Partai Buruh Laporkan KPU ke Bawaslu, Ini Alasannya
Senin, 13 Juni 2022 - 06:44 WIB
JAKARTA - Partai Buruh hari ini berencana mendatangi Bawaslu. Selain untuk bersilaturahim, Partai Buruh juga akan melaporkan dugaan pelanggaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Bawaslu. Menurut Kepala Badan Pengkajian Strategis Kepesertaan dan Pemenangan (BPSKP) Partai Buruh Said Salahudin, setidaknya tiga pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh KPU.
"Pertama, pelanggaran terkait persyaratan anggota partai yang secara substansi diharuskan bertempat tinggal sesuai dengan alamat yang tercantum pada KTP elektronik. Substansi aturan ini termuat dalam draf Peraturan KPU tentang pendaftaran dan verifikasi," kata Said dalam keterangannya, Senin (13/6/2022).
Dengan merujuk pada aturan tersebut, Said mencontohkan, buruh pabrik asal Kabupaten Sumenep Jawa Timur yang bekerja di Kabupaten Tangerang Banten, dia hanya boleh terdaftar sebagai anggota di kepengurusan Partai Buruh Kabupaten Sumenep.
Jika ia mendaftar sebagai anggota Partai Buruh Kabupaten Tangerang yang menjadi tempat domisilinya, status keanggotaannya berpotensi menuai masalah pada saat pelaksanaan verifikasi faktual dan statusnya sebagai anggota Partai Buruh berpotensi dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) oleh KPU.
"Nah, aturan yang semacam itu jelas pelanggaran terhadap hak konstitusional dan hak asasi manusia karena bertentangan dengan UUD 1945 dan Kovenan internasional tentang hak sipil dan politik," ujarnya.
Kedua, Said melanjutkan, terkait masa kampanye yang sudah dinyatakan KPU hanya akan berlangsung selama 75 hari. Aturan ini jelas menyimpang dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu.
Padahal, kata dia, konstruksi UU Pemilu mendesain masa kampanye paling sedikit 7 bulan dan bahkan bisa dibuat sampai dengan sembilan bulan.
Said menilai bahwa KPU telah salah kaprah mendefinisikan kampanye. Padahal, kampanye sesungguhnya adalah hak rakyat untuk mengetahui visi, misi, dan program partai politik. Sehingga seharusnya kampanye dipandang sebagai kepentingan pemilih untuk pendidikan politik, bukan peserta pemilu semata.
"Pertama, pelanggaran terkait persyaratan anggota partai yang secara substansi diharuskan bertempat tinggal sesuai dengan alamat yang tercantum pada KTP elektronik. Substansi aturan ini termuat dalam draf Peraturan KPU tentang pendaftaran dan verifikasi," kata Said dalam keterangannya, Senin (13/6/2022).
Dengan merujuk pada aturan tersebut, Said mencontohkan, buruh pabrik asal Kabupaten Sumenep Jawa Timur yang bekerja di Kabupaten Tangerang Banten, dia hanya boleh terdaftar sebagai anggota di kepengurusan Partai Buruh Kabupaten Sumenep.
Jika ia mendaftar sebagai anggota Partai Buruh Kabupaten Tangerang yang menjadi tempat domisilinya, status keanggotaannya berpotensi menuai masalah pada saat pelaksanaan verifikasi faktual dan statusnya sebagai anggota Partai Buruh berpotensi dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) oleh KPU.
"Nah, aturan yang semacam itu jelas pelanggaran terhadap hak konstitusional dan hak asasi manusia karena bertentangan dengan UUD 1945 dan Kovenan internasional tentang hak sipil dan politik," ujarnya.
Kedua, Said melanjutkan, terkait masa kampanye yang sudah dinyatakan KPU hanya akan berlangsung selama 75 hari. Aturan ini jelas menyimpang dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu.
Padahal, kata dia, konstruksi UU Pemilu mendesain masa kampanye paling sedikit 7 bulan dan bahkan bisa dibuat sampai dengan sembilan bulan.
Said menilai bahwa KPU telah salah kaprah mendefinisikan kampanye. Padahal, kampanye sesungguhnya adalah hak rakyat untuk mengetahui visi, misi, dan program partai politik. Sehingga seharusnya kampanye dipandang sebagai kepentingan pemilih untuk pendidikan politik, bukan peserta pemilu semata.
tulis komentar anda