Selesai Diperiksa Bareskrim, Eks Presiden ACT: Saya Siap Dikorbankan
Selasa, 12 Juli 2022 - 21:26 WIB
JAKARTA - Mantan Presiden Aksi Cepat Tanggap ( ACT ) Ahyudin telah menjalani pemeriksaan oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri. Usai diperiksa, Ahyudin mengaku siap dikorbankan.
Namun, entah apa maksud pernyataan yang dilontarkan oleh Ahyudin tersebut. "Demi Allah saya siap berkorban atau dikorbankan sekalipun asal semoga ACT sebagai sebuah lembaga kemanusiaan yang Insya Allah lebih besar manfaatnya untuk masyarakat luas tetap bisa hadir eksis berkembang dengan sebaik-baiknya," ujar Ahyudin di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (12/7/2022).
Dia mengaku akan siap menerima apa pun keputusan dari penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri terkait proses hukum yang sedang disidik. "Oiya apa pun dong, apa pun jika sewaktu-waktu ke depan begitu ya saya harus berkorban atau dikorbankan ya asal ACT sebagai sebuah lembaga kemanusiaan milik bangsa ini tetap eksis hadir memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat luas saya ikhlas saya terima ya dengan sebaik-baiknya," ujar Ahyudin.
Diketahui, Bareskrim mengusut dugaan penyalahgunaan dana bantuan kompensasi untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018. Pasalnya, Boeing menunjuk ACT sebagai pengelola dana sosial.
Semula, dana diperuntukkan untuk membangun fasilitas pendidikan sesuai dengan rekomendasi para ahli waris korban. Sebagai kompensasi tragedi kecelakaan, Boeing memberikan dua santunan, yakni uang tunai kepada para ahli waris masing-masing sebesar US$144.500 atau sebesar Rp2,06 miliar dan bantuan non tunai dalam bentuk CSR.
Namun dana yang diberikan diduga dikelola dengan tidak transparan dan menyimpang. Beberapa di antaranya, kata polisi, digunakan untuk kepentingan pribadi para petinggi organisasi filantropi itu.
Dalam mengusut kasus ini, polisi mendalami Pasal 372 jo 372 KUHP dan/atau Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) jo Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Namun, entah apa maksud pernyataan yang dilontarkan oleh Ahyudin tersebut. "Demi Allah saya siap berkorban atau dikorbankan sekalipun asal semoga ACT sebagai sebuah lembaga kemanusiaan yang Insya Allah lebih besar manfaatnya untuk masyarakat luas tetap bisa hadir eksis berkembang dengan sebaik-baiknya," ujar Ahyudin di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (12/7/2022).
Dia mengaku akan siap menerima apa pun keputusan dari penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri terkait proses hukum yang sedang disidik. "Oiya apa pun dong, apa pun jika sewaktu-waktu ke depan begitu ya saya harus berkorban atau dikorbankan ya asal ACT sebagai sebuah lembaga kemanusiaan milik bangsa ini tetap eksis hadir memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat luas saya ikhlas saya terima ya dengan sebaik-baiknya," ujar Ahyudin.
Baca Juga
Diketahui, Bareskrim mengusut dugaan penyalahgunaan dana bantuan kompensasi untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018. Pasalnya, Boeing menunjuk ACT sebagai pengelola dana sosial.
Semula, dana diperuntukkan untuk membangun fasilitas pendidikan sesuai dengan rekomendasi para ahli waris korban. Sebagai kompensasi tragedi kecelakaan, Boeing memberikan dua santunan, yakni uang tunai kepada para ahli waris masing-masing sebesar US$144.500 atau sebesar Rp2,06 miliar dan bantuan non tunai dalam bentuk CSR.
Namun dana yang diberikan diduga dikelola dengan tidak transparan dan menyimpang. Beberapa di antaranya, kata polisi, digunakan untuk kepentingan pribadi para petinggi organisasi filantropi itu.
Dalam mengusut kasus ini, polisi mendalami Pasal 372 jo 372 KUHP dan/atau Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) jo Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
(rca)
Lihat Juga :
tulis komentar anda