Ada 68.000 Kasus, Waspadai Wabah DBD di Tengah Pandemi Covid-19
Selasa, 23 Juni 2020 - 07:02 WIB
Meskipun DBD dan Covid-19 penyebarannya sama-sama berasal dari virus. Namun, Karyanti mengatakan virus DBD ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti yang disertai dengan keluhan yang berbeda. “Untuk kasus DBD perjalannya memang satu minggu penyebabnya virusnya,” katanya .
Masyarakat harus cermat dan mengetahui bahwa gejala DBD dan Covid-19 berbeda. “Tidak seperti Covid yang lebih ke sistem pernapasan atas. DBD lebih mengarah ke demam dan perdarahan kulit. Juga mimisan, gusi berdarah atau memar itu harus diwaspadai,” tegasnya. (Baca juga: Jumlah Polisi di Rembang yang Positif Covid-19 Bertambah)
Selain itu, DBD biasanya keluhannya demam tinggi mendadak kadang disertai dengan muka merah dan nyeri kepala, nyeri di belakang mata, muntah-muntah dan bisa disertai dengan perdarahan. “Itu yang tidak ada pada Covid. Perdarahan spontan, mimisan, gusi berdarah atau timbul bintik-bintik merah di kulit,” kata Karyanti.
Karyanti mengatakan ada tujuh tanda penting untuk mengetahui tingkat paling bahaya dari DBD. Di hari ketiga timbul seperti sakit perut, atau perut terasa nyeri, lemas, perdarahan spontan, ada pembesaran hati, ada penumpukan cairan, dan dari pemeriksaan laboratorium biasanya ada peningkatan hematokrit.
“Trombosit yang turun di bawah 100 ribu berarti sudah dalam fase bahaya,” jelasnya. Pada hari ketiga berpotensi terjadi kebocoran dari pembuluh darah. (Lihat videonya: Bertahun-tahun Warga Seberngai Sungai dengan Seutas Kawat Sling)
Kebocoran pembuluh darah ini mengakibatkan aliran darah ke otak berkurang. Sehingga, pasien DBD akan lemas dan tidur terus seharian. Asupan makanan, minuman pun menjadi sulit sehingga penderita mengalami dehidrasi dan tidak buang air kecil lebih dari 46 jam.
“Itu tanda-tanda bahaya yang harus diwaspadai. Jika ada keluarga yang ada timbul gejala sepeti itu segera bawa ke rumah sakit,” jelas Karyanti. (Binti Mufarida)
Masyarakat harus cermat dan mengetahui bahwa gejala DBD dan Covid-19 berbeda. “Tidak seperti Covid yang lebih ke sistem pernapasan atas. DBD lebih mengarah ke demam dan perdarahan kulit. Juga mimisan, gusi berdarah atau memar itu harus diwaspadai,” tegasnya. (Baca juga: Jumlah Polisi di Rembang yang Positif Covid-19 Bertambah)
Selain itu, DBD biasanya keluhannya demam tinggi mendadak kadang disertai dengan muka merah dan nyeri kepala, nyeri di belakang mata, muntah-muntah dan bisa disertai dengan perdarahan. “Itu yang tidak ada pada Covid. Perdarahan spontan, mimisan, gusi berdarah atau timbul bintik-bintik merah di kulit,” kata Karyanti.
Karyanti mengatakan ada tujuh tanda penting untuk mengetahui tingkat paling bahaya dari DBD. Di hari ketiga timbul seperti sakit perut, atau perut terasa nyeri, lemas, perdarahan spontan, ada pembesaran hati, ada penumpukan cairan, dan dari pemeriksaan laboratorium biasanya ada peningkatan hematokrit.
“Trombosit yang turun di bawah 100 ribu berarti sudah dalam fase bahaya,” jelasnya. Pada hari ketiga berpotensi terjadi kebocoran dari pembuluh darah. (Lihat videonya: Bertahun-tahun Warga Seberngai Sungai dengan Seutas Kawat Sling)
Kebocoran pembuluh darah ini mengakibatkan aliran darah ke otak berkurang. Sehingga, pasien DBD akan lemas dan tidur terus seharian. Asupan makanan, minuman pun menjadi sulit sehingga penderita mengalami dehidrasi dan tidak buang air kecil lebih dari 46 jam.
“Itu tanda-tanda bahaya yang harus diwaspadai. Jika ada keluarga yang ada timbul gejala sepeti itu segera bawa ke rumah sakit,” jelas Karyanti. (Binti Mufarida)
(ysw)
tulis komentar anda