Ada 68.000 Kasus, Waspadai Wabah DBD di Tengah Pandemi Covid-19

Selasa, 23 Juni 2020 - 07:02 WIB
loading...
Ada 68.000 Kasus, Waspadai...
Ilustrasi pasien DBD yang dirawat di bangsal rumah sakit. Foto/SINDOnews/Hasan Kurniawan
A A A
JAKARTA - Ditengah pandemi Covid-19 yang belum berakhir, masyarakat perlu waspada terhadap wabah Demam Berdarah Dengue (DBD) yang mulai menjangkit banyak daerah di Indonesia. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik, Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi mengatakan, kasus DBD hingga 22 Juni 2020 tercatat sebanyak 68.000 kasus.

“Sampai saat ini masih menemukan kasus antara 100 sampai dengan 500 kasus per hari. Total sudah ada 68.000 kasus DBD di seluruh Indonesia,” kata Nadia di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Graha BNPB, Jakarta, kemarin.

Dia mengatakan, angka kematian yang disebabkan oleh DBD mencapai 346 kasus. “Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur merupakan daerah dengan kasus kematian yang tinggi,” ungkapnya.

Dari catatan Kemenkes ada 10 provinsi dengan sebaran kasus DBD tertinggi di Tanah Air. Yakni Jawa Barat 10.594 kasus, Bali 8.930 kasus, NTT 5.432 kasus, Jawa Timur 5.104 kasus, Lampung 4.983 kasus, NTB 3.796 kasus, DKI Jakarta 3.628 kasus, Jawa Tengah 2.846 kasus, Riau 2.143 kasus, dan Sulawesi Selatan 2.100 kasus. (Baca: Arab Saudi Putuskan Ibadah Haji Tahun Ini Tetap Berlangsung)

Nadia mengatakan di tengah pandemi Covid-19 saat ini, ada tantangan untuk pengendalian DBD. Pertama karena kegiatan jumantik atau juru pemantau jentik menjadi tidak optimal karena ada kebijakan social distancing. Kedua, kebijakan untuk beraktivitas di rumah membuat bangunan-bangunan salah satunya hotel yang kurang dihuni sehingga banyak sarang nyamuk.

“Kita melaksanakan kebijakan kerja dan belajar dari rumah otomatis selama tiga bulan yang lalu gedung-gedung banyak sekali yang ditinggal. Termasuk mushola dan tempat-tempat ibadah,” paparnya.

Nadia mengatakan, karena masyarakat banyak berada di rumah, adalah penting untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk di rumah secara mandiri. “Kalau kita lihat di hotel terutama di Bali itu kasus DBD untuk kabupaten/kota adalah 3 terbesar dan NTB juga 3 terbesar," katanya. Hal itu diduga karena sudah terlalu lama aktivitas wisata berhenti. (Baca juga: Ombudsman Ungkap Tiga Faktor Biaya Rapid test Dikeluhkan)

Dia mengatakan pencegahan penularan DBD paling sederhana dilakukan dengan pemberantasan sarang nyamuk yakni Menutup, Menguras, dan Mendaur ulang barang-barang yang sudah tidak digunakan di rumah.

Ahli Infeksi dan Pediatri Tropik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dr. Mulya Rahma Karyanti mengingatkan tujuh tanda bahaya demam berdarah dengue (DBD) di tengah pandemi Covid-19.

Meskipun DBD dan Covid-19 penyebarannya sama-sama berasal dari virus. Namun, Karyanti mengatakan virus DBD ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti yang disertai dengan keluhan yang berbeda. “Untuk kasus DBD perjalannya memang satu minggu penyebabnya virusnya,” katanya .

Masyarakat harus cermat dan mengetahui bahwa gejala DBD dan Covid-19 berbeda. “Tidak seperti Covid yang lebih ke sistem pernapasan atas. DBD lebih mengarah ke demam dan perdarahan kulit. Juga mimisan, gusi berdarah atau memar itu harus diwaspadai,” tegasnya. (Baca juga: Jumlah Polisi di Rembang yang Positif Covid-19 Bertambah)

Selain itu, DBD biasanya keluhannya demam tinggi mendadak kadang disertai dengan muka merah dan nyeri kepala, nyeri di belakang mata, muntah-muntah dan bisa disertai dengan perdarahan. “Itu yang tidak ada pada Covid. Perdarahan spontan, mimisan, gusi berdarah atau timbul bintik-bintik merah di kulit,” kata Karyanti.

Karyanti mengatakan ada tujuh tanda penting untuk mengetahui tingkat paling bahaya dari DBD. Di hari ketiga timbul seperti sakit perut, atau perut terasa nyeri, lemas, perdarahan spontan, ada pembesaran hati, ada penumpukan cairan, dan dari pemeriksaan laboratorium biasanya ada peningkatan hematokrit.

“Trombosit yang turun di bawah 100 ribu berarti sudah dalam fase bahaya,” jelasnya. Pada hari ketiga berpotensi terjadi kebocoran dari pembuluh darah. (Lihat videonya: Bertahun-tahun Warga Seberngai Sungai dengan Seutas Kawat Sling)

Kebocoran pembuluh darah ini mengakibatkan aliran darah ke otak berkurang. Sehingga, pasien DBD akan lemas dan tidur terus seharian. Asupan makanan, minuman pun menjadi sulit sehingga penderita mengalami dehidrasi dan tidak buang air kecil lebih dari 46 jam.

“Itu tanda-tanda bahaya yang harus diwaspadai. Jika ada keluarga yang ada timbul gejala sepeti itu segera bawa ke rumah sakit,” jelas Karyanti. (Binti Mufarida)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1869 seconds (0.1#10.140)