Pembahasan Kenaikan Gaji Pimpinan KPK Tidak Sesuai dengan Kinerja
Rabu, 10 Juni 2020 - 08:55 WIB
JAKARTA - Proses pembahasan kenaikan gaji Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tertuang dalam revisi Pembahasan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2015 atas perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2006 tentang Hak Keuangan, Kedudukan Protokol, dan Perlindungan Keamanan Pimpinan KPK nampaknya masih berlanjut.
Hal itu dibenarkan oleh Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri tentang adanya pembahasan tersebut. Namun, dirinya berkilah bahwa pembahasan RPP itu merupakan inisiatif dari Kementerian Hukum dan HAM. (Baca juga: Pembahasan RPP Gaji Pimpinan KPK Masih Berlanjut)
Menanggapi itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) menganggap pembahasan kenaikan gaji Pimpinan KPK tidak perlu dilakukan karena tidak sebanding dengan kinerja yang dilakukan Firli Bahuri Cs.
"Beberapa waktu lalu lembaga survei Indikator melansir data terkait tingkat kepercayaan publik pada institusi negara. Temuannya menunjukkan, tingkat kepercayaan publik kepada KPK menurun dari 81,3 persen menjadi 74,3 persen. Tentu hal ini tidak bisa dilepaskan dari kepemimpinan Firli Bahuri yang sebenarnya minim akan prestasi," ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya, Rabu (10/6/2020).
Selain minim prestasi, KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri Cs juga dinilai banyak memunculkan kontroversi-kontroversi yang jarang dilakukan oleh Pimpinan KPK sebelumnya. "Masyarakat terlalu banyak dihadapkan dihadapkan dengan serangkaian kontroversi KPK," katanya.
Tidak hanya itu, berlanjutnya pembahasan kenaikan gaji Pimpinan KPK juga dinilai bertolak-belakang dengan pesan moral KPK. Sebab, KPK dalam berbagai kegiatan selalu menyuarakan untuk menjalankan pola hidup sederhana.
"Bahkan poin soal “sederhana” ini juga tercantum dalam sembilan nilai integritas yang dibuat KPK. Mengingat gaji Pimpinan KPK saat sudah tergolong besar, yakni Rp123 juta bagi Ketua KPK dan Rp112 juta bagi Wakil Ketua KPK berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2015 tentang Hak Keuangan, Kedudukan, Protokol, dan Perlindungan Keamanan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, tentu menjadi tidak tepat jika Pimpinan KPK terus ‘mengemis’ untuk mendapatkan kenaikan gaji," jelasnya.
Maka dari itu, ICW menuntut agar Pimpinan KPK menunjukkan sikap dan prinsip yang jelas akan nilai-nilai integritas, sesuatu yang selama ini menjadi nilai lebih KPK daripada lembaga lain dengan menolak secara resmi pembahasan kenaikan gaji Pimpinan KPK. (Baca juga: New Normal, Gugus Tugas Terbitkan Aturan dan Persyaratan Perjalanan Orang)
"Jika Pimpinan KPK hendak membahas hal tersebut, agar tidak menimbulkan konflik kepentingan, kebijakan itu baru bisa berlaku bagi Pimpinan KPK berikutnya," tuturnya.
Hal itu dibenarkan oleh Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri tentang adanya pembahasan tersebut. Namun, dirinya berkilah bahwa pembahasan RPP itu merupakan inisiatif dari Kementerian Hukum dan HAM. (Baca juga: Pembahasan RPP Gaji Pimpinan KPK Masih Berlanjut)
Menanggapi itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) menganggap pembahasan kenaikan gaji Pimpinan KPK tidak perlu dilakukan karena tidak sebanding dengan kinerja yang dilakukan Firli Bahuri Cs.
"Beberapa waktu lalu lembaga survei Indikator melansir data terkait tingkat kepercayaan publik pada institusi negara. Temuannya menunjukkan, tingkat kepercayaan publik kepada KPK menurun dari 81,3 persen menjadi 74,3 persen. Tentu hal ini tidak bisa dilepaskan dari kepemimpinan Firli Bahuri yang sebenarnya minim akan prestasi," ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya, Rabu (10/6/2020).
Selain minim prestasi, KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri Cs juga dinilai banyak memunculkan kontroversi-kontroversi yang jarang dilakukan oleh Pimpinan KPK sebelumnya. "Masyarakat terlalu banyak dihadapkan dihadapkan dengan serangkaian kontroversi KPK," katanya.
Tidak hanya itu, berlanjutnya pembahasan kenaikan gaji Pimpinan KPK juga dinilai bertolak-belakang dengan pesan moral KPK. Sebab, KPK dalam berbagai kegiatan selalu menyuarakan untuk menjalankan pola hidup sederhana.
"Bahkan poin soal “sederhana” ini juga tercantum dalam sembilan nilai integritas yang dibuat KPK. Mengingat gaji Pimpinan KPK saat sudah tergolong besar, yakni Rp123 juta bagi Ketua KPK dan Rp112 juta bagi Wakil Ketua KPK berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2015 tentang Hak Keuangan, Kedudukan, Protokol, dan Perlindungan Keamanan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, tentu menjadi tidak tepat jika Pimpinan KPK terus ‘mengemis’ untuk mendapatkan kenaikan gaji," jelasnya.
Maka dari itu, ICW menuntut agar Pimpinan KPK menunjukkan sikap dan prinsip yang jelas akan nilai-nilai integritas, sesuatu yang selama ini menjadi nilai lebih KPK daripada lembaga lain dengan menolak secara resmi pembahasan kenaikan gaji Pimpinan KPK. (Baca juga: New Normal, Gugus Tugas Terbitkan Aturan dan Persyaratan Perjalanan Orang)
"Jika Pimpinan KPK hendak membahas hal tersebut, agar tidak menimbulkan konflik kepentingan, kebijakan itu baru bisa berlaku bagi Pimpinan KPK berikutnya," tuturnya.
(kri)
tulis komentar anda