Fadli Zon Minta RUU Haluan Ideologi Pancasila Ditarik, Ini Lima Alasannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rancangan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila (HIP) menuai prokontra. Tidak sedikit pihak yang mendesak agar pembahasan RUU tersebut dihentikan atau ditarik.
Menurut Anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Fadli Zon, setiap undang-undang tak boleh berpretensi menjadi undang-undang dasar. Namun, fatsun ketatanegaraan itu telah dilanggar dalam pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang memancing penolakan di tengah masyarakat.
Pretensi menjadi undang-undang dasar ini dinilai Fadli menjadi alasan pertama kenapa RUU HIP perlu segera ditarik, dan bukan hanya butuh direvisi.
"Lihat saja rumusan identifikasi masalahnya. Kalau kita baca Naskah Akademik RUU HIP, rumusan identifikasi masalah semacam itu sebenarnya lebih tepat diajukan saat kita hendak merumuskan undang-undang dasar, bukannya undang-undang," kata Anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Fadli Zon dalam keterangan tertulisnya yang diterima SINDOnews, Senin 15 Juni 2020.
Alasan kedua, kata dia, Pancasila adalah dasar negara, sumber dari segala sumber hukum, yang mestinya jadi acuan dalam setiap regulasi atau undang-undang.
"Ironisnya RUU HIP ini malah ingin menjadikan Pancasila sebagai undang-undang itu sendiri. Standar nilai kok mau dijadikan produk yang bisa dinilai? Menurut saya, ada kekacauan logika di sini, " tandas Fadli.( )
Dia menegaskan, Pancasila tak boleh diatur oleh undang-undang. Semestinya seluruh produk hukum dan perundang-undangan menjadi implementasi dari Pancasila.
Menurut Fadli, satu-satunya "undang-undang" yang bisa mengatur institusionalisasi Pancasila hanya Undang-Undang Dasar 1945, dan bukan undang-undang di bawahnya, termasuk bukan juga oleh "omnibus law".
Kalau diteruskan, lanjut dia, akan melahirkan kerancuan yang fatal dalam bidang ketatanegaraan.
Alasan ketiga, kata Fadli, RUU HIP gagal memisahkan "wacana" dari "norma". Pancasila, dengan rumusan kelima silanya, adalah "norma". Rumusannya terjaga di dalam naskah Pembukaan UUD 1945.
Menurut Anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Fadli Zon, setiap undang-undang tak boleh berpretensi menjadi undang-undang dasar. Namun, fatsun ketatanegaraan itu telah dilanggar dalam pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang memancing penolakan di tengah masyarakat.
Pretensi menjadi undang-undang dasar ini dinilai Fadli menjadi alasan pertama kenapa RUU HIP perlu segera ditarik, dan bukan hanya butuh direvisi.
"Lihat saja rumusan identifikasi masalahnya. Kalau kita baca Naskah Akademik RUU HIP, rumusan identifikasi masalah semacam itu sebenarnya lebih tepat diajukan saat kita hendak merumuskan undang-undang dasar, bukannya undang-undang," kata Anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Fadli Zon dalam keterangan tertulisnya yang diterima SINDOnews, Senin 15 Juni 2020.
Alasan kedua, kata dia, Pancasila adalah dasar negara, sumber dari segala sumber hukum, yang mestinya jadi acuan dalam setiap regulasi atau undang-undang.
"Ironisnya RUU HIP ini malah ingin menjadikan Pancasila sebagai undang-undang itu sendiri. Standar nilai kok mau dijadikan produk yang bisa dinilai? Menurut saya, ada kekacauan logika di sini, " tandas Fadli.( )
Dia menegaskan, Pancasila tak boleh diatur oleh undang-undang. Semestinya seluruh produk hukum dan perundang-undangan menjadi implementasi dari Pancasila.
Menurut Fadli, satu-satunya "undang-undang" yang bisa mengatur institusionalisasi Pancasila hanya Undang-Undang Dasar 1945, dan bukan undang-undang di bawahnya, termasuk bukan juga oleh "omnibus law".
Kalau diteruskan, lanjut dia, akan melahirkan kerancuan yang fatal dalam bidang ketatanegaraan.
Alasan ketiga, kata Fadli, RUU HIP gagal memisahkan "wacana" dari "norma". Pancasila, dengan rumusan kelima silanya, adalah "norma". Rumusannya terjaga di dalam naskah Pembukaan UUD 1945.