Mudik : 'Unvirtually Connected'

Kamis, 28 April 2022 - 10:32 WIB
Penyair Robert Frost bilang tentang kampung halaman, “when you have to go there, they have to take you in”.

Mudik sebagai keberakaran seseorang tidak bisa disangkal. Namun ada saja yang tak bisa mudik, tidak semua orang memiliki keberakaran dengan kampung halamannya lagi. Di tahun-tahun sebelum wabah, ada sesama kita yang juga tidak bisa dan tidak pernah mudik. Baik karena alasan ekonomi pun keterputusan dengan akar kehidupannya. Jika Martin Heidegger menekankan ideal keberakaran seseorang, Emmanuel Levinas mengingatkan ada di antara kita yang tak berakar lagi. Tidak mudik baik kemarin karena wabah atau alasan apapun menjadi kesempatan solidaritas kepada sesama yang sudah tidak bisa pun tidak pernah mudik itu. Bahkan tidak mempunyai pengalaman mudik.

Mereka adalah orang-orang marjinal, terpinggirkan oleh mahalnya biaya hidup, kemiskinan segala, putusnya kekerabatan, status (janda miskin, yatim-piatu), orang asing dan perantau dalam arti tak berakar lagi pada satu wilayah yang sama. Mereka mungkin saja tidak mempunyai house apalagi home seperti kampung halaman itu. Salah satu manfaat etis tidak mudik, kita hadir di antara mereka ini, tidak meninggalkan mereka. Menempatkan diri dalam posisi mereka yang selama ini sebagai "orang-orang yang ketinggalan kereta", "orang yang tak kebagian tiket bus". Agar mereka tidak ditinggalkan, tidak kesepian.

Mereka belajar menumbuhkan keberakaran baru, bahwa tidak ke mana-mana, tidak mudik, di tempat mereka sekarang dan apapun keadaannya, tetap bisa jadi benih keberakaran baru. Dengan tidak mudik kita bisa membantu mereka minimal secara psikis pun fisik merasa tidak ditinggalkan. Apalagi jika kita bisa memberi lebih dari itu. Bersama mereka menciptakan "kota halaman"-nya yang baru. Orang-orang terdekatnyalah benih keberakaran baru. Ini memupuk kohesi sosial juga kualitas relasi, keutuhan hidup, memperkuat tenunan sosial.

Di mana pun kita berada di hari raya, kita menjadikan dan mencintainya layaknya rumah orang tua, kakek-nenek, kampung halaman sendiri. Hommy bagi siapa pun.

Baca Juga: koran-sindo.com
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(bmm)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More