Polemik Penceramah Radikal, DPR: Penyebaran Radikalisme dan Ekstremisme Meningkat
Selasa, 08 Maret 2022 - 19:33 WIB
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menyoroti viralnya istilah penceramah radikal yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Rapat Pimpinan TNI-Polri, beberapa waktu lalu.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) kemudian menjelaskan ada beberapa ciri dari penceramah radikal, di antaranya menyebarkan kebencian, antipemerintahan dan mendukung khilafah.
Bahkan di media sosial (medsos) juga muncul daftar 180 penceramah radikal yang disebut hoaks oleh BNPT. Sahroni mengaku sepakat dengan adanya identifikasi penceramah radikal ini. Apalagi, belakangan ini aksi dari para penceramah radikal ini memang semakin mengkhawatirkan, sehingga sangat wajar jika pemerintah meminta masyarakat untuk berhati-hati dan hal ini juga harus diwaspadai.
“Menurut hemat saya, ini bukan sesuatu yang patut diributkan ya. Sangat wajar kok jika pemerintah maupun BNPT mewanti-wanti, meminta kita hati-hati dengan adanya penceramah radikal. Kenapa? Karena tidak bisa dipungkiri, penyebaran paham radikalisme dan ekstremisme di Indonesia terus meningkat.
Terbukti dari penangkapan para radikalis dan ekstremis yang kian meningkat, dan Ini tentu sangat berbahaya bagi kehidupan berdemokrasi kita. Karena kita tahu, mereka sangat antidemokrasi. Sistem thogut katanya. Jadi wajar jika mereka memang harus diwaspadai,” kata Sahroni kepada wartawan, Selasa (8/3/2022.
Adapun Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyebut BNPT blunder, Sahroni meminta agar masing-masing pihak tidak terpancing dan saling memahami duduk masalahnya. Yang jelas, menurut politikus Partai Nasdem ini, jika anti Pancasila dan anti terhadap negara sudah dipastikan bahwa itu radikal, karena Pancasila merupakan dasar negara Indonesia.
“BNPT sudah tepat. Kriteria yang dikeluarkannya itu merupakan bentuk preventif pencegahan terorisme yang memang sudah menjadi job desk mereka. Jika MUI melihat itu blunder, ya silakan saja, tapi dilihat blunder dari mananya? Karena memang kalau urusan anti-Pancasila, antibudaya, antinegara, saya rasa itu memang prinsip dasar negara bahwa NKRI ini Pancasila. Kalau ada yang anti, lalu sampai membahayakan persatuan dan kesatuan, masak akan kita diamkan saja,” tandas Sahroni.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) kemudian menjelaskan ada beberapa ciri dari penceramah radikal, di antaranya menyebarkan kebencian, antipemerintahan dan mendukung khilafah.
Bahkan di media sosial (medsos) juga muncul daftar 180 penceramah radikal yang disebut hoaks oleh BNPT. Sahroni mengaku sepakat dengan adanya identifikasi penceramah radikal ini. Apalagi, belakangan ini aksi dari para penceramah radikal ini memang semakin mengkhawatirkan, sehingga sangat wajar jika pemerintah meminta masyarakat untuk berhati-hati dan hal ini juga harus diwaspadai.
“Menurut hemat saya, ini bukan sesuatu yang patut diributkan ya. Sangat wajar kok jika pemerintah maupun BNPT mewanti-wanti, meminta kita hati-hati dengan adanya penceramah radikal. Kenapa? Karena tidak bisa dipungkiri, penyebaran paham radikalisme dan ekstremisme di Indonesia terus meningkat.
Terbukti dari penangkapan para radikalis dan ekstremis yang kian meningkat, dan Ini tentu sangat berbahaya bagi kehidupan berdemokrasi kita. Karena kita tahu, mereka sangat antidemokrasi. Sistem thogut katanya. Jadi wajar jika mereka memang harus diwaspadai,” kata Sahroni kepada wartawan, Selasa (8/3/2022.
Adapun Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyebut BNPT blunder, Sahroni meminta agar masing-masing pihak tidak terpancing dan saling memahami duduk masalahnya. Yang jelas, menurut politikus Partai Nasdem ini, jika anti Pancasila dan anti terhadap negara sudah dipastikan bahwa itu radikal, karena Pancasila merupakan dasar negara Indonesia.
“BNPT sudah tepat. Kriteria yang dikeluarkannya itu merupakan bentuk preventif pencegahan terorisme yang memang sudah menjadi job desk mereka. Jika MUI melihat itu blunder, ya silakan saja, tapi dilihat blunder dari mananya? Karena memang kalau urusan anti-Pancasila, antibudaya, antinegara, saya rasa itu memang prinsip dasar negara bahwa NKRI ini Pancasila. Kalau ada yang anti, lalu sampai membahayakan persatuan dan kesatuan, masak akan kita diamkan saja,” tandas Sahroni.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda