Penyaluran Dana Filantropi di Awal Pandemi Meningkat 23,05%
Minggu, 29 Mei 2022 - 08:31 WIB
Filantropi agama sekali lagi menjadi kontributor terbesar dalam penerima manfaat disusul oleh filantropi perusahaan. Pandemi Covid-19 mendorong inovasi dalam penggalangan dana untuk kegiatan filantropi dengan pemanfaatan teknologi digital.
“Terdapat 55,3% organisasi filantropi yang menggunakan teknologi digital dalam penggalangan dana. Teknologi digital yang paling banyak dimanfaatkan adalah media sosial dan situs web organisasi,” tuturnya.
Pendorong pemanfaatan teknologi digital menurut organisasi filantropi adalah kemudahan untuk meningkatkan keterlibatan publik dan kemampuan untuk membuat data donatur untuk pemetaan dan jejaring pendanaan. “Di lain sisi penggunaan teknologi digital juga menyisakan tantangan yaitu potongan bagi platform crowdfunding, periode penggalangan dana yang terbatas, dan isu yang sangat fokus pada charity,” ungkap Kunto.
Ketua Badan Pengurus Filantropi Indonesia Rizal Algamar menyatakan bahwa latar belakang kajian Outlook Filantropi Indonesia 2022 diharapkan dapat menggambarkan perkembangan filantropi selama tiga tahun terakhir (2018-2020) dan mengetahui dinamika, tantangan, dan capaian-capaian selama tahun tersebut. Adapun laporan riset ini menjadi bahan rujukan untuk melihat dinamika perkembangan filantropi di Indonesia dan akan diterbitkan setiap tahun dalam dua bahasa.
“Perlu menyuarakan prioritas untuk menjadi kunci penguatan filantropi, yakni pemetaan regulasi untuk aksi filantropi, khususnya mengenai insentif pajak dan kemitraan multipihak agar mendapatkan dampak yang luas,” kata Rizal.
Lebih lanjut Rizal menuturkan, kebiasaan berbagi yang sudah mendarah daging pada diri masyarakat Indonesia sesungguhnya merupakan kekuatan tersendiri bagi bangsa ini untuk sama-sama menjadikan masyarakat lebih berdaya. Pengaruh dan peran filantropi yang sangat fleksibel dalam percepatan pemulihan dari pandemi Covid-19, dari segi pendanaan maupun tenaga, dapat membantu meringankan sektor pemerintah yang memiliki keterbatasan sumber daya.
Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia Gusman Yahya kemudian mengungkapkan tema FIFest 2022, yaitu ‘Filantropi Hub: Penguatan Ekosistem Filantropi untuk Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/SDGs’, yang bertujuan untuk mengelaborasi peluang, tantangan, strategi, dan prioritas dalam mengembangkan ekosistem filantropi untuk mendukung pencapaian TPB/SDGs. Rangkaian kegiatan berupa forum diskusi kemitraan dan kebijakan, publikasi, dan inovasi dalam berbagai kegiatan filantropi yang mendukung TPB/SDGs baik di tingkat nasional maupun internasional.
Gusman mengharapkan, kegiatan FIFEST 2022 dapat membangun kesadaran dan mendorong partisipasi masyarakat dan institusi filantropi dalam memajukan agenda filantropi di Indonesia melalui aksi kolektif membangun komunitas filantropi yang kuat, katalisasi kepemimpinan melalui ko-kreasi dan dan kolaborasi, mendukung terjadinya pembiayaan inovatif, dan membangun sistem pemantauan dampak untuk melacak tujuan bersama dalam pencapaian TPB/SDGs. Pengamat Ekonomi dan Dosen Ekonomi UI Ninasapti Triaswati dan Deputi Baznas Moh Arifin juga menanggapi paparan tersebut.
Kedua penanggap bersama mengutip pada perilaku aksi filantropi yang kurang akuntabel, baik perseorangan maupun institusi yang tidak tercatat secara administratif. Selain itu, lembaga filantropi diharapkan menjadi mainstream issue dalam menjawab persoalan sosial, ekonomi, hingga kemanusiaan di Indonesia.
Namun perilaku filantropi masyarakat Indonesia menurut Arifin dipengaruhi oleh kebiasaan zakat dan sedekah masyarakatnya. Itu sebabnya filantropi agama dapat menjadi penyumbang terbesar dalam penyaluran dana filantropi.
“Terdapat 55,3% organisasi filantropi yang menggunakan teknologi digital dalam penggalangan dana. Teknologi digital yang paling banyak dimanfaatkan adalah media sosial dan situs web organisasi,” tuturnya.
Pendorong pemanfaatan teknologi digital menurut organisasi filantropi adalah kemudahan untuk meningkatkan keterlibatan publik dan kemampuan untuk membuat data donatur untuk pemetaan dan jejaring pendanaan. “Di lain sisi penggunaan teknologi digital juga menyisakan tantangan yaitu potongan bagi platform crowdfunding, periode penggalangan dana yang terbatas, dan isu yang sangat fokus pada charity,” ungkap Kunto.
Ketua Badan Pengurus Filantropi Indonesia Rizal Algamar menyatakan bahwa latar belakang kajian Outlook Filantropi Indonesia 2022 diharapkan dapat menggambarkan perkembangan filantropi selama tiga tahun terakhir (2018-2020) dan mengetahui dinamika, tantangan, dan capaian-capaian selama tahun tersebut. Adapun laporan riset ini menjadi bahan rujukan untuk melihat dinamika perkembangan filantropi di Indonesia dan akan diterbitkan setiap tahun dalam dua bahasa.
“Perlu menyuarakan prioritas untuk menjadi kunci penguatan filantropi, yakni pemetaan regulasi untuk aksi filantropi, khususnya mengenai insentif pajak dan kemitraan multipihak agar mendapatkan dampak yang luas,” kata Rizal.
Lebih lanjut Rizal menuturkan, kebiasaan berbagi yang sudah mendarah daging pada diri masyarakat Indonesia sesungguhnya merupakan kekuatan tersendiri bagi bangsa ini untuk sama-sama menjadikan masyarakat lebih berdaya. Pengaruh dan peran filantropi yang sangat fleksibel dalam percepatan pemulihan dari pandemi Covid-19, dari segi pendanaan maupun tenaga, dapat membantu meringankan sektor pemerintah yang memiliki keterbatasan sumber daya.
Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia Gusman Yahya kemudian mengungkapkan tema FIFest 2022, yaitu ‘Filantropi Hub: Penguatan Ekosistem Filantropi untuk Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/SDGs’, yang bertujuan untuk mengelaborasi peluang, tantangan, strategi, dan prioritas dalam mengembangkan ekosistem filantropi untuk mendukung pencapaian TPB/SDGs. Rangkaian kegiatan berupa forum diskusi kemitraan dan kebijakan, publikasi, dan inovasi dalam berbagai kegiatan filantropi yang mendukung TPB/SDGs baik di tingkat nasional maupun internasional.
Gusman mengharapkan, kegiatan FIFEST 2022 dapat membangun kesadaran dan mendorong partisipasi masyarakat dan institusi filantropi dalam memajukan agenda filantropi di Indonesia melalui aksi kolektif membangun komunitas filantropi yang kuat, katalisasi kepemimpinan melalui ko-kreasi dan dan kolaborasi, mendukung terjadinya pembiayaan inovatif, dan membangun sistem pemantauan dampak untuk melacak tujuan bersama dalam pencapaian TPB/SDGs. Pengamat Ekonomi dan Dosen Ekonomi UI Ninasapti Triaswati dan Deputi Baznas Moh Arifin juga menanggapi paparan tersebut.
Kedua penanggap bersama mengutip pada perilaku aksi filantropi yang kurang akuntabel, baik perseorangan maupun institusi yang tidak tercatat secara administratif. Selain itu, lembaga filantropi diharapkan menjadi mainstream issue dalam menjawab persoalan sosial, ekonomi, hingga kemanusiaan di Indonesia.
Namun perilaku filantropi masyarakat Indonesia menurut Arifin dipengaruhi oleh kebiasaan zakat dan sedekah masyarakatnya. Itu sebabnya filantropi agama dapat menjadi penyumbang terbesar dalam penyaluran dana filantropi.
tulis komentar anda