Ramai-ramai Ditolak, Ini Isi RUU HIP yang Picu Kontroversi
Rabu, 17 Juni 2020 - 07:56 WIB
(2) Ciri Pokok Pancasila berupa trisila, yaitu: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan.
(3) Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong.
Larangan Komunisme
Pokok pemicu polemik berikutnya yaitu terdapat di awal draf RUU. Pada bagian ‘Mengingat’ ternyata tidak mencantumkan Tap MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara, dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme.
Aturan itu ditetapkan oleh Ketua MPRS Jenderal TNI AH Nasution pada 5 Juli 1966. Ketetapan tersebut dikeluarkan saat suasana Indonesia yang berkecamuk akibat peristiwa G30S/PKI pada 30 September 1965 dan aksi-aksi yang menyusul sesudahnya.
Berlakunya Tap MPRS mengenai larangan komunisme itu kemudian diperkuat kembali dalam Sidang Paripurna MPR RI pada 2003. Sebagai hasilnya, terbit Tap MPR Nomor I Tahun 2003 atau populer disebut dengan ‘Tap Sapu Jagat’ yang berisi peninjauan terhadap materi dan status hukum ketetapan MPRS dan ketetapan MPR RI sejak 1960 sampai 2002.
BPIP Diisi TNI-Polri Aktif
Dalam draf RUU HIP memuat ketentuan TNI dan Polri aktif bisa mengisi jabatan sebagai Dewan Pengarah Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP). Dalam Pasal 47 ayat (2) RUU HIP menyebut Dewan Pengarah BPIP berjumlah paling banyak 11 (sebelas) orang atau berjumlah gasal, yang berasal dari:
a. unsur Pemerintah Pusat;
b. unsur tentara nasional Indonesia, kepolisian negara Republik Indonesia, dan aparatur sipil negara, atau purnawirawan/ pensiunan;
(3) Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong.
Larangan Komunisme
Pokok pemicu polemik berikutnya yaitu terdapat di awal draf RUU. Pada bagian ‘Mengingat’ ternyata tidak mencantumkan Tap MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara, dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme.
Aturan itu ditetapkan oleh Ketua MPRS Jenderal TNI AH Nasution pada 5 Juli 1966. Ketetapan tersebut dikeluarkan saat suasana Indonesia yang berkecamuk akibat peristiwa G30S/PKI pada 30 September 1965 dan aksi-aksi yang menyusul sesudahnya.
Berlakunya Tap MPRS mengenai larangan komunisme itu kemudian diperkuat kembali dalam Sidang Paripurna MPR RI pada 2003. Sebagai hasilnya, terbit Tap MPR Nomor I Tahun 2003 atau populer disebut dengan ‘Tap Sapu Jagat’ yang berisi peninjauan terhadap materi dan status hukum ketetapan MPRS dan ketetapan MPR RI sejak 1960 sampai 2002.
BPIP Diisi TNI-Polri Aktif
Dalam draf RUU HIP memuat ketentuan TNI dan Polri aktif bisa mengisi jabatan sebagai Dewan Pengarah Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP). Dalam Pasal 47 ayat (2) RUU HIP menyebut Dewan Pengarah BPIP berjumlah paling banyak 11 (sebelas) orang atau berjumlah gasal, yang berasal dari:
a. unsur Pemerintah Pusat;
b. unsur tentara nasional Indonesia, kepolisian negara Republik Indonesia, dan aparatur sipil negara, atau purnawirawan/ pensiunan;
tulis komentar anda