Memoderasi Pemindahan IKN
Jum'at, 11 Maret 2022 - 12:58 WIB
Balikpapan adalah kota yang bagus nomor dua terbaik di Indonesia, dengan infrastruktur yang baik, bandara, pelabuhan, rumah sakit, pendidikan, ketentaraan, tertata, dan dengan kepadatan penduduk yang masih rendah. Dengan moderasi ini, maka keraguan bahwa perpindahan ini hanya berakhir pada adanya istana bisa ditepis. Dari Balikpapan dibuat jalan tol tidak berbayar dan setiap 1 km didirikan departemen teknis.
Pertumbuhan kota mengikuti pertumbuhan jalan adalah konvensional dan sudah teruji. Warung warung Tegal, sate Madura dan Warung Simpang Padang akan mengikuti kesempatan ini. Niat luhur dari perpindahan ini untuk keseimbangan pembangunan dan mengurangan berbagai ketimpangan baik aset tanah, deposito, dan kewilayahan dengan moderasi seperti tersebut di atas akan sangat realistis dan solutif.
Tentu saja impian akan kota ajaib super modern di titik nol dan sekitarnya tetap bisa dibuat di kemudian hari. Kota yang ramah lingkungan hijau, tidak ada kebisingan dan digerakkan oleh berbagai kendaraan listrik sungguh merupakan kota percontohan masa depan. Pada 100 tahun kemerdekaan kota tersebut diharapkan ada dan sudah dimulai. Pada saat perpindahan departemen teknis mencapai titik nol, barulah istana didirikan dan perpindahan ini berbasis kerja nyata untuk mengatasi masalah ketimpangan.
Masalah Papua
Papua di timur, sedang bergolak. Papua adalah reoresentasi wilayah Indonesia timur paling tertinggal. Sekali lagi jika tujuannya adalah keseimbangan dan solusi dan dimulai dari departemen teknis yang benar benar bekerja di lapangan, maka perpindahan ibu kota yang dimulai dari departemen teknis dan bukan lambang istana, sebagian bisa untuk menjadi solusi Papua.
Dengan kemajuan internet dan konektifitas sekarang tidak ada salahnya meletakkan misalanya 5 departemen teknis di Papua. Tugasnya adalah berbelanja kepada rakyat setempat dan memberi kesempatan pemuda setempat di berbagai departemen. Seperti juga di Kalimantan akan datang sukarelawan ke sana berupa warung tegal, sate madura, dan simpang raya.
Dengan proposal ini, maka Indonesia akan dimotori oleh tiga titik pertumbuhan, Jakarta di Barat, Kalimantan di Tengah, dan Papua di Timur, Indonesia Conected. Moderasi gap antarwilayah akan terjadi lebih cepat. Dengan pembangunan yang natural perkembangan di Timur dan Tengah masih kalah cepat dan kalah ukuran dibanding Jakarta dan Jawa. Bukannya gap makin sempit atau teratasi dari hari ke hari makin lebar saja.
Papua sama seperti Kalimantan dua pulau besar yang merupakan aset masa depan Indoensia. Selain ketimpangan antarwilayah di dua pulau ini terdapat ketimpangan di dalam, yaitu banyaknya pemain asing. Terjadi ketidakseimbangan antara pemain lokal dan asing. Janganlah orang Indonesia menjadi penonton di negeri sendiri, menjadi buruh masih lumayan, tetapi jika diberi jalan menjadi pemain tentu sangat diharapkan.
Pemberian lisen perkebunan dan pertambangan jangalah berbasis modal tetapi berbasislah kepada SDM. Yaitu sekumpulan sarjana terkait diberi pinjaman tanah, dan juga peralatan dasar, bukan menjadi BUMN baru yang banyak yang sakit bahkan sekarat, tetapi biarlah mereka para sarjana bekerja keras dan sekedar berbagi dengan negara berupa pajak dan bagi hasil atas alat-alat yang dipinjamkan. Pangan kita yang tergantung kepada luar negeri layak menjadi perhatian dalam karya nyata ini.
Pertumbuhan kota mengikuti pertumbuhan jalan adalah konvensional dan sudah teruji. Warung warung Tegal, sate Madura dan Warung Simpang Padang akan mengikuti kesempatan ini. Niat luhur dari perpindahan ini untuk keseimbangan pembangunan dan mengurangan berbagai ketimpangan baik aset tanah, deposito, dan kewilayahan dengan moderasi seperti tersebut di atas akan sangat realistis dan solutif.
Tentu saja impian akan kota ajaib super modern di titik nol dan sekitarnya tetap bisa dibuat di kemudian hari. Kota yang ramah lingkungan hijau, tidak ada kebisingan dan digerakkan oleh berbagai kendaraan listrik sungguh merupakan kota percontohan masa depan. Pada 100 tahun kemerdekaan kota tersebut diharapkan ada dan sudah dimulai. Pada saat perpindahan departemen teknis mencapai titik nol, barulah istana didirikan dan perpindahan ini berbasis kerja nyata untuk mengatasi masalah ketimpangan.
Masalah Papua
Papua di timur, sedang bergolak. Papua adalah reoresentasi wilayah Indonesia timur paling tertinggal. Sekali lagi jika tujuannya adalah keseimbangan dan solusi dan dimulai dari departemen teknis yang benar benar bekerja di lapangan, maka perpindahan ibu kota yang dimulai dari departemen teknis dan bukan lambang istana, sebagian bisa untuk menjadi solusi Papua.
Dengan kemajuan internet dan konektifitas sekarang tidak ada salahnya meletakkan misalanya 5 departemen teknis di Papua. Tugasnya adalah berbelanja kepada rakyat setempat dan memberi kesempatan pemuda setempat di berbagai departemen. Seperti juga di Kalimantan akan datang sukarelawan ke sana berupa warung tegal, sate madura, dan simpang raya.
Dengan proposal ini, maka Indonesia akan dimotori oleh tiga titik pertumbuhan, Jakarta di Barat, Kalimantan di Tengah, dan Papua di Timur, Indonesia Conected. Moderasi gap antarwilayah akan terjadi lebih cepat. Dengan pembangunan yang natural perkembangan di Timur dan Tengah masih kalah cepat dan kalah ukuran dibanding Jakarta dan Jawa. Bukannya gap makin sempit atau teratasi dari hari ke hari makin lebar saja.
Papua sama seperti Kalimantan dua pulau besar yang merupakan aset masa depan Indoensia. Selain ketimpangan antarwilayah di dua pulau ini terdapat ketimpangan di dalam, yaitu banyaknya pemain asing. Terjadi ketidakseimbangan antara pemain lokal dan asing. Janganlah orang Indonesia menjadi penonton di negeri sendiri, menjadi buruh masih lumayan, tetapi jika diberi jalan menjadi pemain tentu sangat diharapkan.
Pemberian lisen perkebunan dan pertambangan jangalah berbasis modal tetapi berbasislah kepada SDM. Yaitu sekumpulan sarjana terkait diberi pinjaman tanah, dan juga peralatan dasar, bukan menjadi BUMN baru yang banyak yang sakit bahkan sekarat, tetapi biarlah mereka para sarjana bekerja keras dan sekedar berbagi dengan negara berupa pajak dan bagi hasil atas alat-alat yang dipinjamkan. Pangan kita yang tergantung kepada luar negeri layak menjadi perhatian dalam karya nyata ini.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda