Warga Papua Ajak Semua Pihak Bersama Cegah Rasisme
Selasa, 16 Juni 2020 - 11:20 WIB
Sebagai mantan mahasiswa Papua yang pernah kuliah di Solo, dia merasa masyarakat sangat terbuka dan tidak pernah ada perlakukan rasis yang terbuka. Hanya, harus diakui seringkali ada ekspresi dan pernyataan konyol, maupun mimik bahasa. Menurut dia, ekspresi seperti itu tidak bisa dihindari karena terkait penafsiran orang yang berbeda-beda.
( )
Wakol Yelipele, Ketua PMKRI Papua menilai rasisme bukan hanya terjadi dan kepada orang Papua, tapi rasisme ada di mana-mana di segala golongan.
Oleh karena itu, dia meminta agar tidak memisahkan antara Papua dan Indonesia, namun bersama menyatukan. Karena itu, organisasi mahasiswa gencar bekerja sama memerangi rasisme lintas golongan organisasi.
Wakol mengaskan tagar PapuaLivesMatter juga sejatinya tidak relevan karena faktanya, warga Papua sangat terbuka, mau bekerja sama. Misal di tempat lahirnya, ada banyak warga suku bangsa, agama, membaur, ketika hari besar bersama saling membantu saling merayakan, hal ini dilakukan hidup dalam kerukunan menjadi contoh daerah lain, tidak ada perbedaan satu membangun negeri.
Sementara Ayub Anto, salah satu mahasiswa Papua yang menempuh kuliah di Solo, mengingatkan semua pihak harus melihat tujuan besar negara Indonesia yang dibangun dari berbagai macam suku.
Dia mengaku sejak kecil tinggal di Jawa dan hidup dengan berbagai suku dalam satu rumah, sehingga perasaan saling merangkul, bersama, tercipta.
Dia juga mengajak teman-teman mahasiswa Papua fokus pada pendidikan sehingga nantinya mampu membantu membangun masyarakat Papua dan tidak terprovokasi.
( )
Wakol Yelipele, Ketua PMKRI Papua menilai rasisme bukan hanya terjadi dan kepada orang Papua, tapi rasisme ada di mana-mana di segala golongan.
Oleh karena itu, dia meminta agar tidak memisahkan antara Papua dan Indonesia, namun bersama menyatukan. Karena itu, organisasi mahasiswa gencar bekerja sama memerangi rasisme lintas golongan organisasi.
Wakol mengaskan tagar PapuaLivesMatter juga sejatinya tidak relevan karena faktanya, warga Papua sangat terbuka, mau bekerja sama. Misal di tempat lahirnya, ada banyak warga suku bangsa, agama, membaur, ketika hari besar bersama saling membantu saling merayakan, hal ini dilakukan hidup dalam kerukunan menjadi contoh daerah lain, tidak ada perbedaan satu membangun negeri.
Sementara Ayub Anto, salah satu mahasiswa Papua yang menempuh kuliah di Solo, mengingatkan semua pihak harus melihat tujuan besar negara Indonesia yang dibangun dari berbagai macam suku.
Dia mengaku sejak kecil tinggal di Jawa dan hidup dengan berbagai suku dalam satu rumah, sehingga perasaan saling merangkul, bersama, tercipta.
Dia juga mengajak teman-teman mahasiswa Papua fokus pada pendidikan sehingga nantinya mampu membantu membangun masyarakat Papua dan tidak terprovokasi.
(dam)
tulis komentar anda