Putusan MK soal UU Cipta Kerja Dinilai Tidak Mudah Dimengerti
Sabtu, 19 Februari 2022 - 22:09 WIB
Sedangkan Albert Aries dari Universitas Trisakti menilai metode Omnibus Law merupakan wujud dari kebutuhan legislasi modern. Darwin Botutihedari dari Universitas Islam Indonesia berpendapat bahwa putusan MK melahirkan banyak sekali penafsiran hukum di tengah masyarakat.
Sementara Sarip dari Universitas Muhammadiyah Surakarta menilai UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih berlaku sesuai dengan tenggat waktu putusan MK. Adapun Aria Suyudi dari Universitas Pelita Harapan menyatakan bahwa proses perubahan UU Cipta Kerja harus dilaksanakan secara tertib prosedural dan dengan standar kepatuhan tinggi terhadap prinsip pembentukan peraturan perundangan yang ada untuk memastikan hasil yang optimal bagi rencana pemerintah untuk mewujudukan Indonesia yang adil dan makmur.
Terakhir, Wachid Nugroho, pembicara mewakili PDH UKI mengatakan Omnibus Law sebaiknya dilakukan dengan single substance tidak multi substance seperti UU Cipta Kerja. Diketahui, webinar diketuai Hanugra Ryantoni, dimoderatori oleh Blucer Rajagukguk, dan Heddy Kandau selaku pembawa acara.
Webinar tersebut diikuti oleh 162 peserta. Dalam sambutan penutupnya, Wayan Sudirta berharap nilai-nilai Pancasila harus dirumuskan secara sistematis dan holistik sebagai sebuah peraturan perundang-undangan. “Hasil dari webinar ini, akan kami bukukan dalam bentuk prosiding yang akan disampaikan kepada Presiden dan DPR RI,” pungkas Wayan Sudirta.
Sementara Sarip dari Universitas Muhammadiyah Surakarta menilai UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih berlaku sesuai dengan tenggat waktu putusan MK. Adapun Aria Suyudi dari Universitas Pelita Harapan menyatakan bahwa proses perubahan UU Cipta Kerja harus dilaksanakan secara tertib prosedural dan dengan standar kepatuhan tinggi terhadap prinsip pembentukan peraturan perundangan yang ada untuk memastikan hasil yang optimal bagi rencana pemerintah untuk mewujudukan Indonesia yang adil dan makmur.
Terakhir, Wachid Nugroho, pembicara mewakili PDH UKI mengatakan Omnibus Law sebaiknya dilakukan dengan single substance tidak multi substance seperti UU Cipta Kerja. Diketahui, webinar diketuai Hanugra Ryantoni, dimoderatori oleh Blucer Rajagukguk, dan Heddy Kandau selaku pembawa acara.
Webinar tersebut diikuti oleh 162 peserta. Dalam sambutan penutupnya, Wayan Sudirta berharap nilai-nilai Pancasila harus dirumuskan secara sistematis dan holistik sebagai sebuah peraturan perundang-undangan. “Hasil dari webinar ini, akan kami bukukan dalam bentuk prosiding yang akan disampaikan kepada Presiden dan DPR RI,” pungkas Wayan Sudirta.
(rca)
tulis komentar anda