Anggota Komisi XI DPR Said Abdullah Dukung Upaya Indonesia Damaikan Rusia dan Ukraina

Minggu, 08 Mei 2022 - 07:37 WIB
"Apalagi jika sampai pecah perang nuklir, tidak menutup kemungkinan sebagian besar daratan Eropa yang penuh kemakmuran dalam sekejap rata tanah," katanya.

Politik Luar Negeri

Sikap Indonesia yang menghendaki penghentian peperangan di Ukraina dan mendorong para pihak menempuh jalan perundingan sebagai jalur penyelesaian konflik dan tidak memihak konsekuensi dari perintah konstitusi. Meskipun secara geopolitik, Indonesia dikepung oleh pakta pertahanan FPDA atau Five Power Defence Arrangements, sebuah pakta pertahanan yang merupakan Persemakmuran Inggris (Inggris, Singapura, Malaysia, Australia dan Selandia Baru), posisi ini tidak serta merta Indonesia merapat ke Poros Tiongkok.

Alih-alih merapat ke Tiongkok, menurut Indonesia malah beberapa kali clash dengan Tiongkok di Laut Natuna Utara atas klaim Tiongkok melalui nine dash line yang tidak berdasar pada hukum laut internasional. Indonesia teguh dengan politik luar negeri yang bebas, yang berarti bukan dari berbagai aliansi atau pakta pertahanan. Walau begitu Indonesia memandang penting untuk aktif dalam menempuh perdamaian dunia melalui berbagai saluran diplomasi internasional yang sah.

"Kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif ini cukup menguntungkan. Sebab Indonesia memiliki legitimasi politik dan moral dari para pihak yang bersengketa. Terlebih dengan posisi Indonesia sebagai Presidensi G20 menjadi tambahan bekal yang memadai untuk menguatkan perannya," katanya.

Berikut ini tantangan Indonesia sebagai juru damai Ukraina dan Rusia:

1. Target Putin yang menghendaki demiliterisasi Ukraina, menjadikan Ukraina sebagai negara netral, pengakuan kemerdekaan terhadap Republik Rakyat Donetsk dan Luhansk, serta denazifikasi tentu bukanlah proposal yang mudah diterima oleh Ukraina. Sebab tuntutan ini sama halnya mengakui disintegrasi teritorial Ukraina, dan pelucutan militer Ukraina sebagai negara berdaulat. Terhadap klaim tuntutan kemerdekaan atas Donetsk dan Luhansk, Indonesia sebaiknya mendorong dilakukan referendum rakyat setempat secara fair, dan Indonesia dapat menawarkan sebagai bagian dari joint committee untuk melaksanakan referendum tersebut. Hasil referendum dapat menjadi acuan kedua belah pihak.

2. Dukungan NATO terhadap Ukraina, terutama bantuan peralatan perang, serta pengiriman tentara bayaran ke Ukraina, serta berbagai provokasi latihan militer di Polandia justru kontraproduktif bagi terciptanya upaya damai Rusia dan Ukraina. Namun tanpa dukungan nyata dari NATO, sulit bagi Ukraina untuk memiliki posisi tawar yang sejajar dengan Rusia di meja perundingan. Indonesia dapat menawarkan kedua belah pihak untuk genjatan senjata terlebih dahulu, dan secara bertahap membuat kesepakatan, walaupun belum mungkin secara keseluruhan agenda, sambil merumuskan peta jalan jangka panjang.

3. Bersamaan dengan langkah tersebut, melalui forum G20, Indonesia mengupayakan agar Amerika Serikat dan aliansinya secara bertahap menganulir berbagai sanksi, terutama sanksi ekonomi yang dikenakan terhadap Rusia. Tantangan yang bakal dihadapi Indonesia adalah egoisme Amerika Serikat dan Inggris yang terus menegaskan dirinya sebagai kekuatan adidaya, dan tidak menghendaki Rusia sebagai kekuatan militer terbesar kedua dunia malampaui kekuatannya. Terlebih lagi, jika ada perang dan ada andil Amerika Serikat di dalamnya otomatis menguntungkan eksistensi military industrial complex.

4. Peran PBB yang tumpul dalam mengupayakan berbagai penyelesaian sengketa di banyak wilayah. Rusia tidak percaya terhadap PBB. Rusia memandang pengaruh Amerika Serikat dan aliansinya sangat kuat dalam menentukan suara di internal PBB. Atas keadaan ini, bisa jadi Rusia memandang PBB bukanlah tangan yang adil untuk ikut andil sebagai juru damai. Terbaru Rusia seolah memberi kode bagi Sekjen PBB Antonio Guteres saat berkunjung ke Kiev beberapa waktu lalu dengan menjatuhkan rudal di sekitar kawasan pertemuan Guteres dengan Zelensky. Menimbang posisi ini, sebaiknya Indonesia lebih prioritas menempuh jalur non PBB, serta dalam jangka panjang mendorong reformasi PBB agar lebih setara dan demokratis.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More