Ketajaman Berpikir dan Peran ICMI
Jum'at, 11 Februari 2022 - 15:49 WIB
Sudjito Atmoredjo
Guru Besar Ilmu Hukum UGM
KEPEDULIAN terhadap Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) ditulis oleh Aceng Hidayat, dalam judul “Pupuk, Benih, dan ICMI” (KORAN SINDO, 4/2/2022). Betapapun fokus perhatiannya pada pupuk dan benih, namun pandangan luas tentang ICMI terungkap juga. Dinyatakan bahwa ICMI bukan lembaga riset. Pun bukan universitas. ICMI hanyalah kumpulan cerdik pandai muslim yang sejatinya merasa terpanggil bersumbangsih gagasan dan pemikiran untuk mengatasi persoalan bangsa.
Implisit diharapkan, agar ICMI menyampaikan gagasan brilian, komprehensif, mendalam, dan akurat berdasarkan analisis teoiritis dan empiris. Kendatipun pada akhirnya ada petinggi ICMI yang ditarik ke pusat kekuasaan, itu hanyalah bentuk apresiasi atas prestasi kerja ICMI. Anggaplah sebagai bonus.
Izinkan saya, nimbrung berkontribusi pemikiran tentang ICMI. Lingkup kepedulian diperluas. Perlu diawali dari jati diri ICMI. Kelahiran ICMI berawal dari diskusi kecil pada Februari 1990 di kampus Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang. Kala itu, sekelompok mahasiswa merasa prihatin terhadap polarisasi umat Islam, terutama para cendekiawan muslim. Salah satu tokoh mahasiswa, M.Iqbal, menuturkan bahwa keberlanjutan diskusi, mengerucut menjadi kesepakatan didirikannya ICMI. Tanggal 7 Desember 1990 dipilih sebagai hari kelahiran ICMI. Bacharudin Jusuf Habibie, diangkat sebagai ketua ICMI yang pertama.
Tertulis dalam anggaran dasarnya, ICMI bertujuan mewujudkan tata kehidupan masyarakat madani yang diridhai Allah Swt dengan meningkatkan mutu keimanan dan ketaqwaan, pemahaman dan pengamalan ajaran Islam, kecendekiawanan, dan peran serta cendekiawan muslim se-Indonesia.
Sejak awal berdirinya, cukup banyak prestasi, kontribusi, dan inisiasi ICMI dalam kenegaraan. ICMI bersama MUI menginisiasi pendirian Bank Muamalat, sebagai bank syariah pertama di Indonesia. ICMI mendirikan penerbitan Harian Republika, sebagai wadah aspirasi umat Islam. ICMI mendirikan Asuransi Tugu Mandiri dan Asuransi Takaful. ICMI bersama MUI, Nahdlatul Ulama, dan Muhammadiyah, membentuk Ikatan Saudagar Muslim Indonesia (ISMI), sebagai wadah penguatan kegiatan kewirausahaan.
Dalam perjalanannya, terkesan, ICMI seakan tenggelam. Tak terdengar lagi kiprahnya. Situasi politik nasional, diduga menjadi faktor penyebabnya. Para cendekiawan muslim, banyak larut berkiprah di bidang politik praktis, daripada tegar dan teguh berkiprah di bidang kebajikan, amar ma’ruf nahi munkar. Pada kondisi demikian, dipertanyakan: mampukah ICMI menajamkan pemikiran, sekaligus berperan konkret mengatasi problema kebangsaan?
Dikatakan oleh Ketua Umum terpilih periode 2021-2026, Arif Satria, bahwa dalam Rakernas (Sabtu, 29 Januari 2022) disepakati untuk dibahas empat agenda. Pertama, ICMI sebagai solusi dan inspirasi bangsa. Kedua, ICMI menjadi rumah besar umat Islam. Ketiga, ICMI mengawal kehidupan berbangsa dan bernegara. Keempat, ICMI memelopori gagasan-gagasan dan gerakan agenda-agenda aksi untuk pembangunan. Keseluruhannya dibahas dengan napas keislaman, kecendekiawanan, dan keindonesiaan.
Guru Besar Ilmu Hukum UGM
KEPEDULIAN terhadap Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) ditulis oleh Aceng Hidayat, dalam judul “Pupuk, Benih, dan ICMI” (KORAN SINDO, 4/2/2022). Betapapun fokus perhatiannya pada pupuk dan benih, namun pandangan luas tentang ICMI terungkap juga. Dinyatakan bahwa ICMI bukan lembaga riset. Pun bukan universitas. ICMI hanyalah kumpulan cerdik pandai muslim yang sejatinya merasa terpanggil bersumbangsih gagasan dan pemikiran untuk mengatasi persoalan bangsa.
Implisit diharapkan, agar ICMI menyampaikan gagasan brilian, komprehensif, mendalam, dan akurat berdasarkan analisis teoiritis dan empiris. Kendatipun pada akhirnya ada petinggi ICMI yang ditarik ke pusat kekuasaan, itu hanyalah bentuk apresiasi atas prestasi kerja ICMI. Anggaplah sebagai bonus.
Izinkan saya, nimbrung berkontribusi pemikiran tentang ICMI. Lingkup kepedulian diperluas. Perlu diawali dari jati diri ICMI. Kelahiran ICMI berawal dari diskusi kecil pada Februari 1990 di kampus Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang. Kala itu, sekelompok mahasiswa merasa prihatin terhadap polarisasi umat Islam, terutama para cendekiawan muslim. Salah satu tokoh mahasiswa, M.Iqbal, menuturkan bahwa keberlanjutan diskusi, mengerucut menjadi kesepakatan didirikannya ICMI. Tanggal 7 Desember 1990 dipilih sebagai hari kelahiran ICMI. Bacharudin Jusuf Habibie, diangkat sebagai ketua ICMI yang pertama.
Tertulis dalam anggaran dasarnya, ICMI bertujuan mewujudkan tata kehidupan masyarakat madani yang diridhai Allah Swt dengan meningkatkan mutu keimanan dan ketaqwaan, pemahaman dan pengamalan ajaran Islam, kecendekiawanan, dan peran serta cendekiawan muslim se-Indonesia.
Sejak awal berdirinya, cukup banyak prestasi, kontribusi, dan inisiasi ICMI dalam kenegaraan. ICMI bersama MUI menginisiasi pendirian Bank Muamalat, sebagai bank syariah pertama di Indonesia. ICMI mendirikan penerbitan Harian Republika, sebagai wadah aspirasi umat Islam. ICMI mendirikan Asuransi Tugu Mandiri dan Asuransi Takaful. ICMI bersama MUI, Nahdlatul Ulama, dan Muhammadiyah, membentuk Ikatan Saudagar Muslim Indonesia (ISMI), sebagai wadah penguatan kegiatan kewirausahaan.
Dalam perjalanannya, terkesan, ICMI seakan tenggelam. Tak terdengar lagi kiprahnya. Situasi politik nasional, diduga menjadi faktor penyebabnya. Para cendekiawan muslim, banyak larut berkiprah di bidang politik praktis, daripada tegar dan teguh berkiprah di bidang kebajikan, amar ma’ruf nahi munkar. Pada kondisi demikian, dipertanyakan: mampukah ICMI menajamkan pemikiran, sekaligus berperan konkret mengatasi problema kebangsaan?
Dikatakan oleh Ketua Umum terpilih periode 2021-2026, Arif Satria, bahwa dalam Rakernas (Sabtu, 29 Januari 2022) disepakati untuk dibahas empat agenda. Pertama, ICMI sebagai solusi dan inspirasi bangsa. Kedua, ICMI menjadi rumah besar umat Islam. Ketiga, ICMI mengawal kehidupan berbangsa dan bernegara. Keempat, ICMI memelopori gagasan-gagasan dan gerakan agenda-agenda aksi untuk pembangunan. Keseluruhannya dibahas dengan napas keislaman, kecendekiawanan, dan keindonesiaan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda