Antara Rasisme di Amerika dan Kasus Rasisme di Indonesia
Jum'at, 19 Juni 2020 - 06:41 WIB
Shamsi Ali
Diaspora Indonesia di kota New York
KETIKA saya menyoroti dan mengkritik tajam pernyataan seorang pandeta di Oakland, banyak yang menyangka saya menutup mata terhadap berbagai ketidak beresan yang ada di negeri ini. Seolah saya tidak peduli, tak krisis, dan tidak ingin membela mereka yang terzholimi haknya.
Saya ingin pertegas sekali lagi, bahwa bagi saya keadilan tidak dibatasi oleh di dinding apapun, termasuk dinding agama. Keadilan harus ditegakkan walau itu bertentangan dengan kepentingan diri dan kelompok sendiri. Karenanya saya akan membela siapa saja dan mengkritisi siapa saja jika saya merasa di mana perlu dibela atau dikritisi. (Baca juga: Jaga Nama Baik Bangsa!)
Karenanya toleransi sebagai bagian dari keadilan harus ditegakkan untuk dan kepada siapa saja. Toleran kepada umat yang berbeda keyakinan harus ditegakkan walaupun itu mungkin sebuah kenyataan pahit. Maka bagi saya pelarangan membangun gereja, selama itu tidak melanggar aturan-aturan yang ada harus dikritisi.
Tapi sebaliknya larangan membangun masjid, selama itu tidak melanggar aturan-aturan yang ada juga harus dikritisi. Pelarangan keduanya (membangun gereja atau masjid), baik dalam pandangan agama maupun konstitusi tidak dibenarkan.
Maka sekali lagi, kritikan saya kepada pendeta itu bukan kecenderungan intoleransi kepada kelompok tertentu. Tapi bentuk pembelaan keadilan kepada negeri dan umat sendiri. (Baca juga: Hentikan Menjelekkan Negeri Sendiri)
Dan saya tidak akan ragu untuk melakukan ini. Jangan pernah berharap karena pujian kepada saya sebagai orang toleran dan moderat, lalu anda menyangka akan diam ketika umat sendiri terzholimi.
Sebaliknya saya tidak akan diam ketika umat lain juga terzholimi haknya. Karena bagi saya prinsip “do to others what you want others to do to you” (lakukan kepada orang lain apa yang kamu inginkan orang lain lakukan padamu) adalah prinsip.
Diaspora Indonesia di kota New York
KETIKA saya menyoroti dan mengkritik tajam pernyataan seorang pandeta di Oakland, banyak yang menyangka saya menutup mata terhadap berbagai ketidak beresan yang ada di negeri ini. Seolah saya tidak peduli, tak krisis, dan tidak ingin membela mereka yang terzholimi haknya.
Saya ingin pertegas sekali lagi, bahwa bagi saya keadilan tidak dibatasi oleh di dinding apapun, termasuk dinding agama. Keadilan harus ditegakkan walau itu bertentangan dengan kepentingan diri dan kelompok sendiri. Karenanya saya akan membela siapa saja dan mengkritisi siapa saja jika saya merasa di mana perlu dibela atau dikritisi. (Baca juga: Jaga Nama Baik Bangsa!)
Karenanya toleransi sebagai bagian dari keadilan harus ditegakkan untuk dan kepada siapa saja. Toleran kepada umat yang berbeda keyakinan harus ditegakkan walaupun itu mungkin sebuah kenyataan pahit. Maka bagi saya pelarangan membangun gereja, selama itu tidak melanggar aturan-aturan yang ada harus dikritisi.
Tapi sebaliknya larangan membangun masjid, selama itu tidak melanggar aturan-aturan yang ada juga harus dikritisi. Pelarangan keduanya (membangun gereja atau masjid), baik dalam pandangan agama maupun konstitusi tidak dibenarkan.
Maka sekali lagi, kritikan saya kepada pendeta itu bukan kecenderungan intoleransi kepada kelompok tertentu. Tapi bentuk pembelaan keadilan kepada negeri dan umat sendiri. (Baca juga: Hentikan Menjelekkan Negeri Sendiri)
Dan saya tidak akan ragu untuk melakukan ini. Jangan pernah berharap karena pujian kepada saya sebagai orang toleran dan moderat, lalu anda menyangka akan diam ketika umat sendiri terzholimi.
Sebaliknya saya tidak akan diam ketika umat lain juga terzholimi haknya. Karena bagi saya prinsip “do to others what you want others to do to you” (lakukan kepada orang lain apa yang kamu inginkan orang lain lakukan padamu) adalah prinsip.
tulis komentar anda