UI Siap Produksi 300 Ventilator untuk Penanganan Corona
Rabu, 24 Juni 2020 - 14:17 WIB
JAKARTA - Universitas Indonesia (UI) siap memproduksi sebanyak 300 unit ventilator bernama Covent-20 hasil temuan dua Fakultas Teknik dan Kedokteran selama tiga bulan untuk penanganan virus Corona (Covid-19) di Tanah Air.
"Kami menyerahkan secara simbolis ventilator kepada Kepala Gugus Tugas untuk disumbangkan kepada rumah sakit-rumah sakit yang ada di Indonesia. Rencananya produksinya nanti akan mencapai 300 unit. Dan akan diberikan pada rumah sakit-rumah sakit dengan basis donasi," kata Rektor Universitas Indonesia, Ari Kuncoro di di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Graha BNPB Jakarta, Rabu (24/6/2020).
(Baca juga: Terus Bertambah, 724 WNI di Luar Negeri Sembuh dari Covid-19)
Ari mengatakan, ventilator ini merupakan suatu model baru dari pengolahan Universitas yang melibatkan 2 Fakultas multidisiplin yaitu Fakultas Teknik dan Fakultas Kedokteran. "Ini adalah suatu kesempatan kepada kami ya, karena masalah-masalah di dunia ini menjadi sangat dinamis. Sehingga tidak bisa diselesaikan hanya dengan satu disiplin," ucapnya.
Dia menjelaskan, ventilator Covent-20 ini adalah hasil dari suatu proses dari konsep kemudian purwarupa menjadi prototype kemudian dilakukan pengujian klinis dan sampai kepada pengujian kelayakan produksi.
"Jadi dari hulu ke hilir, ini adalah suatu proses yang menarik karena baginya seharusnya Universitas melakukan penelitian. Mulai dari konsep sampai dengan akhirnya hilirisasi produk," jelas Ari. (Baca juga: Biaya Tes Covid-19 Dikeluhkan Masyarakat, Ini Solusinya)
Tapi yang menarik juga, ventilator ini kata Ari adalah adanya keterlibatan pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Riset dan Teknologi, untuk melakukan pendanaan. Jadi, kata Ari ini adalah suatu model yang sebenarnya di negara lain sudah sering dilakukan yaitu pendanaan penelitian sampai hilirisasi ada keterlibatan dari lembaga luar, dalam hal ini dengan pemerintah.
"Karena kalau riset itu hanya dibiayai oleh Universitas itu sekarang dalam terminologi peringkat universitas itu nilainya tidak terlalu besar. Dan juga ada semangat kolaborasi yang seperti kita ketahui ini adalah kolaborasi berasal dari fakultas teknik dan fakultas kedokteran," kata Ari.
Hasil pembuatan ventilator ini, kata Ari, sebenarnya telah memenuhi model triple helix yakni ada pemerintah, ada academy, kemudian juga ada industri. "Adanya crowdfunding, kalau bahasa Indonesia itu saweran itu adalah bagaimana kesiapan kesetiakawanan sosial itu bisa menghimpun dana untuk suatu proyek yang sebelumnya memang tidak pernah ada," tuturnya.
Ari mengatakan, model triple helix ini suatu model baru yang bisa digunakan juga untuk masa depan, untuk proyek-proyek berikutnya yang mempunyai sifat seperti Covid ini yaitu multidimensi.
"Bagi kami ini adalah suatu pengalaman baru dan ini akan kami publikasi. Jadi ini yang disebut sebagai model pentahelix jadi masyarakat disini diwakili oleh BNPB membutuhkan ventilator dan juga ada media, karena semua prestasi itu harus dicatat dan untuk menjadikan inspirasi bagi kita semua," jelas Ari.
"Kami menyerahkan secara simbolis ventilator kepada Kepala Gugus Tugas untuk disumbangkan kepada rumah sakit-rumah sakit yang ada di Indonesia. Rencananya produksinya nanti akan mencapai 300 unit. Dan akan diberikan pada rumah sakit-rumah sakit dengan basis donasi," kata Rektor Universitas Indonesia, Ari Kuncoro di di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Graha BNPB Jakarta, Rabu (24/6/2020).
(Baca juga: Terus Bertambah, 724 WNI di Luar Negeri Sembuh dari Covid-19)
Ari mengatakan, ventilator ini merupakan suatu model baru dari pengolahan Universitas yang melibatkan 2 Fakultas multidisiplin yaitu Fakultas Teknik dan Fakultas Kedokteran. "Ini adalah suatu kesempatan kepada kami ya, karena masalah-masalah di dunia ini menjadi sangat dinamis. Sehingga tidak bisa diselesaikan hanya dengan satu disiplin," ucapnya.
Dia menjelaskan, ventilator Covent-20 ini adalah hasil dari suatu proses dari konsep kemudian purwarupa menjadi prototype kemudian dilakukan pengujian klinis dan sampai kepada pengujian kelayakan produksi.
"Jadi dari hulu ke hilir, ini adalah suatu proses yang menarik karena baginya seharusnya Universitas melakukan penelitian. Mulai dari konsep sampai dengan akhirnya hilirisasi produk," jelas Ari. (Baca juga: Biaya Tes Covid-19 Dikeluhkan Masyarakat, Ini Solusinya)
Tapi yang menarik juga, ventilator ini kata Ari adalah adanya keterlibatan pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Riset dan Teknologi, untuk melakukan pendanaan. Jadi, kata Ari ini adalah suatu model yang sebenarnya di negara lain sudah sering dilakukan yaitu pendanaan penelitian sampai hilirisasi ada keterlibatan dari lembaga luar, dalam hal ini dengan pemerintah.
"Karena kalau riset itu hanya dibiayai oleh Universitas itu sekarang dalam terminologi peringkat universitas itu nilainya tidak terlalu besar. Dan juga ada semangat kolaborasi yang seperti kita ketahui ini adalah kolaborasi berasal dari fakultas teknik dan fakultas kedokteran," kata Ari.
Hasil pembuatan ventilator ini, kata Ari, sebenarnya telah memenuhi model triple helix yakni ada pemerintah, ada academy, kemudian juga ada industri. "Adanya crowdfunding, kalau bahasa Indonesia itu saweran itu adalah bagaimana kesiapan kesetiakawanan sosial itu bisa menghimpun dana untuk suatu proyek yang sebelumnya memang tidak pernah ada," tuturnya.
Ari mengatakan, model triple helix ini suatu model baru yang bisa digunakan juga untuk masa depan, untuk proyek-proyek berikutnya yang mempunyai sifat seperti Covid ini yaitu multidimensi.
"Bagi kami ini adalah suatu pengalaman baru dan ini akan kami publikasi. Jadi ini yang disebut sebagai model pentahelix jadi masyarakat disini diwakili oleh BNPB membutuhkan ventilator dan juga ada media, karena semua prestasi itu harus dicatat dan untuk menjadikan inspirasi bagi kita semua," jelas Ari.
(maf)
tulis komentar anda