Rapid Test Harus Bayar, MPR Minta Pemerintah Berikan Subsidi
Rabu, 24 Juni 2020 - 16:11 WIB
JAKARTA - Kewajiban melakukan rapid test sebagai upaya deteksi dini virus Corona (Covid-19) seperti di bandara atau ketika hendak rawat inap dinilai sangat memberatkan masyarakat. Sebab, untuk melakukan rapid test masyarakat harus membayar dengan biaya yang tidak sedikit, berkisar Rp400.000 bahkan lebih.
Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid meminta Gugus Tugas Kementerian Kesehatan atau lembaga yang bertanggung jawab dalam penanganan Covid-19 agar membuat terobosan yang tidak memberatkan masyarakat. Misalnya dengan memberikan subsidi biaya rapid test. (Baca juga: Kasus Positif Meningkat, Jokowi: Ancaman Covid Belum Berakhir)
"Kondisi masyarakat sudah berat, jangan dipersulit lagi. Kemarin masyarakat dibagikan sembako, tapi sekarang disuruh bayar rapid test, itu sama saja pengeluarannya, sama dengan gak ada yang dibantu," ujar Jazilul Fawaid di sela acara halal bihalal di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (24/6/2020).
Politikus PKB ini meminta pemerintah untuk menghitung kembali skema rapid test. Apalagi, saat ini sudah ditemukan produk dalam negeri sehingga seharusnya biayanya bisa lebih murah. "Itu juga harus disosialisasikan kepada masyarakat dan juga petugas di lapangan agar mengetahui betul ini orang mampu atau tidak untuk melakukan rapid test," paparnya. (Baca juga: Data Corona 24 Juni 2020: 49.009 Positif, 19.658 Sembuh, dan 2.573 Meninggal)
Ditegaskan Jazilul, saat ini kondisi masyarakat serba kesulitan akibat pandemi Covid-19 yang memberikan dampak serius pada persoalan ekonomi masyarakat sehingga harus dibuat kebijakan yang meringankan. "Intinya dalam keadaan yang sulit ini, masyarakat jangan ditambah sulit. Kelihatannya mau dibantu sembako, tetapi disuruh bayar rapid test ya kata orang Jawa 'sami mawon'," tuturnya.
Apalagi masa berlaku rapid test yang hanya tiga hari. Bagi masyarakat yang kurang mampu, kata Jazilul, dana untuk rapid test bisa digunakan untuk belanja setengah bulan. "Tapi ini hanya untuk belanja tiga hari untuk rapid test, ini kan rugi. Jadi harus dibuat skema dan pemerintah memberikan sosialisasi, mana yang harus dilakukan rapid test. Dan itu harganya distandardisasi, beri yang termudah. Kalau nggak, disubsidi," katanya.
Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid meminta Gugus Tugas Kementerian Kesehatan atau lembaga yang bertanggung jawab dalam penanganan Covid-19 agar membuat terobosan yang tidak memberatkan masyarakat. Misalnya dengan memberikan subsidi biaya rapid test. (Baca juga: Kasus Positif Meningkat, Jokowi: Ancaman Covid Belum Berakhir)
"Kondisi masyarakat sudah berat, jangan dipersulit lagi. Kemarin masyarakat dibagikan sembako, tapi sekarang disuruh bayar rapid test, itu sama saja pengeluarannya, sama dengan gak ada yang dibantu," ujar Jazilul Fawaid di sela acara halal bihalal di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (24/6/2020).
Politikus PKB ini meminta pemerintah untuk menghitung kembali skema rapid test. Apalagi, saat ini sudah ditemukan produk dalam negeri sehingga seharusnya biayanya bisa lebih murah. "Itu juga harus disosialisasikan kepada masyarakat dan juga petugas di lapangan agar mengetahui betul ini orang mampu atau tidak untuk melakukan rapid test," paparnya. (Baca juga: Data Corona 24 Juni 2020: 49.009 Positif, 19.658 Sembuh, dan 2.573 Meninggal)
Ditegaskan Jazilul, saat ini kondisi masyarakat serba kesulitan akibat pandemi Covid-19 yang memberikan dampak serius pada persoalan ekonomi masyarakat sehingga harus dibuat kebijakan yang meringankan. "Intinya dalam keadaan yang sulit ini, masyarakat jangan ditambah sulit. Kelihatannya mau dibantu sembako, tetapi disuruh bayar rapid test ya kata orang Jawa 'sami mawon'," tuturnya.
Apalagi masa berlaku rapid test yang hanya tiga hari. Bagi masyarakat yang kurang mampu, kata Jazilul, dana untuk rapid test bisa digunakan untuk belanja setengah bulan. "Tapi ini hanya untuk belanja tiga hari untuk rapid test, ini kan rugi. Jadi harus dibuat skema dan pemerintah memberikan sosialisasi, mana yang harus dilakukan rapid test. Dan itu harganya distandardisasi, beri yang termudah. Kalau nggak, disubsidi," katanya.
(cip)
tulis komentar anda