Jendela Lima Benua

Sabtu, 22 Januari 2022 - 08:37 WIB
Ide menulis bisa datang dari mana saja, dari penglihatan, pendengaran, bahkan perasaan. Ide atau gagasan tersebut harus diikat dengan segera menuliskannya, atau kapan saja pada saat ada kesempatan agar gagasan yang melintas tidak menguap begitu saja.

Menghasilkan sebuah karya berupa tulisan akan menjadi jejak sejarah. Dengan menulis seseorang dapat dikenal oleh masyarakat dan dikenang dalam sejarah keumatan manusia. Dan sebenarnya menulis itu mudah. Pengalaman sehari-hari merupakan bahan menarik untuk menulis. Kehidupan mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi dapat menjadi cerita yang asyik untuk ditulis. Menulis adalah ungkapan jiwa, sarana mengekspresikan diri, dan menuangkan kegelisahan. Menulis juga tak harus baku, disesuaikan saja dengan kemampuan dan karakteristik kita.

Begitu pun karakteristik Asro Kamal Rokan, sangat kentara di buku Granada Menangislah… Darah wartawan pada diri Asro Kamal Rokan, membuat semua yang ia alami dan ia tulis di buku ini, menjadi sesuatu yang menarik untuk dibaca. Gaya bahasa yang langsung dan apa adanya, membuat tulisan mudah dicerna. Habitus kewartawanan Asro Kamal Rokan juga betul-betul mengemuka dalam bab demi bab, halaman demi halaman di buku Granada Menangislah... Ekspresi, cara pandang, dan kegelisahan seorang wartawan dalam menghadapi berbagai persoalan.

Menggunakan istilah filsuf Perancis, Pierre Boudiue, kewartawanan adalah habitus: nilai-nilai sosial yang dihayati seseorang, terbentuk melalui pergulatan hidup yang panjang, lalu secara laten membentuk watak, ciri, dan perilaku orang tersebut. Habitus begitu kuat tertanam sehingga secara refleks akan mengarahkan bagaimana seseorang bersikap dan memandang permasalahan.

Buku ini juga memberi gambaran tentang bagaimana seorang wartawan mesti berkiprah, dan apa yang mesti dilakukan? Sejauh mana mentalitas dan sentuhan jurnalis senantiasa dijaga ketika yang bersangkutan bergerak di ruang-ruang baru? Bagaimana laku jurnalistik yang bertumpu pada disiplin verifikasi, prinsip independensi, akurasi dan kehati-hatian tetap dipertahankan ketika melibatkan diri dalam perbincangan publik.

Dalam suatu kesempatan wawancara dengan Kantor Berita Antara, Asro mengatakan, berkarir sebagai wartawan yang berkesempatan pula mengunjungi berbagai negara telah membuatnya terbiasa menulis sisi lain dari negara tersebut. Sebelum ditugaskan meliput ke luar negeri, Asro mengaku terbiasa mencatat atau memfotokopi dokumen-dokumen tentang negara yang akan ia kunjungi. Lalu, catatan dan dokumen itu pun dia bawa ke luar negeri.

Pada masa itu dan juga sebelumnya, kata Asro, setiap kantor redaksi surat kabar memiliki pusat dokumentasi. Di sana, ada banyak buku, kliping koran, dan juga mesin fotokopi. Melalui langkah awal tersebut, proses menulis catatan perjalanan yang Asro lalui berjalan lancar, meskipun pada masa itu, belum ada mesin pencarian di internet, seperti Google yang memudahkan seseorang mendapatkan akses dokumentasi.

Selanjutnya, Asro mulai mengumpulkan bahan-bahan dokumentasi, tempat-tempat bersejarah, mengamati kultur, dan ekonomi yang ia temui di negara-negara yang dikunjunginya. Semua bahan tersebut, ia olah ke dalam tulisan untuk memberikan informasi yang sebanyak-banyak kepada pembaca. Kemudian, tulisan itu menjadi buah tangan, suatu yang unik, dan tidak biasa, bahkan dianggapnya pula sebagai warisan untuk anak dan cucu. Asro memahami bahwa nilai seorang wartawan akan menjadi lebih di saat mereka mampu menulis dan membuat analisis.

“Catatan perjalanan ini mengalir dalam bahasa yang mudah dicerna. Sering sekali pada bagian terakhir, pembaca diajak merenung. Buku ini tidak sekadar laporan perjalanan, tapi juga jendela untuk melihat potongan sejarah penting. Seperti perjalanan tanpa henti.” Demikian isi penggalan pengantar Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, di cover belakang buku Granada Menangislah…

Jika direnungi, dua kata “Granada Menangislah” yang merupakan salah satu judul dalam buku Granada Menangislah…benar-benar mewakili keseluruhan judul dan isi dalam buku ini. Judul Granada Menangislah…bak luapan emosi jiwa Asro Kamal Rokan, yang sekaligus sangat mungkin, menjadi perjalanan liputannya yang begitu membekas. “Setelah berkeliling di Istana Alhambra – monumen terakhir kejayaan pemerintah Islam selama 781 tahun, yang berakhir tragis, diikuti kekejaman, dan intoleransi – saya meninggalkan Granada dengan perasaan sangat pilu. Puncak Gunung Siera Nevada ditutupi salju. Dingin dan beku.” (hal. 34)
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More