Indonesia Harus Bayar Ratusan Miliar, Mahfud MD Ungkap Kontrak Satkomhan Bermasalah
Kamis, 13 Januari 2022 - 13:42 WIB
JAKARTA - Menko Polhukam Mahfud MD mengungkapkan London Court International of Arbitrase memenangkan operator satelit asal Inggris Avanti dalam gugatan terkait kontrak Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) 2015-2016. Akibatnya, negara harus membayar Rp515 miliar.
Gugatan Avanti ditujukan kepada Kementerian Pertahanan (Kemhan) terkait pembayaran sewa satelit L-band Artemis yang ditempatkan di slot orbit 123 derajat Bujur Timur. "Pada 9 Juli 2019, pengadilan Arbitrase di Inggris menjatuhkan putusan yang berakibat negara mengeluarkan pembayaran untuk sewa satelit. Ditambah dengan biaya Arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filling sebesar Rp515 Miliar," jelas Mahfud saat konferensi pers, Kamis (13/1/2022).
Dia menuturkan, masalah ini bermula ketika Kemhan menandatangani sebuah kontrak dengan Avanti untuk pembuatan Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) 2015-2016. Namun, tindakan itu justru di luar pengetahuan pemerintah lantaran anggaran belum tersedia.
Selain dengan Avanti, kata Mahfud, Kemhan juga menandatangi kontrak dengan lima perusahaan lain. Antara lain, Navayo, Detente, Airbus, Hogan Lovel, dan Telesat.
"Kontrak-kontrak itu dilakukan untuk membuat satelit komunikasi pertahanan. Dengan nilai yang sangat besar, padahal anggarannya belum ada. Nah berdasar kontrak yang tanpa anggaran negara jelas melanggar prosedur," tuturnya.
Mahfud menjelaskan, pemerintah juga baru saja menerima putusan dari Arbitrase Singapura terkait gugatan Navayo. Putusan itu menyatakan bahwa pemerintah diharuskan membayar USD20,9 juta. "Yang 20 juta dolar Amerika ini nilainya mencapai Rp304 miliar," kata Mahfud.
Dia menuturkan, akibat dari hal itu pula, negara berpotensi ditagih lagi oleh perusahaan lain seperti Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat. Oleh karenanha, Mahfud menegaskan persoalan ini sedang diusut Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Kami sendiri melakukan audit investigasi, kami mengkonfirmasi Kejagung bahwa benar Kejagung sedang dan sudah cukup lama menelisik masalah ini, itu memang benar," ungkapnya.
Gugatan Avanti ditujukan kepada Kementerian Pertahanan (Kemhan) terkait pembayaran sewa satelit L-band Artemis yang ditempatkan di slot orbit 123 derajat Bujur Timur. "Pada 9 Juli 2019, pengadilan Arbitrase di Inggris menjatuhkan putusan yang berakibat negara mengeluarkan pembayaran untuk sewa satelit. Ditambah dengan biaya Arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filling sebesar Rp515 Miliar," jelas Mahfud saat konferensi pers, Kamis (13/1/2022).
Dia menuturkan, masalah ini bermula ketika Kemhan menandatangani sebuah kontrak dengan Avanti untuk pembuatan Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) 2015-2016. Namun, tindakan itu justru di luar pengetahuan pemerintah lantaran anggaran belum tersedia.
Selain dengan Avanti, kata Mahfud, Kemhan juga menandatangi kontrak dengan lima perusahaan lain. Antara lain, Navayo, Detente, Airbus, Hogan Lovel, dan Telesat.
"Kontrak-kontrak itu dilakukan untuk membuat satelit komunikasi pertahanan. Dengan nilai yang sangat besar, padahal anggarannya belum ada. Nah berdasar kontrak yang tanpa anggaran negara jelas melanggar prosedur," tuturnya.
Mahfud menjelaskan, pemerintah juga baru saja menerima putusan dari Arbitrase Singapura terkait gugatan Navayo. Putusan itu menyatakan bahwa pemerintah diharuskan membayar USD20,9 juta. "Yang 20 juta dolar Amerika ini nilainya mencapai Rp304 miliar," kata Mahfud.
Dia menuturkan, akibat dari hal itu pula, negara berpotensi ditagih lagi oleh perusahaan lain seperti Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat. Oleh karenanha, Mahfud menegaskan persoalan ini sedang diusut Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Kami sendiri melakukan audit investigasi, kami mengkonfirmasi Kejagung bahwa benar Kejagung sedang dan sudah cukup lama menelisik masalah ini, itu memang benar," ungkapnya.
(muh)
tulis komentar anda