Tapera Untuk Siapa?

Selasa, 23 Juni 2020 - 18:09 WIB
Jabaran konstitusi terkait kewajiban negara dijabarkan dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No.1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan permukiman, dijabarkan bahwa negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan perumahan dan Kawasan permukiman yang pembinaannya dilakukan oleh pemerintah dan, Pasal 19 ayat (1) Undang-UndangNo. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan permukiman yang berorientasi pada pemerataan kesejahteraan masyarakat. Kini Peraturan Pemerintah (PP) No. 25/2020 sejatinya merupakan bentuk pelaksanaan dari Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 19 ayat (1) Undang-UndangNo. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan permukiman.

Jadi perlu digaris bawahi sebenarnya secara filosofis bahwa semangat dan tujuan Peraturan Pemerintah (PP) No. 25/2020 adalah berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. Hal ini diperkuat fakta bahwa pada tahun 2019 lembaga survei rumah 123 merilis hasil surveynya yang juga dimuat di sejumlah koran nasional, dalam survey tersebut menyatakan bahwa 45 persen dari seluruh penduduk di Jawa dan Bali termasuk Jabodetabek tidak mampu membeli perumahan karena faktor harga dan sisanya tinggal di rumah warisan. Fakta ini semakin menunjukkan bahwa Peraturan Pemerintah (PP) No. 25/2020 adalah berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.

Hanya saja, semangat yang baik ini kini terhalang oleh kondisi sosiologis (empiris), utamanya kondisi para pekerja. Sebagaimana telah diuraikan di bagian awal bahwa kondisi tingginya angka PHK dan pengangguran serta penyesuaian remunerasi (cenderung menurun) membuat PP Tapera saat ini bertentangan dengan tujuan awalnya yakni pemerataan kesejahteraan pemilikan hunian layak. Dalam situasi saat ini potongan dalam PP Tapera akan memberatkan kondisi pekerja itu sendiri, karena idealnya tapera dilaksanakan dalam kondisi angka PHK dan tingkat pengangguran yang rendah serta adanya remunerasi tenaga kerja yang baik sehingga tapera yang sifatnya investasi tidak mengganggu kondisi perekonomian tenaga kerja.

Artinya, saat ini penting bagi pemerintah untuk membenahi fondasi dari pelaksanaan tapera itu sendiri. PHK menjadi faktor yang penting untuk dikurangi serta percepatan penyerapan tenaga kerja akan sangat membantu efektifitas pelaksanaan tapera itu sendiri. Faktor lainnya adalah percepatan pemulihan perekonomian sehingga dapat dibarengi dengan upaya perbaikan remunerasi dari tenaga kerja. Jika pemulihan perekonomian dan penyerapan tenaga kerja telah berlangsung secara efektif maka PP Tapera dapat dikatakan sebagai instrumen hukum untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.

Terakhir, secara yuridis instrumen hukum akan dapat berlaku efektif jika tidak mengandung cacat hukum. Jika mencermati PP Tapera tersebut masih perlu dilengkapi banyak aturan pelaksanaan guna menjamin terlaksananya hak masyarakat yang telah menyetorkan dananya dan juga untuk memastikan tanggung jawab pemerintah yang telah menerima dana dari masyarakat sehingga nantinya PP Tapera tidak merugikan masyarakat.

Dalam hal ini perlu dipastikan bahwa penghimpunan dana dari masyarakat baru dapat dimulai setelah semua instrument hukum aturan pelaksanaan sudah siap. Dengan menimbang pada seluruh aspek maka dapat dikatakan bahwa tapera bersifat positif bagi masyarakat pekerja, hanya saja momentum peluncuran PP Tapera terkendala lesunya perekonomian. (*)
(ras)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More