Ajakan Buya Hamka untuk Memupuk Akar Pancasila

Kamis, 18 Juni 2020 - 09:00 WIB
Foto/ilustrasi.ist
JAKARTA - “Pancasila telah lama dimiliki oleh Bangsa Indonesia, yaitu sejak seruan Islam sampai ke Indonesia dan diterima oleh Bangsa Indonesia. Kita tak usah khawatir terganggu, selama urat tunggangnya tetap kita pupuk: Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Demikian penggalan kesimpulan dalam buku Urat Tunggang Pancasila karya Buya Hamka. Buku yang ditulis ulama karismatik asal Tanah Minang tersebut seperti menemukan relevansinya saat ini, ketika kegaduhan timbul sebagai respons atas munculnya Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila ( RUU HIP ) yang dinilai sebagai upaya untuk menggoyang-goyang Pancasila sebagai falsafah negara.

Banyak elemen masyarakat yang menolak RUU tersebut, termasuk sejumlah ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah , dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Alasannya beragam, mulai tidak dicantumkannya TAP MPRS XXV/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Larangan Ajaran Komunisme, Marxisme, dan Leninisme, hingga adanya pasal yang membuka ruang untuk memeras Pancasila menjadi trisila dan ekasila.



Sebagian lagi menyatakan merupakan kesalahan besar menempatkan Pancasila dalam sebuah Undang-Undang (UU). Ini dianggap menurunkan derajat Pancasila. Juga membuka kemungkinan adanya judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi karena Pancasila ditempatkan dalam norma biasa. Padahal para pendiri Bangsa Indonesia telah merumuskan dan menempatkan Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara ini.

(Baca: Muhammadiyah: RUU HIP Kuras Energi dan Berpotensi Pecah Belah Bangsa)

Dalam buku yang diterbitkan tahun 1951 itu, Hamka memaparkan sejarah, menguar makna setiap sila, sekaligus menjelaskan posisi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagai jawaban atas keresahan umat Islam setelah pidato Presiden Soekarno dalam acara Isra Mi’raj pada Mei 1950. Ketika itu, Bung Karno dengan gaya orasinya yang khas mengajak seluruh rakyat, termasuk umat Islam untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar perjuangan menegakkan negara dalam persatuan yang kokoh dan tidak bercerai-cerai.

Soekarno menyampaikan karena banyak golongan yang berjuang hanya memakai satu sila saja. Ada yang memakai dasar keadilan sosial dan mengabaikan yang lain. Ada yang memakai ketuhanan Yang Maha Esa saja dan mengabaikan sila lain. Hal ini, sebagaimana ditulis Hamka, membuat sebagian umat Islam tersinggung.

Namun, tidak begitu halnya dengan Hamka. Sebaliknya, Hamka mengatakan bahwa Soekarno memang sudah sering mengingatkan bangsa Indonesia bahwa lima sila dalam Pancasila itu tidak terpisah satu sama lain. Semuanya saling terkait, sebagaimana Rukun Islam dalam Agama Islam. ”Rukun-rukun Pancasila menurut keterangan beliau (Soekarno-red), serupa juga dengan Rukun Islam, jang tidak boleh hanja dikerjakan hanya satu rukun saja,” tulis ulama yang juga dikenal sebagai budayawan itu.

Karena itu, Hamka meyakini bahwa yang dimaksud Bung Karno bukanlah Umat Islam, tidak juga umat Kristen maupun Katolik. Sebagai pemimpin Soekarno mengingatkan semua rakyatnya bahwa kelima sila falsafah negara itu merupakan satu kesatuan.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More