Kampus Merdeka, Merdeka Stunting
Jum'at, 11 Februari 2022 - 15:17 WIB
Pemantauan pengukuran status gizi adalah hal krusial yang saat ini banyak dikerjakan oleh kader-kader posyandu. Validitas alat ukur dan kemampuan kader mengukur status gizi menjadi sangat penting sebab kekeliruan pengukuran dapat menyebabkan data status gizi di masyarakat menjadi data sampah sehingga program-program yang dijalankan pemerintah menjadi salah sasaran.
Oleh sebab itu, kemampuan mahasiswa untuk mendampingi posyandu dalam program Kampus Merdeka dapat menjadi salah satu strategi memecahkan masalah stunting. Harus dipahami bahwa pemerintah saat ini telah melibatkan 23 kementerian/lembaga untuk bersama-sama Kemenkes mengelola program konvergensi stunting. Ini berarti bahwa problem gizi tidak lagi sekadar dianggap sebagai problem kesehatan, namun problem kompleks yang harus dipecahkan secara multisektor.
Penunjukan BKKBN sebagai dirigen program-program stunting diharapkan akan mampu mengejar target nasional yaitu penurunan prevalensi stunting menjadi hanya 14%. BKKBN dalam kiprahnya selama puluhan tahun telah berhasil menekan angka kelahiran secara signifikan. Saat ini banyak keluarga-keluarga muda yang hanya memiliki anak 1-2 orang, sementara generasi pasangan muda 1970-an banyak yang memiliki anak 5-8 orang.
Peran mahasiswa dalam mencermati program konvergensi stunting dapat dilakukan dengan membantu pendataan keluarga-keluarga rawan stunting sehingga mereka mendapatkan hak-haknya untuk menjadi peserta program-program sosial yang dirancang pemerintah. Berbagai program bantuan pemerintah seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Nontunai (BPNT), Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) adalah program-program yang sudah ada sejak beberapa lama dan kemudian diberi muatan stunting. Ketepatan sasaran penerima program menjadi entry point yang sangat penting sehingga program-program konvergensi stunting memiliki daya ungkit yang signifikan untuk mengatasi masalah gizi kronis ini.
Mahasiswa yang ikut dalam kegiatan Kampus Merdeka juga memiliki kemampuan dalam sosialisasi pemahaman stunting, faktor penyebab masalah, dan solusinya di tingkat masyarakat. Meski stunting sebagai istilah gizi kini semakin dikenal oleh masyarakat, namun pemahaman bahwa stunting berdampak pada intelektualitas anak dan kualitas sumber daya manusia perlu terus-menerus digaungkan. Dalam hal ini, peran kampus dalam menggerakkan mahasiswanya terjun ke masyarakat melalui Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) ataupun Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN-T) tentu akan menjadi kontribusi penting dalam mengurai problem stunting.
Saat ini Forum Rektor Indonesia (FRI) telah menginisiasi kerja sama dengan BKKBN yang pada dasarnya akan memanfaatkan sumber daya kampus (mahasiswa) dalam menangkap peluang program MBKM dan KKN-T untuk mengentaskan stunting di Indonesia. Untuk itu dukungan para rektor perguruan tinggi dan direktur Poltekkes/Stikes sangat diharapkan agar keterlibatan mahasiswanya dalam program penanggulangan stunting dapat difasilitasi secara maksimal demi tugas mulia yaitu perbaikan gizi masyarakat menuju SDM berkualitas.
Oleh sebab itu, kemampuan mahasiswa untuk mendampingi posyandu dalam program Kampus Merdeka dapat menjadi salah satu strategi memecahkan masalah stunting. Harus dipahami bahwa pemerintah saat ini telah melibatkan 23 kementerian/lembaga untuk bersama-sama Kemenkes mengelola program konvergensi stunting. Ini berarti bahwa problem gizi tidak lagi sekadar dianggap sebagai problem kesehatan, namun problem kompleks yang harus dipecahkan secara multisektor.
Penunjukan BKKBN sebagai dirigen program-program stunting diharapkan akan mampu mengejar target nasional yaitu penurunan prevalensi stunting menjadi hanya 14%. BKKBN dalam kiprahnya selama puluhan tahun telah berhasil menekan angka kelahiran secara signifikan. Saat ini banyak keluarga-keluarga muda yang hanya memiliki anak 1-2 orang, sementara generasi pasangan muda 1970-an banyak yang memiliki anak 5-8 orang.
Peran mahasiswa dalam mencermati program konvergensi stunting dapat dilakukan dengan membantu pendataan keluarga-keluarga rawan stunting sehingga mereka mendapatkan hak-haknya untuk menjadi peserta program-program sosial yang dirancang pemerintah. Berbagai program bantuan pemerintah seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Nontunai (BPNT), Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) adalah program-program yang sudah ada sejak beberapa lama dan kemudian diberi muatan stunting. Ketepatan sasaran penerima program menjadi entry point yang sangat penting sehingga program-program konvergensi stunting memiliki daya ungkit yang signifikan untuk mengatasi masalah gizi kronis ini.
Mahasiswa yang ikut dalam kegiatan Kampus Merdeka juga memiliki kemampuan dalam sosialisasi pemahaman stunting, faktor penyebab masalah, dan solusinya di tingkat masyarakat. Meski stunting sebagai istilah gizi kini semakin dikenal oleh masyarakat, namun pemahaman bahwa stunting berdampak pada intelektualitas anak dan kualitas sumber daya manusia perlu terus-menerus digaungkan. Dalam hal ini, peran kampus dalam menggerakkan mahasiswanya terjun ke masyarakat melalui Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) ataupun Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN-T) tentu akan menjadi kontribusi penting dalam mengurai problem stunting.
Saat ini Forum Rektor Indonesia (FRI) telah menginisiasi kerja sama dengan BKKBN yang pada dasarnya akan memanfaatkan sumber daya kampus (mahasiswa) dalam menangkap peluang program MBKM dan KKN-T untuk mengentaskan stunting di Indonesia. Untuk itu dukungan para rektor perguruan tinggi dan direktur Poltekkes/Stikes sangat diharapkan agar keterlibatan mahasiswanya dalam program penanggulangan stunting dapat difasilitasi secara maksimal demi tugas mulia yaitu perbaikan gizi masyarakat menuju SDM berkualitas.
(bmm)
Lihat Juga :
tulis komentar anda