Larang Mudik, Refly Harun Nilai Ada Pelanggaran Hak Asasi oleh Pemerintah

Minggu, 26 April 2020 - 17:05 WIB
“Kalau baca Permenhub tersebut, dasarnya justru UU Kekarantinaan Kesehatan, dimana ada kewenangan pemerintah setelah mengeluarkan status darurat kesehatan masyarakat, untuk melarang orang bepergian keluar dan masuk. Itu artinya karantina wilayah,” ujar eks Komisaris Utama PT Jasa Marga itu.

Berdasar pada UU Kekarantinaan Kesehatan, terdapat karantina wilayah, karantina rumah, karantina rumah sakit, hingga karantina perbatasan. Hanya saja, pemerintah tidak menerapkan karantina wilayah, melainkan PSBB atau populer dikenal social distancing.

“Yang diterapkan adalah social distancing, tapi materi substansinya adalah karantina wilayah. Bagaimana ini duduk persoalannya? Entah pemerintah sengaja melakukan penyelundupan aturan hukum. Kalau karantina wilayah yang diterapkan, maka kebijakan tersebut mewajibkan pemerintah untuk menyediakan kebutuhan dasar penduduk yang dikarantina, termasuk hewan ternak,” terang dia.

Refly menyarankan, lockdown di rumah merupakan cara paling efektif dalam memerangi COVID-19. Hanya petugas karantina dan aparat keamanan yang boleh berkeliaran. Sementara, pemerintah harus memenuhi kebutuhan pokok bagi masyarakat kaya maupun miskin.

“Di situ ada paradoks. Pemerintah melakukan lockdown atau karantina wilayah dengan melarang orang mudik, namun di sisi lain tidak mau memenuhi kebutuhan dasar bagi masyarakat yang dikarantina tersebut,” katanya.

Relfy mendukung kebijakan pemerintah untuk melakukan lockdown wilayah, termasuk larangan mudik. Namun di sisi lain, dia mengritik pemerintah yang tidak mau memenuhi kebutuhan pokok. “Pemerintah harus bertanggung jawab memastikan makanan mereka setiap hari selama karantina (wilayah) dilakukan. Bukan hanya sekedar bantuan langsung tunai (BLT), pemotongan atau menggratiskan listrik, dan bantuan lainnya. Tapi ini adalah tugas yang memang diperintahkan oleh undang-undang yang dipakai pemerintah untuk melarang mudik,” katanya. Faorick Pakpahan
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(cip)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More