Catatan Penting 30 Tahun Persahabatan Indonesia-Ukraina
Selasa, 14 Juni 2022 - 15:45 WIB
Mira Permatasari
Direktur The Yudhoyono Institute
PADA 10 Juni 2022 yang lalu, atas undangan sahabat saya, Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin, saya hadir dalam peringatan persahabatan dan hubungan diplomatik Indonesia dan Ukraina. Peringatan hubungan diplomatik antara dua negara ini seyogianya dirayakan pada setiap 11 Juni sejak 1992. Pada acara peringatan tersebut, saya mendengarkan dengan seksama pidato Dubes Vasyl tentang betapa pentingnya hubungan dua negara meski di tengah ketidakpastian yang tengah dilanda bangsa Ukraina.
Rasa haru meliputi perasaan seluruh undangan yang hadir, khususnya warga Indonesia, di mana Dubes Vasyl membacakan pidatonya berlembar-lembar dengan bahasa Indonesia di hari penting dan bersejarah bagi hubungan dua negara ini. Sebagai warga Indonesia, tentu gestur Dubes Vasyl patut untuk diapresiasi. Berkali-kali dalam pidatonya ia menekankan kata “family” yang ia rasakan tentang betapa tersentuhnya ia melihat banyak dari kami (warga Indonesia yang diundang) untuk menyuarakan kebenaran dari apa yang terjadi dalam krisis Ukraina-Rusia.
Meski kita pun menyadari bahwa tidak banyak warga Indonesia yang terliterasi dengan baik duduk permasalahan yang sebenarnya terjadi antara Ukraina dan Rusia. Sentimen pro-Rusia marak terjadi, disinformasi media sosial dan ketidakpercayaan warga Indonesia akan media-media Barat masih menjadi tantangan tersendiri dalam memahami krisis Ukraina-Rusia secara berimbang. Untuk itu, tidak berlebihan rasanya saya menuangkan pemikiran ini untuk bisa sedikit berkontribusi pada hubungan diplomatik yang telah dibangun 30 tahun lamanya oleh bangsa Indonesia dan bangsa Ukraina.
Masih lekat dalam ingatan saya, jawaban Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky atas pertanyaan diplomat senior Dino Patti Djalal yang disampaikan langsung kepada masyarakat Indonesia melalui live streaming pada 27 Mei 2022 yang lalu. Ketika ditanya apa yang menjadi bottom line dari perjuangan bangsa Ukraina dalam menghadapi invasi dari Rusia, Presiden Zelensky menjawab bahwa bottom line-nya kurang lebih sama dengan bangsa Indonesia ketika memperjuangkan kemerdekaan bangsa. Bahwa Ukraina adalah sebuah negara berdaulat (sovereign state), dan rakyat Ukraina hanya ingin apa yang mereka miliki bisa kembali, dan bisa hidup di tanah airnya dengan damai.
Jawaban itu hampir pasti disetujui oleh bangsa Indonesia, dan bangsa manapun di dunia ini. Tidak ada satu negara berdaulat yang mau negaranya direcoki, diintervensi, dan diokupasi oleh negara lain. Bahwa negara-negara di dunia haruslah menghormati kedaulatan negara lainnya, dan hidup berdampingan secara damai.
Penghormatan atas kedaulatan negara tersebut sesungguhnya merupakan buah dari Perjanjian Westphalia pada 1648. Bagaimana secarik kertas dari Perjanjian Westphalia yang menghasilkan Westphalian Sovereignty (Kedaulatan Westphalia) berhasil menghentikan perang berdarah 30 tahun di wilayah Eropa. Inilah yang menjadi dasar pemikiran konsep sebuah negara-bangsa yang dianut oleh bangsa-bangsa di dunia. Kedaulatan negara-bangsa menjadi fundamental, hakiki, dan asasi yang dimiliki bangsa yang berdaulat. Kedaulatan adalah buah dari pilihan sebuah bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri tanpa didikte oleh negara lain.
Tidak terpikirkan sebelumnya bahwa krisis yang dihadapi Ukraina saat ini bisa terjadi di tanah Eropa, di era modern, dan di abad ke-21 seperti sekarang. Kedaulatan negara-bangsa yang disepakati 374 tahun yang lalu di Eropa menjadi seolah tidak lagi dianggap. Padahal, inilah yang mendasari konsep negara berdaulat dan tatanan hukum internasional yang mengatur dunia.
Direktur The Yudhoyono Institute
PADA 10 Juni 2022 yang lalu, atas undangan sahabat saya, Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin, saya hadir dalam peringatan persahabatan dan hubungan diplomatik Indonesia dan Ukraina. Peringatan hubungan diplomatik antara dua negara ini seyogianya dirayakan pada setiap 11 Juni sejak 1992. Pada acara peringatan tersebut, saya mendengarkan dengan seksama pidato Dubes Vasyl tentang betapa pentingnya hubungan dua negara meski di tengah ketidakpastian yang tengah dilanda bangsa Ukraina.
Rasa haru meliputi perasaan seluruh undangan yang hadir, khususnya warga Indonesia, di mana Dubes Vasyl membacakan pidatonya berlembar-lembar dengan bahasa Indonesia di hari penting dan bersejarah bagi hubungan dua negara ini. Sebagai warga Indonesia, tentu gestur Dubes Vasyl patut untuk diapresiasi. Berkali-kali dalam pidatonya ia menekankan kata “family” yang ia rasakan tentang betapa tersentuhnya ia melihat banyak dari kami (warga Indonesia yang diundang) untuk menyuarakan kebenaran dari apa yang terjadi dalam krisis Ukraina-Rusia.
Meski kita pun menyadari bahwa tidak banyak warga Indonesia yang terliterasi dengan baik duduk permasalahan yang sebenarnya terjadi antara Ukraina dan Rusia. Sentimen pro-Rusia marak terjadi, disinformasi media sosial dan ketidakpercayaan warga Indonesia akan media-media Barat masih menjadi tantangan tersendiri dalam memahami krisis Ukraina-Rusia secara berimbang. Untuk itu, tidak berlebihan rasanya saya menuangkan pemikiran ini untuk bisa sedikit berkontribusi pada hubungan diplomatik yang telah dibangun 30 tahun lamanya oleh bangsa Indonesia dan bangsa Ukraina.
Masih lekat dalam ingatan saya, jawaban Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky atas pertanyaan diplomat senior Dino Patti Djalal yang disampaikan langsung kepada masyarakat Indonesia melalui live streaming pada 27 Mei 2022 yang lalu. Ketika ditanya apa yang menjadi bottom line dari perjuangan bangsa Ukraina dalam menghadapi invasi dari Rusia, Presiden Zelensky menjawab bahwa bottom line-nya kurang lebih sama dengan bangsa Indonesia ketika memperjuangkan kemerdekaan bangsa. Bahwa Ukraina adalah sebuah negara berdaulat (sovereign state), dan rakyat Ukraina hanya ingin apa yang mereka miliki bisa kembali, dan bisa hidup di tanah airnya dengan damai.
Jawaban itu hampir pasti disetujui oleh bangsa Indonesia, dan bangsa manapun di dunia ini. Tidak ada satu negara berdaulat yang mau negaranya direcoki, diintervensi, dan diokupasi oleh negara lain. Bahwa negara-negara di dunia haruslah menghormati kedaulatan negara lainnya, dan hidup berdampingan secara damai.
Penghormatan atas kedaulatan negara tersebut sesungguhnya merupakan buah dari Perjanjian Westphalia pada 1648. Bagaimana secarik kertas dari Perjanjian Westphalia yang menghasilkan Westphalian Sovereignty (Kedaulatan Westphalia) berhasil menghentikan perang berdarah 30 tahun di wilayah Eropa. Inilah yang menjadi dasar pemikiran konsep sebuah negara-bangsa yang dianut oleh bangsa-bangsa di dunia. Kedaulatan negara-bangsa menjadi fundamental, hakiki, dan asasi yang dimiliki bangsa yang berdaulat. Kedaulatan adalah buah dari pilihan sebuah bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri tanpa didikte oleh negara lain.
Tidak terpikirkan sebelumnya bahwa krisis yang dihadapi Ukraina saat ini bisa terjadi di tanah Eropa, di era modern, dan di abad ke-21 seperti sekarang. Kedaulatan negara-bangsa yang disepakati 374 tahun yang lalu di Eropa menjadi seolah tidak lagi dianggap. Padahal, inilah yang mendasari konsep negara berdaulat dan tatanan hukum internasional yang mengatur dunia.
tulis komentar anda