Soal Indonesia Butuh Strong Leader, Mahfud MD: Pemerintah Tidak Gagal dan Lemah
Kamis, 28 April 2022 - 21:47 WIB
JAKARTA - Menko Polhukam Mahfud MD menjelaskan maksud pernyataannya bahwa Indonesia membutuhkan strong leader, sebagaimana yang disampaikannya dalam sebuah wawancara sepekan lalu. Klarifikasi tersebut disampaikan Mahfud menanggapi survei Indikator Politik Indonesia yang bertajuk “Persepsi Publik terhadap Kinerja Lembaga Penegak Hukum dalam Pemberantasan Korupsi” secara daring, Kamis (28/4/2022).
Awalnya, Mahfud menanggapi soal meningkatnya kepercayaan publik terhadap pemerintahan Joko Widodo dan Maruf Amin (Jokowi-Maruf) dari 59,9% menjadi 64%. Menurutnya, hasil survei tersebut membantah tudingan yang sering didengungkan bahwa pemerintah sudah kehilangan kepercayaan publik. “Saya kira menjadi semacam bantahan terhadap apa yang sering didengang-dengungkan oleh orang-orang tertentu, bahwa pemerintah sudah kehilangan kepercayaan, justru sekarang naik dari sebelumnya 59,9% menjadi 64%,” kata Mahfud.
Selain itu, Mahfud melanjutkan, capaian ini turut memberikan keyakinan bahwa setiap kebijakan pemerintah dan tindakan pemerintah dalam kasus-kasus tertentu, dapat memengaruhi sensitivitas publik dalam menilai kinerja pemerintah. “Sudah disebutkan ketika orang rebut, ketika orang mau memperpanjang masa jabatan, menunda pemilu itu pada periode-periode itu turun. Tapi saat presiden mengumumkan tidak, itu naik menjadi 64%,” sambungnya.
Mahfud pun menyoroti soal gencarnya hoaks bahwa kepercayaan terhadap pemerintah turun, hanya karena pernyataannya mengenai Indonesia yang membutuhkan strong leader atau pemimpin kuat. Padahal, ia berbicara dalam konteks Pemilu 2024, di mana Jokowi tidak bisa lagi maju sebagai capres ataupun cawapres.
“Misalnya mengatakan itu Menko Polhukam sudah mengatakan bahwa pemerintah gagal, hanya karena saya mengatakan tahun 2024 kita harus memilih pemimpin yang kuat, yang strong leader, karena apa? yang waktu itu presiden yang sekarang (Jokowi) akan berhenti,” ungkapnya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menyesalkan bahwa ada beragam berita hoaks yang muncul. Pernyataannya itu banyak diartikan bahwa dirinya menyebut kepemimpinan saat ini lemah. Faktanya, sama sekali tidak ada hubungannya dengan kepemimpinan Jokowi.
“Macam-macam berita hoaksnya, Menko Polhukam mengakui pemerintah lemah karena membutuhkan pemimpin yang strong leader. Padahal, itu enggak ada hubungannya, saya mengatakan strong leader karena pada 2014 Pak Jokowi tidak ikut kontestasi lagi. Kalau dilihat strongnya, dari kepercayaan publik tinggi. Bahkan saya lihat, Januari-Februari, tingkat kepuasan publik terhadap pemerintah mencapai yang tertinggi sejak survei 2015,” tambahnya.
Awalnya, Mahfud menanggapi soal meningkatnya kepercayaan publik terhadap pemerintahan Joko Widodo dan Maruf Amin (Jokowi-Maruf) dari 59,9% menjadi 64%. Menurutnya, hasil survei tersebut membantah tudingan yang sering didengungkan bahwa pemerintah sudah kehilangan kepercayaan publik. “Saya kira menjadi semacam bantahan terhadap apa yang sering didengang-dengungkan oleh orang-orang tertentu, bahwa pemerintah sudah kehilangan kepercayaan, justru sekarang naik dari sebelumnya 59,9% menjadi 64%,” kata Mahfud.
Baca Juga
Selain itu, Mahfud melanjutkan, capaian ini turut memberikan keyakinan bahwa setiap kebijakan pemerintah dan tindakan pemerintah dalam kasus-kasus tertentu, dapat memengaruhi sensitivitas publik dalam menilai kinerja pemerintah. “Sudah disebutkan ketika orang rebut, ketika orang mau memperpanjang masa jabatan, menunda pemilu itu pada periode-periode itu turun. Tapi saat presiden mengumumkan tidak, itu naik menjadi 64%,” sambungnya.
Mahfud pun menyoroti soal gencarnya hoaks bahwa kepercayaan terhadap pemerintah turun, hanya karena pernyataannya mengenai Indonesia yang membutuhkan strong leader atau pemimpin kuat. Padahal, ia berbicara dalam konteks Pemilu 2024, di mana Jokowi tidak bisa lagi maju sebagai capres ataupun cawapres.
“Misalnya mengatakan itu Menko Polhukam sudah mengatakan bahwa pemerintah gagal, hanya karena saya mengatakan tahun 2024 kita harus memilih pemimpin yang kuat, yang strong leader, karena apa? yang waktu itu presiden yang sekarang (Jokowi) akan berhenti,” ungkapnya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menyesalkan bahwa ada beragam berita hoaks yang muncul. Pernyataannya itu banyak diartikan bahwa dirinya menyebut kepemimpinan saat ini lemah. Faktanya, sama sekali tidak ada hubungannya dengan kepemimpinan Jokowi.
“Macam-macam berita hoaksnya, Menko Polhukam mengakui pemerintah lemah karena membutuhkan pemimpin yang strong leader. Padahal, itu enggak ada hubungannya, saya mengatakan strong leader karena pada 2014 Pak Jokowi tidak ikut kontestasi lagi. Kalau dilihat strongnya, dari kepercayaan publik tinggi. Bahkan saya lihat, Januari-Februari, tingkat kepuasan publik terhadap pemerintah mencapai yang tertinggi sejak survei 2015,” tambahnya.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda