama ini, hampir bisa dipastikan para pengurus PBNU akan sibuk luar biasa dalam lima tahun ke depan. Karena inilah, Gus Yahya mengisyaratkan akan mengelola PBNU layaknya tata laksana pemerintahan.
Sebagaimana pemerintahan, PBNU akan memberi benefit-benefit kepada para anggota. Untuk itu, tentu saja diperlukan pengelolaan administrasi yang kuat. Apalagi hasil survei LSI Denny JA pada 2019 mencatat warga NU totalnya mencapai 49,5 persen dari total penduduk di Indonesia. Mereka tak hanya hidup di pedesaan. Survei Alvara menyebutkan 58 persen masyarakat perkotaan adalah warga NU.
Transformasi NU saat ini tidak hanya untuk urusan internal dan dalam negeri, PBNU juga melakukan transformasi dalam kaitannya pergulatan global. Meski berpusat di Indonesia, Gus Yahya menganggap bahwa NU mempunyai mandat global. Mandat itu sejak awal didirikan sudah dimiliki oleh NU karena lambang NU adalah gambar bola dunia.
Mandat global itu lalu dimaknai PBNU era saat ini sebagai mandat perdamaian dunia. Salah satunya dilakukan dengan tampilnya Gus Yahya dalam konferensi internasional Forum On Common Values Among Religious Followers (Forum tentang Nilai-Nilai Bersama di Antara Para Pengikut Agama) yang diselenggarakan Kerajaan Arab Saudi.
Dalam pidatonya di hadapan para peserta yang mayoritas anggota Rabithoh A’lam Islami (Liga Dunia Islam), Gus Yahya berharap agama tidak menjadi alat untuk sebuah kepentingan politik. Jika hal itu bisa terjadi, maka agama bisa menjadi alat untuk sebuah kehidupan bersama yang berdampingan.
Tidak lama setelah dari Arab Saudi, Gus Yahya terbang ke Vatikan untuk bertemu dengan Paus Fransiskus. Bersama sang adik, Menteri Agama RI KH Ya’qut Cholil Qoumas, keduanya mengudang Paus untuk hadir ke Indonesia: melihat keberagaman di negeri ini. Tentu ini pesan, bahwa Indonesia bisa menjadi contoh bagi negara-negara lain.
Dalam konteks membuat dinamika dalam perdamaian dunia, PBNU berencana menggelar pertemuan para pemimpin Agama di seluruh dunia dalam forum Religion Of Twenty atau R-20 pada Oktober mendatang. Sejumlah pemimpin agama terkemuka yang akan hadir diantaranya Paus Fransiskus, Uskup Agung Canterbury Justin Welby, Pimpinan Umat Anglikan Sri Ravi Shankar, Guru Yoga dan Pemimpin Spiritual asal India Pangeran Narodom Sihamoni, Raja Kamboja dan Syekh Muhammad Bin Abdul Karim, Liga Muslim Dunia.
Para pemimpin Agama ini diminta untuk membahas terhadap permasalahan-permasalahan Universal. Gus Yahya berharap, para pemuka Agama di semua Agama, untuk senantiasa menjadi solusi terhadap semua permasalahan.
Aneka macam kerjasama ini tujuan utamanya adalah melakukan akselerasi khidmah PBNU. Kerjasama dengan Menko Perekonomian misalnya, terdapat 317 hektare lahan yang akan dilakukan peremajaan atau replanting. Dengan peremajaan sawit ini, diharapkan ribuan, atau bahkan puluhan ribu petani sawit yang mayoritas adalah warga NU, bisa lebih sejahtera dan berdaya.
Mengutip pernyataan KH Yahya Cholil Staquf, bahwa dengan banyaknya kerja sama ini, hampir bisa dipastikan para pengurus PBNU akan sibuk luar biasa dalam lima tahun ke depan. Karena inilah, Gus Yahya mengisyaratkan akan mengelola PBNU layaknya tata laksana pemerintahan.
Sebagaimana pemerintahan, PBNU akan memberi benefit-benefit kepada para anggota. Untuk itu, tentu saja diperlukan pengelolaan administrasi yang kuat. Apalagi hasil survei LSI Denny JA pada 2019 mencatat warga NU totalnya mencapai 49,5 persen dari total penduduk di Indonesia. Mereka tak hanya hidup di pedesaan. Survei Alvara menyebutkan 58 persen masyarakat perkotaan adalah warga NU.
Transformasi NU saat ini tidak hanya untuk urusan internal dan dalam negeri, PBNU juga melakukan transformasi dalam kaitannya pergulatan global. Meski berpusat di Indonesia, Gus Yahya menganggap bahwa NU mempunyai mandat global. Mandat itu sejak awal didirikan sudah dimiliki oleh NU karena lambang NU adalah gambar bola dunia.
Mandat global itu lalu dimaknai PBNU era saat ini sebagai mandat perdamaian dunia. Salah satunya dilakukan dengan tampilnya Gus Yahya dalam konferensi internasional Forum On Common Values Among Religious Followers (Forum tentang Nilai-Nilai Bersama di Antara Para Pengikut Agama) yang diselenggarakan Kerajaan Arab Saudi.
Dalam pidatonya di hadapan para peserta yang mayoritas anggota Rabithoh A’lam Islami (Liga Dunia Islam), Gus Yahya berharap agama tidak menjadi alat untuk sebuah kepentingan politik. Jika hal itu bisa terjadi, maka agama bisa menjadi alat untuk sebuah kehidupan bersama yang berdampingan.
Tidak lama setelah dari Arab Saudi, Gus Yahya terbang ke Vatikan untuk bertemu dengan Paus Fransiskus. Bersama sang adik, Menteri Agama RI KH Ya’qut Cholil Qoumas, keduanya mengudang Paus untuk hadir ke Indonesia: melihat keberagaman di negeri ini. Tentu ini pesan, bahwa Indonesia bisa menjadi contoh bagi negara-negara lain.
Dalam konteks membuat dinamika dalam perdamaian dunia, PBNU berencana menggelar pertemuan para pemimpin Agama di seluruh dunia dalam forum Religion Of Twenty atau R-20 pada Oktober mendatang. Sejumlah pemimpin agama terkemuka yang akan hadir diantaranya Paus Fransiskus, Uskup Agung Canterbury Justin Welby, Pimpinan Umat Anglikan Sri Ravi Shankar, Guru Yoga dan Pemimpin Spiritual asal India Pangeran Narodom Sihamoni, Raja Kamboja dan Syekh Muhammad Bin Abdul Karim, Liga Muslim Dunia.
Para pemimpin Agama ini diminta untuk membahas terhadap permasalahan-permasalahan Universal. Gus Yahya berharap, para pemuka Agama di semua Agama, untuk senantiasa menjadi solusi terhadap semua permasalahan.
tulis komentar anda