Haruskah Guru PPPK Bekerja di Sekolah Negeri?
Selasa, 18 Januari 2022 - 15:18 WIB
Abdul Mu’ti
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah
KEPUTUSAN Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menempatkan aparatur sipil negara (ASN) dari unsur guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) di sekolah negeri menuai kontroversi. Banyak pihak yang berkeberatan dengan keputusan Mendikbudristek. Di antara yang berkeberatan adalah Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) yang menjadi wadah berhimpun lembaga pendidikan swasta. Enam penyelenggara pendidikan swasta terbesar di Indonesia: Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, Lembaga Pendidikan Maarif NU, Pengurus Besar PGRI, Perguruan Persatuan Taman Siswa, Manjelis Nasional Pendidikan Katolik, dan Majelis Pendidikan Kristen Indonesia mendesak pemerintah agar menempatkan guru PPPK di sekolah asal. Keputusan pemerintah menempatkan semua ASN guru di sekolah negeri akan berdampak langsung terhadap kualitas penyelenggaraan lembaga pendidikan swasta.
Kemendikbudristek tetap bersikukuh dengan keputusannya. Pertama, sekolah negeri masih kekurangan guru. Kementerian akan melaksanakan seleksi tahap ketiga untuk memenuhi kebutuhan satu juga guru di sekolah negeri. Kedua, pasal 1 (1) Undang-Undang Nomor 5/2014 yang menyebutkan bahwa ASN bekerja di instansi pemerintah. Ketiga, untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Para guru yang mengikuti PPPK pada umumnya memiliki tiga alasan. Pertama, untuk mendapatkan gaji yang lebih tinggi dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi. Kedua, mencari pengalaman baru untuk pengembangan profesi dan aktualisasi diri. Ketiga, adanya jaminan konstitusional Undang-Undang Dasar, pasal 27 (2), dan Undang-Undang Hak Asasi Manusia Nomor 39/1999, pasal 9 dan 12. Di dalamnya disebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan, berhak untuk meningkatkan taraf, dan pengembangan kualitas diri.
Menyalahi Undang-Undang
Menempatkan semua guru PPPK di sekolah negeri merupakan keputusan yang bertentangan dengan undang-undang (UU). Pertama, UU ASN Nomor 5/2014 pasal 1 (2) memungkinkan pemerintah menempatkan ASN di lembaga nonpemerintah. Disebutkan bahwa ASN baik PNS maupun PPPK “... diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji sesuai peraturan perundang-undangan.” Selanjutnya peraturan Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 1/2020 pasal 2 menyebutkan penugasan PNS terdiri atas: (1) Penugasan pada Instansi Pemerintah; (2) Penugasan khusus di luar Instansi Pemerintah; (3) Penugasan pada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
Kedua, UU Sisdiknas 20/2003 pasal 55 (4) yang mewajibkan pemerintah membantu lembaga pendidikan berbasis masyarakat (swasta). Pasal 55 (4) yang semula berbunyi lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumberdaya lain secara adil dan merata dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Mahkamah Konstitusi dalam keputusan Nomor 58/PUU-VIII/2010 menegaskan bahwa pemerintah berkewajiban memberikan bantuan kepada lembaga pendidikan swasta. Kata “dapat” bersifat tidak mengikat sehingga pemerintah bisa saja tidak memberikan bantuan kepada lembaga pendidikan swasta.
Ketiga, lembaga pendidikan swasta merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional. Hal ini sejalan dengan Pasal 4 UU 20/2003 yang menyebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna (2) dengan memberdayakan seluruh komponan masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan (4).
Jalan Tengah
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah
KEPUTUSAN Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menempatkan aparatur sipil negara (ASN) dari unsur guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) di sekolah negeri menuai kontroversi. Banyak pihak yang berkeberatan dengan keputusan Mendikbudristek. Di antara yang berkeberatan adalah Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) yang menjadi wadah berhimpun lembaga pendidikan swasta. Enam penyelenggara pendidikan swasta terbesar di Indonesia: Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, Lembaga Pendidikan Maarif NU, Pengurus Besar PGRI, Perguruan Persatuan Taman Siswa, Manjelis Nasional Pendidikan Katolik, dan Majelis Pendidikan Kristen Indonesia mendesak pemerintah agar menempatkan guru PPPK di sekolah asal. Keputusan pemerintah menempatkan semua ASN guru di sekolah negeri akan berdampak langsung terhadap kualitas penyelenggaraan lembaga pendidikan swasta.
Kemendikbudristek tetap bersikukuh dengan keputusannya. Pertama, sekolah negeri masih kekurangan guru. Kementerian akan melaksanakan seleksi tahap ketiga untuk memenuhi kebutuhan satu juga guru di sekolah negeri. Kedua, pasal 1 (1) Undang-Undang Nomor 5/2014 yang menyebutkan bahwa ASN bekerja di instansi pemerintah. Ketiga, untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Para guru yang mengikuti PPPK pada umumnya memiliki tiga alasan. Pertama, untuk mendapatkan gaji yang lebih tinggi dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi. Kedua, mencari pengalaman baru untuk pengembangan profesi dan aktualisasi diri. Ketiga, adanya jaminan konstitusional Undang-Undang Dasar, pasal 27 (2), dan Undang-Undang Hak Asasi Manusia Nomor 39/1999, pasal 9 dan 12. Di dalamnya disebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan, berhak untuk meningkatkan taraf, dan pengembangan kualitas diri.
Menyalahi Undang-Undang
Menempatkan semua guru PPPK di sekolah negeri merupakan keputusan yang bertentangan dengan undang-undang (UU). Pertama, UU ASN Nomor 5/2014 pasal 1 (2) memungkinkan pemerintah menempatkan ASN di lembaga nonpemerintah. Disebutkan bahwa ASN baik PNS maupun PPPK “... diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji sesuai peraturan perundang-undangan.” Selanjutnya peraturan Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 1/2020 pasal 2 menyebutkan penugasan PNS terdiri atas: (1) Penugasan pada Instansi Pemerintah; (2) Penugasan khusus di luar Instansi Pemerintah; (3) Penugasan pada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
Kedua, UU Sisdiknas 20/2003 pasal 55 (4) yang mewajibkan pemerintah membantu lembaga pendidikan berbasis masyarakat (swasta). Pasal 55 (4) yang semula berbunyi lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumberdaya lain secara adil dan merata dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Mahkamah Konstitusi dalam keputusan Nomor 58/PUU-VIII/2010 menegaskan bahwa pemerintah berkewajiban memberikan bantuan kepada lembaga pendidikan swasta. Kata “dapat” bersifat tidak mengikat sehingga pemerintah bisa saja tidak memberikan bantuan kepada lembaga pendidikan swasta.
Ketiga, lembaga pendidikan swasta merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional. Hal ini sejalan dengan Pasal 4 UU 20/2003 yang menyebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna (2) dengan memberdayakan seluruh komponan masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan (4).
Jalan Tengah
tulis komentar anda