Korupsi PT DI Persero, KPK Dalami RUPS Penentuan Mitra Penjualan
Selasa, 16 Juni 2020 - 04:13 WIB
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) penentuan mitra penjualan di lingkungan PT Dirgantara Indonesia (DI, Persero).
Pelaksana tugas Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri menyatakan, pada hari ini, Senin (15/6/2020) penyidik memeriksa dua orang sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi kegiatan penjualan dan pemasaran di lingkungan PT DI kurun 2007-2017. Pemeriksaan ini untuk tersangka Irzal Rinaldi Zailani selaku Asisten Direktur Utama Bidang Bisnis Pemerintah PT DI kurun 2010-2015 yang juga Direktur Niaga PT DI periode 2016-2019.
Kedua saksi tersebut yakni mantan Deputi Bidang Politik Hukum, Pertahanan dan Keamanan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) Rizky Ferianto dan mantan Deputi National Defence & Hightech Industries Kementerian BUMN Fajar Hari Sampurno. "Penyidik mengonfirmasi kepada saksi Rizky Ferianto dan Fajar Hari Sampurno terkait dengan RUPS Penentuan Mitra Penjualan," ujar Ali saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (15/6/2020) malam. (Baca juga: KPK Periksa Dirut PT PAL Indonesia sebagai Saksi Kasus Korupsi PT DI)
Meski begitu, Ali belum menjelaskan siapa saja yang hadir dalam RUPS tersebut dan kapan waktu pelaksanaan. Lebih dari itu Ali mengatakan, dia belum bisa memastikan apakah RUPS penentuan mitra penjualan dan/atau pemasaran dilakukan dengan tidak sesuai ketentuan atau dilakukan secara fiktif serta perusahaan mana yang merupakan mitra penjualan. "Tentu masih akan dikonfirmasi lebih dahulu dengan saksi-saksi lain," katanya.
Jaksa penuntut umum yang menangani sejumlah perkara ini membeberkan, sebelumnya KPK telah menetapkan Irzal Rinaldi Zailani dan Budi Santoso selaku Direktur Utama PT DI periode 2007-2017 dalam kasus dugaan korupsi kegiatan penjualan dan pemasaran di lingkungan PT DI kurun 2007-2017 dengan kerugian negara sementara sekitar Rp205,3 miliar dan USD8,65 juta. Ali menggariskan, penjualan dan pemasaran tersebut mencakup beberapa produk PT DI."Pengadaan barang dan jasa fiktif terkait penjualan dan pemasaran produk PT DI, antara lain pesawat terbang, helikopter, dan lain-lain," tegasnya. (Baca juga: KPK Umumkan Tersangka Korupsi di PTDI setelah Ada Penahanan)
RUPS ihwal mitra penjualan pernah menjadi satu di antara beberapa temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang tertuang pada Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2010. Dalam IHPS tersebut, BPK mengungkapkan telah melakukan pemeriksaan atas Laporan Keuangan Tahun 2009 pada PT DI.
BPK memastikan ada penyimpangan peraturan perundang-undangan atas biaya imbal jasa dan bagi hasil kepada PT Bumiloka Tegar Perkasa (BTP) dalam penjualan helikopter kepada TNI AD seharusnya tidak ditanggung PT DI. "Sehingga PT DI dirugikan senilai Rp1,64 miliar. Kasus tersebut disebabkan direksi membuat kesepakatan dengan PT BTP tanpa persetujuan komisaris dan RUPS," bunyi petikan halaman 64 IHPS I 2010.
Ali melanjutkan, sebenarnya penyidik juga mengagendakan pemeriksaan dua saksi lainnya untuk tersangka Irzal. Keduanya yakni seorang guru bernama Neny Sutaeni dan Hamzah Baswani, karyawan swasta. Tapi Neny dan Hamzah tidak hadir. "Sampai hari ini penyidik telah memeriksa 50-an saksi untuk tersangka BS (Budi) dan IRZ (Irzal)," ucapnya. (Baca juga: Diperiksa KPK soal Dugaan Korupsi Pesawat, Eks Dirut PT DI Sebut Sudah Berstatus Tersangka)
Berdasarkan konstruksi kasus yang diungkap KPK sebelumnya, di antaranya, mulai Juni 2008 hingga 2018, dibuat kontrak kemitraan/agen antara PT DI Persero yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration dengan enam direktur dari enam perusahaan. Di antaranya direktur PT Angkasa Mitra Karya, direktur PT Bumiloka Tegar Perkasa (BTP), direktur PT Abadi Sentosa Perkasa, direktur PT Niaga Putra Bangsa, dan direktur PT Selaras Bangun Usaha.
"Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama," tegas Ketua KPK Komisaris Jenderal Polisi Firli Bahuri saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat, 12 Juni 2020 sore.
Berikutnya pada 2011, PT DI baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen setelah PT DI menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan. Selama kurun 2011 hingga 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT DI kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut sekitar Rp205,3 miliar dan USD8,65 juta. Setelah ke enam perusahaan mitra/agen tersebut menerima pembayaran dari PT DI ternyata ada permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp96 miliar. Seluruh uang ini kemudian diterima oleh para pejabat di PT DI. Di antaranya tersangka Budi Santoso, tersangka Irzal Rinaldi Zailani, Budiman Saleh selaku Direktur Aerostructure PT DI (Persero) saat itu, dan Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan PT DI saat itu.
Pelaksana tugas Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri menyatakan, pada hari ini, Senin (15/6/2020) penyidik memeriksa dua orang sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi kegiatan penjualan dan pemasaran di lingkungan PT DI kurun 2007-2017. Pemeriksaan ini untuk tersangka Irzal Rinaldi Zailani selaku Asisten Direktur Utama Bidang Bisnis Pemerintah PT DI kurun 2010-2015 yang juga Direktur Niaga PT DI periode 2016-2019.
Kedua saksi tersebut yakni mantan Deputi Bidang Politik Hukum, Pertahanan dan Keamanan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) Rizky Ferianto dan mantan Deputi National Defence & Hightech Industries Kementerian BUMN Fajar Hari Sampurno. "Penyidik mengonfirmasi kepada saksi Rizky Ferianto dan Fajar Hari Sampurno terkait dengan RUPS Penentuan Mitra Penjualan," ujar Ali saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (15/6/2020) malam. (Baca juga: KPK Periksa Dirut PT PAL Indonesia sebagai Saksi Kasus Korupsi PT DI)
Meski begitu, Ali belum menjelaskan siapa saja yang hadir dalam RUPS tersebut dan kapan waktu pelaksanaan. Lebih dari itu Ali mengatakan, dia belum bisa memastikan apakah RUPS penentuan mitra penjualan dan/atau pemasaran dilakukan dengan tidak sesuai ketentuan atau dilakukan secara fiktif serta perusahaan mana yang merupakan mitra penjualan. "Tentu masih akan dikonfirmasi lebih dahulu dengan saksi-saksi lain," katanya.
Jaksa penuntut umum yang menangani sejumlah perkara ini membeberkan, sebelumnya KPK telah menetapkan Irzal Rinaldi Zailani dan Budi Santoso selaku Direktur Utama PT DI periode 2007-2017 dalam kasus dugaan korupsi kegiatan penjualan dan pemasaran di lingkungan PT DI kurun 2007-2017 dengan kerugian negara sementara sekitar Rp205,3 miliar dan USD8,65 juta. Ali menggariskan, penjualan dan pemasaran tersebut mencakup beberapa produk PT DI."Pengadaan barang dan jasa fiktif terkait penjualan dan pemasaran produk PT DI, antara lain pesawat terbang, helikopter, dan lain-lain," tegasnya. (Baca juga: KPK Umumkan Tersangka Korupsi di PTDI setelah Ada Penahanan)
RUPS ihwal mitra penjualan pernah menjadi satu di antara beberapa temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang tertuang pada Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2010. Dalam IHPS tersebut, BPK mengungkapkan telah melakukan pemeriksaan atas Laporan Keuangan Tahun 2009 pada PT DI.
BPK memastikan ada penyimpangan peraturan perundang-undangan atas biaya imbal jasa dan bagi hasil kepada PT Bumiloka Tegar Perkasa (BTP) dalam penjualan helikopter kepada TNI AD seharusnya tidak ditanggung PT DI. "Sehingga PT DI dirugikan senilai Rp1,64 miliar. Kasus tersebut disebabkan direksi membuat kesepakatan dengan PT BTP tanpa persetujuan komisaris dan RUPS," bunyi petikan halaman 64 IHPS I 2010.
Ali melanjutkan, sebenarnya penyidik juga mengagendakan pemeriksaan dua saksi lainnya untuk tersangka Irzal. Keduanya yakni seorang guru bernama Neny Sutaeni dan Hamzah Baswani, karyawan swasta. Tapi Neny dan Hamzah tidak hadir. "Sampai hari ini penyidik telah memeriksa 50-an saksi untuk tersangka BS (Budi) dan IRZ (Irzal)," ucapnya. (Baca juga: Diperiksa KPK soal Dugaan Korupsi Pesawat, Eks Dirut PT DI Sebut Sudah Berstatus Tersangka)
Berdasarkan konstruksi kasus yang diungkap KPK sebelumnya, di antaranya, mulai Juni 2008 hingga 2018, dibuat kontrak kemitraan/agen antara PT DI Persero yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration dengan enam direktur dari enam perusahaan. Di antaranya direktur PT Angkasa Mitra Karya, direktur PT Bumiloka Tegar Perkasa (BTP), direktur PT Abadi Sentosa Perkasa, direktur PT Niaga Putra Bangsa, dan direktur PT Selaras Bangun Usaha.
"Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama," tegas Ketua KPK Komisaris Jenderal Polisi Firli Bahuri saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat, 12 Juni 2020 sore.
Berikutnya pada 2011, PT DI baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen setelah PT DI menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan. Selama kurun 2011 hingga 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT DI kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut sekitar Rp205,3 miliar dan USD8,65 juta. Setelah ke enam perusahaan mitra/agen tersebut menerima pembayaran dari PT DI ternyata ada permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp96 miliar. Seluruh uang ini kemudian diterima oleh para pejabat di PT DI. Di antaranya tersangka Budi Santoso, tersangka Irzal Rinaldi Zailani, Budiman Saleh selaku Direktur Aerostructure PT DI (Persero) saat itu, dan Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan PT DI saat itu.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda