Mewujudkan Kepastian Baru dengan Protokol Kesehatan
Kamis, 25 Juni 2020 - 08:00 WIB
Ketika durasi pandemi global covid-19 belum bisa dihitung, pertanyaan yang selalu muncul di benak semua orang adalah mau berapa lama penguncian atau PSBB diberlakukan? Semakin lama penguncian atau PSBB diberlakukan, berarti semakin lama pula pabrik-pabrik tidak berproduksi, pengerjaan proyek-proyek belum bisa dilanjutkan, pusat belanja atau mal tutup, destinasi wisata belum bisa dibuka, maskapai penerbangan tidak operasional, dan akan semakin banyak orang yang kehilangan pekerjaan serta sumber penghasilan.
Dalam skala lebih besar, gambarannya adalah ekonomi yang tumbuh negatif, karena baik konsumsi masyarakat, ekspor dan investasi praktis tidak kontributif bagi pertumbuhan itu sendiri. Ketika ekonomi tumbuh negatif dalam dua atau tiga kuartal berturut-turut, itulah resesi.
Membalik Keadaan
Sejumlah negara yang dikenal sebagai kekuatan utama ekonomi dunia telah tumbuh negatif pada kuartal pertama 2020. Hampir dapat dipastikan bahwa negara-negara itu, seperti Amerika Serikat (AS), Tiongkok dan Uni Eropa, juga masih akan tumbuh negatif pada kuartal II 2020. Indonesia masih bisa tumbuh positif, 2,97 persen per kuartal pertama. Tetapi diperkirakan tumbuh negatif 3,1 persen di kuartal II 2020, karena sejumlah pusat pertumbuhan mulai menerapkan PSBB sejak pekan kedua April 2020.
Semua orang akhirnya harus sampai pada satu kesimpulan bahwa badai pandemi Covid-19 bisa menjadi perangkap yang mengancam kehidupan. Praktis dalam enam bulan terakhir, hampir semua orang di berbagai belahan bumi harus menjalani hidup dengan rasa takut. Semua yang sebelumnya bagus atau indah, kini hilang atau berubah menjadi buruk. Bahkan semua orang nyaris tidak produktif. Karena ketidakpastian yang durasinya belum bisa dihitung, banyak orang menjadi ragu atau takut berinisiatif.
Situasi seperti sekarang tentu saja tak bisa dibiarkan berlarut-larut. Harus ada keberanian dan upaya untuk membalik keadaan atau ketidakpastian itu. Karenanya, lahirlah gagasan atau inisiatif new normal atau pola hidup baru. Secara sederhana, new normal bisa dipahami sebagai menerapkan pola hidup baru yang sedikit berbeda dengan pola hidup sebelum terjadinya pandemi Covid-19. Beda pola hidup itu kemudian diatur dengan protokol kesehatan di semua ruang publik. Misalnya menghindari jabat tangan dan berpelukan, selalu menjaga jarak, menggunakan masker, rajin cuci tangan dari air yang mengalir, hingga tidak berkerumun.
Ketika kurva jumlah pasien Covid-19 menurun sepanjang era pola hidup baru, penurunan itu otomatis menjadi benih kepastian baru. Di mata investor atau pelaku pasar, citra Indonesia pun positif, sehingga ada keberanian untuk memulai lagi semua kegiatan produksi di pabrik. Para pebisnis tidak takut untuk berinisiatif. Kendati ekspor masih akan sulit tumbuh, pemulihan kegiatan ekonomi di dalam negeri akan menggerakan permintaan atau konsumsi masyarakat.
Protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19 hendaknya dipahami sebagai upaya bersama mewujudkan kepastian baru. Sebab, dengan menerapkan protokol kesehatan sepanjang era pola hidup baru, kepatuhan mutlak itu menjadi landasan bagi terwujudnya kepastian baru. Sehingga tersedia jalan keluar dari resesi ekonomi.
Sebaliknya, ketidakpatuhan pada protokol kesehatan hanya akan mengakibatkan durasi ketidakpastian sekarang ini menjadi berkepajangan. Ketidakpastian akan menyulitkan upaya pemulihan ekonomi. Marilah kita semua patuh dan menerapkan protokol kesehatan. (*)
Dalam skala lebih besar, gambarannya adalah ekonomi yang tumbuh negatif, karena baik konsumsi masyarakat, ekspor dan investasi praktis tidak kontributif bagi pertumbuhan itu sendiri. Ketika ekonomi tumbuh negatif dalam dua atau tiga kuartal berturut-turut, itulah resesi.
Membalik Keadaan
Sejumlah negara yang dikenal sebagai kekuatan utama ekonomi dunia telah tumbuh negatif pada kuartal pertama 2020. Hampir dapat dipastikan bahwa negara-negara itu, seperti Amerika Serikat (AS), Tiongkok dan Uni Eropa, juga masih akan tumbuh negatif pada kuartal II 2020. Indonesia masih bisa tumbuh positif, 2,97 persen per kuartal pertama. Tetapi diperkirakan tumbuh negatif 3,1 persen di kuartal II 2020, karena sejumlah pusat pertumbuhan mulai menerapkan PSBB sejak pekan kedua April 2020.
Semua orang akhirnya harus sampai pada satu kesimpulan bahwa badai pandemi Covid-19 bisa menjadi perangkap yang mengancam kehidupan. Praktis dalam enam bulan terakhir, hampir semua orang di berbagai belahan bumi harus menjalani hidup dengan rasa takut. Semua yang sebelumnya bagus atau indah, kini hilang atau berubah menjadi buruk. Bahkan semua orang nyaris tidak produktif. Karena ketidakpastian yang durasinya belum bisa dihitung, banyak orang menjadi ragu atau takut berinisiatif.
Situasi seperti sekarang tentu saja tak bisa dibiarkan berlarut-larut. Harus ada keberanian dan upaya untuk membalik keadaan atau ketidakpastian itu. Karenanya, lahirlah gagasan atau inisiatif new normal atau pola hidup baru. Secara sederhana, new normal bisa dipahami sebagai menerapkan pola hidup baru yang sedikit berbeda dengan pola hidup sebelum terjadinya pandemi Covid-19. Beda pola hidup itu kemudian diatur dengan protokol kesehatan di semua ruang publik. Misalnya menghindari jabat tangan dan berpelukan, selalu menjaga jarak, menggunakan masker, rajin cuci tangan dari air yang mengalir, hingga tidak berkerumun.
Ketika kurva jumlah pasien Covid-19 menurun sepanjang era pola hidup baru, penurunan itu otomatis menjadi benih kepastian baru. Di mata investor atau pelaku pasar, citra Indonesia pun positif, sehingga ada keberanian untuk memulai lagi semua kegiatan produksi di pabrik. Para pebisnis tidak takut untuk berinisiatif. Kendati ekspor masih akan sulit tumbuh, pemulihan kegiatan ekonomi di dalam negeri akan menggerakan permintaan atau konsumsi masyarakat.
Protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19 hendaknya dipahami sebagai upaya bersama mewujudkan kepastian baru. Sebab, dengan menerapkan protokol kesehatan sepanjang era pola hidup baru, kepatuhan mutlak itu menjadi landasan bagi terwujudnya kepastian baru. Sehingga tersedia jalan keluar dari resesi ekonomi.
Sebaliknya, ketidakpatuhan pada protokol kesehatan hanya akan mengakibatkan durasi ketidakpastian sekarang ini menjadi berkepajangan. Ketidakpastian akan menyulitkan upaya pemulihan ekonomi. Marilah kita semua patuh dan menerapkan protokol kesehatan. (*)
(ras)
tulis komentar anda