PPATK Blokir 60 Rekening yang Berhubungan dengan ACT
Rabu, 06 Juli 2022 - 15:36 WIB
JAKARTA - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) , Ivan Yustiavandana mengklaim pihaknya telah memblokir 60 rekening atas nama entitas yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) . Hal itu sebagai bentuk langkah cepat meredakan polemik penyelewengan dana yang tengah mencuat di masyarakat.
Ivan mengatakan adanya langkah pemblokiran tersebut dilakukan pada seluruh rekening ACT yang tersebar di 33 Bank. Hal itu, bertujuan agar tidak ada lagi aliran dana yang mengalir dari rekening ACT tersebut.
"PPATK menghentikan sementara transaksi 60 rekening atas nama entitas yayasan (ACT) di 33 penyedia jasa keuangan. Jadi sudah kami hentikan," ujar Ivan dalam konferensi pers, Rabu (6/7/2022).
Lebih lanjut, Ivan menuturkan pihaknya menduga bahwa aliran dana yang telah dihimpun ke rekening ACT tidak langsung disumbangkan. Melainkan, justru dikelola secara bisnis dan berputar hingga memunculkan keuntungan.
"Kami menduga ini merupakan transaksi yang dikelola dari bisnis ke bisnis. Sehingga tidak murni menghimpun dana kemudian disalurkan kepada tujuan," paparnya.
"Tetapi sebenarnya dikelola dahulu sehingga terdapat keuntungan di dalamnya," sambung Ivan.
Sebagai contoh, kata Ivan, PPATK menemukan bukti transaksi keuangan dengan entitas perusahaan luar senilai Rp30 miliar. Namun setelah ditelusuri, PPATK menemukan perusahaan itu merupakan milik salah satu pendiri ACT.
Kendati demikian, Ivan tidak menjelaskan secara rinci siapa pendiri lembaga filantropi yang dimaksud. "Kami menemukan ada transaksi lebih dari dua tahun senilai Rp30 miliar yang ternyata transaksi itu berputar antara pemilik perusahaan yang notabene juga salah satu pendiri yayasan ACT," pungkasnya.
Seperti diketahui, pemerintah akan memeriksa lembaga-lembaga donasi sejenis ACT. Ini dilakukan demi lebih menjamin kegiatan pengumpulan dana masyarakat tidak disalahgunakan seperti ACT.
"Pemerintah responsif terhadap hal-hal yang sudah meresahkan masyarakat dan selanjutnya akan melakukan penyisiran terhadap izin-izin yang telah diberikan kepada yayasan lain," kata Menko PMK Muhadjir Effendy yang bertindak sebagai Menteri Sosial Ad Interim dikutip dalam keterangan resminya, Rabu (6/7/2022).
Ivan mengatakan adanya langkah pemblokiran tersebut dilakukan pada seluruh rekening ACT yang tersebar di 33 Bank. Hal itu, bertujuan agar tidak ada lagi aliran dana yang mengalir dari rekening ACT tersebut.
"PPATK menghentikan sementara transaksi 60 rekening atas nama entitas yayasan (ACT) di 33 penyedia jasa keuangan. Jadi sudah kami hentikan," ujar Ivan dalam konferensi pers, Rabu (6/7/2022).
Lebih lanjut, Ivan menuturkan pihaknya menduga bahwa aliran dana yang telah dihimpun ke rekening ACT tidak langsung disumbangkan. Melainkan, justru dikelola secara bisnis dan berputar hingga memunculkan keuntungan.
"Kami menduga ini merupakan transaksi yang dikelola dari bisnis ke bisnis. Sehingga tidak murni menghimpun dana kemudian disalurkan kepada tujuan," paparnya.
"Tetapi sebenarnya dikelola dahulu sehingga terdapat keuntungan di dalamnya," sambung Ivan.
Sebagai contoh, kata Ivan, PPATK menemukan bukti transaksi keuangan dengan entitas perusahaan luar senilai Rp30 miliar. Namun setelah ditelusuri, PPATK menemukan perusahaan itu merupakan milik salah satu pendiri ACT.
Kendati demikian, Ivan tidak menjelaskan secara rinci siapa pendiri lembaga filantropi yang dimaksud. "Kami menemukan ada transaksi lebih dari dua tahun senilai Rp30 miliar yang ternyata transaksi itu berputar antara pemilik perusahaan yang notabene juga salah satu pendiri yayasan ACT," pungkasnya.
Seperti diketahui, pemerintah akan memeriksa lembaga-lembaga donasi sejenis ACT. Ini dilakukan demi lebih menjamin kegiatan pengumpulan dana masyarakat tidak disalahgunakan seperti ACT.
"Pemerintah responsif terhadap hal-hal yang sudah meresahkan masyarakat dan selanjutnya akan melakukan penyisiran terhadap izin-izin yang telah diberikan kepada yayasan lain," kata Menko PMK Muhadjir Effendy yang bertindak sebagai Menteri Sosial Ad Interim dikutip dalam keterangan resminya, Rabu (6/7/2022).
(kri)
tulis komentar anda