Hanya Mimpi Jadi Kapten, Putera Blora Ini Melambung Jadi Jenderal Kepercayaan Soeharto
Jum'at, 28 Januari 2022 - 06:06 WIB
Jenderal Yoga Soegama, satu atasannya pernah berkata begini. "Selama di Indonesia ini masih ada kekacauan, pasti kamu naik pangkat. Tapi kalau Indonesia sudah tenang, jangan harap kamu naik pangkat."
Perkataan itu kemudian terbukti, promosinya tidak berhenti. Selain karena bakat yang dimilikinya, didukung kedekatannya dengan mantan orang nomor satu Indonesia, Soeharto.
Pada pelbagai posisi jabatan yang pernah tempati, sebagai sosok prajurit Ali Moertopo tetap siap menerima perintah atasan. Terbukti, ketika dia diangkat dalam jabatan non-militer dan itelijen, Ali Moertopo tampak tetap menikmati.
"Ini merupakan pengalaman yang tidak mudah tercapai teman-teman lain. Jadi, kalau saya main-main, tidak bersungguh-sungguh mengabdi pada bangsa dan negara, berarti saya telah berkhianat," ujarnya.
Sebagai prajurit pada umumnya, karier Ali Moertopo ditempuhnya melalui jenjang kemiliteran dari pangkat paling rendah, prajurit tiga di Kodam Diponegoro tahun 1945. Tapi pada saat itu anak Pampung Krapyak Kidul, Pekalongan, itu sudah membuat ulah.
Karena malu pangkatnya masih rendah, setiap pulang dari markas ke rumahnya, diam-diam ia mencopot pangkatnya dan diganti dengan pangkat sersan mayor.
“Sebab, pada masa itu, itulah pangkat yang paling hebat," ujarnya sambil tertawa.
Sampai akhirnya ia menjadi Perwira Tinggi (Pati) Letnan Jenderal pada tahun 1974. Sebagaimana telah disebutkan di atas ia pernah juga bertugas sebagai bintara dalam kelaskaran Resimen 17 Divisi III (Hizbullah-Sabilillah) yang pada awal revolusi bermarkas di Jalan Dokrian (kini H.A. Salim), Pekalongan. Ia pun ikut dalam menumpas pemberontakan PKI, dikenal sebagai peristiwa Tiga Daerah, di antara Brebes dan Tegal tahun 1945-1946, dan di Pekalongan.
Setelah itu pada penumpasan pemberontakan PKI Muso/Madiun, kesatuannya beroperasi di Parakan-Wonosobo. Pada masa perang awal kemerdekaan, ia bersama rekan-rekan seangkatannya tergabung dalam kesatuan aktif pada perang gerilya, dalam Agresi Militer Belanda maupun II.
Setelah terjun dalam dunia militer yang menuntut kedisiplinan tinggi maka terbentuklah Ali Moertopo yang cepat dalam berpikir dan bertindak. Cepat dalam berpikir mencari solusi di setiap masalah dan cepat bertindak dengan tepat walau kadang bertentangan dengan arus.
Perkataan itu kemudian terbukti, promosinya tidak berhenti. Selain karena bakat yang dimilikinya, didukung kedekatannya dengan mantan orang nomor satu Indonesia, Soeharto.
Pada pelbagai posisi jabatan yang pernah tempati, sebagai sosok prajurit Ali Moertopo tetap siap menerima perintah atasan. Terbukti, ketika dia diangkat dalam jabatan non-militer dan itelijen, Ali Moertopo tampak tetap menikmati.
"Ini merupakan pengalaman yang tidak mudah tercapai teman-teman lain. Jadi, kalau saya main-main, tidak bersungguh-sungguh mengabdi pada bangsa dan negara, berarti saya telah berkhianat," ujarnya.
Sebagai prajurit pada umumnya, karier Ali Moertopo ditempuhnya melalui jenjang kemiliteran dari pangkat paling rendah, prajurit tiga di Kodam Diponegoro tahun 1945. Tapi pada saat itu anak Pampung Krapyak Kidul, Pekalongan, itu sudah membuat ulah.
Karena malu pangkatnya masih rendah, setiap pulang dari markas ke rumahnya, diam-diam ia mencopot pangkatnya dan diganti dengan pangkat sersan mayor.
“Sebab, pada masa itu, itulah pangkat yang paling hebat," ujarnya sambil tertawa.
Sampai akhirnya ia menjadi Perwira Tinggi (Pati) Letnan Jenderal pada tahun 1974. Sebagaimana telah disebutkan di atas ia pernah juga bertugas sebagai bintara dalam kelaskaran Resimen 17 Divisi III (Hizbullah-Sabilillah) yang pada awal revolusi bermarkas di Jalan Dokrian (kini H.A. Salim), Pekalongan. Ia pun ikut dalam menumpas pemberontakan PKI, dikenal sebagai peristiwa Tiga Daerah, di antara Brebes dan Tegal tahun 1945-1946, dan di Pekalongan.
Setelah itu pada penumpasan pemberontakan PKI Muso/Madiun, kesatuannya beroperasi di Parakan-Wonosobo. Pada masa perang awal kemerdekaan, ia bersama rekan-rekan seangkatannya tergabung dalam kesatuan aktif pada perang gerilya, dalam Agresi Militer Belanda maupun II.
Baca Juga
Setelah terjun dalam dunia militer yang menuntut kedisiplinan tinggi maka terbentuklah Ali Moertopo yang cepat dalam berpikir dan bertindak. Cepat dalam berpikir mencari solusi di setiap masalah dan cepat bertindak dengan tepat walau kadang bertentangan dengan arus.
Lihat Juga :
tulis komentar anda