Siapa Yang Membutuhkan RUU HIP?
Senin, 15 Juni 2020 - 05:47 WIB
Anton Hariyadi, S.H. Advokat & Konsultan Hukum
RANCANGAN Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) sangat menarik menjadi kajian dan pembahasan publik. Mengingat Pancasila milik bersama seluruh bangsa Indonesia, bukan milik satu golongan tertentu. Karenanya, siapapun itu lapisan masyarakat, berhak untuk menanggapi dan memberikan sumbangsih pemikirannya terhadap RUU HIP.
Baru dua bulan kurang, sejak beredarnya file draf Naskah Akademik dan RUU HIP tertanggal 26 April 2020 melalui sosial media, telah menuai reaksi besar dari masyarakat berupa penolakan dan tanggapan serius, bahkan di bulan Juni telah banyak kegiatan-kegiatan ilmiah dan diskusi membedah RUU HIP secara online. Fenomena ini memecahkan rekor kontroversial suatu RUU dengan tanggapan yang sangat cepat dari masyarakat, hanya kurang dari dua bulan.
Mengapa RUU HIP menjadi perhatian serius bagi masyarakat? Hal ini dapat diurai berdasar isu-isu besar dan sensitif dari kandungan RUU HIP, yaitu: 1) isu motivasi dan kebutuhan atas RUU HIP, 2) isu akomodasi komunisme dalam RUU HIP, 3) isu distorsi konsep Ketuhanan, 4) menjatuhkan derajat Pancasila. Masing-masing isu tersebut akan penulis jelaskan berdasarkan Naskah Akademik dan pasal terkait.
Isu motivasi dan kebutuhan atas RUU HIP, dengan pertanyaan, apakah motivasi pembentukan RUU HIP? Apakah masyarakat membutuhkan RUU HIP?. Jawaban ini tentunya dapat kita temukan dari Naskah Akademiknya pada halaman 58 yang dinyatakan sebagai berikut:
“Secara aktual dalam konteks kekinian, penjabaran dan implementasi Pancasila dalam kehidupan berbangsa menerima tantangan yang bersumber dari situasi global maupun situasi nasional. Penerimaan Pancasila dalam berkehidupan bernegara itu sekarang sering dipermasalahkan oleh elemen-elemen tertentu dalam masyarakat. Dengan demikian tantangan-tantangan faktuil yang dihadapi dalam implementasikan ideologi Pancasila di era kekinian bisa diindetifikasi sebagai berikut: 1. menguatnya kepentingan individualisme; 2. fundamentalisme pasar; 3. radikalisme; 4. dominasi sistem hukum modern, yang menegasikan makna nasionalisme di era globalisasi. Memperhatikan hal tersebut di atas, maka diperlukan campur tangan negara untuk memelopori mengimplementasikan ideologi Pancasila sesuai tantangan zaman masa kini. Apabila negara tidak mengambil prakarsa, maka nilai-nilai Pancasila terus-menerus akan bersifat debatable, dan ditafsirkan berdasarkan kepentingan masing-masing”.
Berdasarkan latar belakang dibentuknya RUU HIP, maka dapat diketahui bawah motivasi pembentukan RUU HIP adalah pandangan subjektif legislatif atau DPR RI atas kondisi kekinian bangsa Indonesia. Sehingga dinyatakan secara jelas, "maka diperlukan campur tangan negara untuk memelopori mengimplementasikan ideologi Pancasila sesuai tantangan zaman masa kini". Ini menunjukkan bahwa RUU HIP tidak berangkat dari kebutuhan nasional dan masyarakat Indonesia, melainkan DPR RI “memaksakan kehendaknya” agar negara untuk terlibat dalam kepentingan politik praktis yang sangat subjektif dan bernuansa tendensius. Isi Naskah Akademik cenderung menghakimi bangsanya sendiri sebagai masyarakat yang menafsirkan Pancasila secara “suka-suka”.
Bukankah negara sudah campur tangan secara langsung menjaga ideologi Pancasila? seperti contoh kasus; membubarkan PKI dan melarangan penyebaran paham komunis melalui TAP MPRS XXV/1966, membentuk UU Ormas yang mengatur tentang asas ormas dan norma larangannya, mencabut izin dan pendirian Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), menindak pelaku tindak pidana terorisme, menindak kelompok kriminal bersenjata (KKB), mengangkat kedudukan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang semula dari unit khusus kepresidenan, dan lain sebagainya.
Bukankah negara sejatinya sudah ikut campur membina Pancasila? Maka, sangat wajar bila masyarakat menaruh curiga atas lahirnya RUU HIP yang tidak didasarkan pada kebutuhan masyarakat dan partisipasi masyarakat. Sejatinya DPR RI sebagai wakil rakyat harus menyerap aspirasi dan nilai yang berkembang di tengah masyarakat, bukan justru menghakimi masyarakat dan menjadikannya sebagai alasan pembenar dibentuknya RUU HIP.
RANCANGAN Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) sangat menarik menjadi kajian dan pembahasan publik. Mengingat Pancasila milik bersama seluruh bangsa Indonesia, bukan milik satu golongan tertentu. Karenanya, siapapun itu lapisan masyarakat, berhak untuk menanggapi dan memberikan sumbangsih pemikirannya terhadap RUU HIP.
Baru dua bulan kurang, sejak beredarnya file draf Naskah Akademik dan RUU HIP tertanggal 26 April 2020 melalui sosial media, telah menuai reaksi besar dari masyarakat berupa penolakan dan tanggapan serius, bahkan di bulan Juni telah banyak kegiatan-kegiatan ilmiah dan diskusi membedah RUU HIP secara online. Fenomena ini memecahkan rekor kontroversial suatu RUU dengan tanggapan yang sangat cepat dari masyarakat, hanya kurang dari dua bulan.
Mengapa RUU HIP menjadi perhatian serius bagi masyarakat? Hal ini dapat diurai berdasar isu-isu besar dan sensitif dari kandungan RUU HIP, yaitu: 1) isu motivasi dan kebutuhan atas RUU HIP, 2) isu akomodasi komunisme dalam RUU HIP, 3) isu distorsi konsep Ketuhanan, 4) menjatuhkan derajat Pancasila. Masing-masing isu tersebut akan penulis jelaskan berdasarkan Naskah Akademik dan pasal terkait.
Isu motivasi dan kebutuhan atas RUU HIP, dengan pertanyaan, apakah motivasi pembentukan RUU HIP? Apakah masyarakat membutuhkan RUU HIP?. Jawaban ini tentunya dapat kita temukan dari Naskah Akademiknya pada halaman 58 yang dinyatakan sebagai berikut:
“Secara aktual dalam konteks kekinian, penjabaran dan implementasi Pancasila dalam kehidupan berbangsa menerima tantangan yang bersumber dari situasi global maupun situasi nasional. Penerimaan Pancasila dalam berkehidupan bernegara itu sekarang sering dipermasalahkan oleh elemen-elemen tertentu dalam masyarakat. Dengan demikian tantangan-tantangan faktuil yang dihadapi dalam implementasikan ideologi Pancasila di era kekinian bisa diindetifikasi sebagai berikut: 1. menguatnya kepentingan individualisme; 2. fundamentalisme pasar; 3. radikalisme; 4. dominasi sistem hukum modern, yang menegasikan makna nasionalisme di era globalisasi. Memperhatikan hal tersebut di atas, maka diperlukan campur tangan negara untuk memelopori mengimplementasikan ideologi Pancasila sesuai tantangan zaman masa kini. Apabila negara tidak mengambil prakarsa, maka nilai-nilai Pancasila terus-menerus akan bersifat debatable, dan ditafsirkan berdasarkan kepentingan masing-masing”.
Berdasarkan latar belakang dibentuknya RUU HIP, maka dapat diketahui bawah motivasi pembentukan RUU HIP adalah pandangan subjektif legislatif atau DPR RI atas kondisi kekinian bangsa Indonesia. Sehingga dinyatakan secara jelas, "maka diperlukan campur tangan negara untuk memelopori mengimplementasikan ideologi Pancasila sesuai tantangan zaman masa kini". Ini menunjukkan bahwa RUU HIP tidak berangkat dari kebutuhan nasional dan masyarakat Indonesia, melainkan DPR RI “memaksakan kehendaknya” agar negara untuk terlibat dalam kepentingan politik praktis yang sangat subjektif dan bernuansa tendensius. Isi Naskah Akademik cenderung menghakimi bangsanya sendiri sebagai masyarakat yang menafsirkan Pancasila secara “suka-suka”.
Bukankah negara sudah campur tangan secara langsung menjaga ideologi Pancasila? seperti contoh kasus; membubarkan PKI dan melarangan penyebaran paham komunis melalui TAP MPRS XXV/1966, membentuk UU Ormas yang mengatur tentang asas ormas dan norma larangannya, mencabut izin dan pendirian Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), menindak pelaku tindak pidana terorisme, menindak kelompok kriminal bersenjata (KKB), mengangkat kedudukan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang semula dari unit khusus kepresidenan, dan lain sebagainya.
Bukankah negara sejatinya sudah ikut campur membina Pancasila? Maka, sangat wajar bila masyarakat menaruh curiga atas lahirnya RUU HIP yang tidak didasarkan pada kebutuhan masyarakat dan partisipasi masyarakat. Sejatinya DPR RI sebagai wakil rakyat harus menyerap aspirasi dan nilai yang berkembang di tengah masyarakat, bukan justru menghakimi masyarakat dan menjadikannya sebagai alasan pembenar dibentuknya RUU HIP.
tulis komentar anda