Transformasi NU Menjelang Usia Satu Abad
Jum'at, 29 Juli 2022 - 14:29 WIB
NU dan Kaum Mustad’afin
Aneka rupa program PBNU dalam melakukan transformasi ini tentu layak dan wajib didukung. Yang paling penting, bagaimana gairah dari pengurus ini bisa terus menyala hingga akhir kepengurusan. ”Setiap kata-kata harus menjadi kerja, setiap kerja harus jelas ukuran keberhasilannya.” Kira-kira demkian ungkapan dari Gus Yahya.
Satu hal lagi yang perlu menjadi perhatian PBNU dalam melakukan transformasi adalah, PBNU harus menjadi ”rumah” bagi kaum mustad’afin atau bagi kaum lemah atau yang sengaja di lemahkan. Apalagi, tagline Gus Yahya saat pencalonan adalah ’Mengidupkan Gus Dur’.
Kita tahu, Gus Dur adalah pejuang nomor satu kemanusiaan. Ada banyak peristiwa pembelaan Gus Dur untuk para buruh dan pekerja Imigran. Anis Hidayah dalam buku Gus! Sketsa Seorang Guru Bangsa (2017) mengungkapkan, karena banyaknya pembelaan Gus Dur terhadap kaum lemah, para keluarga pekerja migram masih sering memanggil Gus Dur dengan sebutan ’Presiden’. Meski Gus Dur menyebut dirinya bukan lagi presiden, tetapi bagi keluarga migran Gus Dur tetaplah Presiden meskipun tanpa istana.
Legacy Gus Dur soal pembelaannya terhadap kaum mustad’afin ini perlu dilanjutkan PBNU. Kita membayangkan, ketika pintu keadilan tertutup di mana-mana, kantor PBNU menjadi satu-satunya tempat paling nyaman untuk mengadu. Jika itu terjadi, NU akan selalu relevan pada perjalanan abad keduanya. Dan kita semua, tentu saja, akan bangga menjadi bagian dari NU. Selamat bekerja, Gus Yahya!
Aneka rupa program PBNU dalam melakukan transformasi ini tentu layak dan wajib didukung. Yang paling penting, bagaimana gairah dari pengurus ini bisa terus menyala hingga akhir kepengurusan. ”Setiap kata-kata harus menjadi kerja, setiap kerja harus jelas ukuran keberhasilannya.” Kira-kira demkian ungkapan dari Gus Yahya.
Satu hal lagi yang perlu menjadi perhatian PBNU dalam melakukan transformasi adalah, PBNU harus menjadi ”rumah” bagi kaum mustad’afin atau bagi kaum lemah atau yang sengaja di lemahkan. Apalagi, tagline Gus Yahya saat pencalonan adalah ’Mengidupkan Gus Dur’.
Kita tahu, Gus Dur adalah pejuang nomor satu kemanusiaan. Ada banyak peristiwa pembelaan Gus Dur untuk para buruh dan pekerja Imigran. Anis Hidayah dalam buku Gus! Sketsa Seorang Guru Bangsa (2017) mengungkapkan, karena banyaknya pembelaan Gus Dur terhadap kaum lemah, para keluarga pekerja migram masih sering memanggil Gus Dur dengan sebutan ’Presiden’. Meski Gus Dur menyebut dirinya bukan lagi presiden, tetapi bagi keluarga migran Gus Dur tetaplah Presiden meskipun tanpa istana.
Legacy Gus Dur soal pembelaannya terhadap kaum mustad’afin ini perlu dilanjutkan PBNU. Kita membayangkan, ketika pintu keadilan tertutup di mana-mana, kantor PBNU menjadi satu-satunya tempat paling nyaman untuk mengadu. Jika itu terjadi, NU akan selalu relevan pada perjalanan abad keduanya. Dan kita semua, tentu saja, akan bangga menjadi bagian dari NU. Selamat bekerja, Gus Yahya!
(muh)
tulis komentar anda