Pentingnya Literasi Digital pada Perempuan untuk Cegah Kekerasan
Jum'at, 31 Desember 2021 - 14:34 WIB
Baru-baru ini banyak terkuak kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak-anak yang dilakukan oleh orang-orang terdekat seperti orang tua, guru, saudara, dan teman karibnya. Mirisnya, aksi kekerasan itu terjadi di lingkungan pendidikan dan keluarga.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan data kekerasan seksual terhadap anak di satuan pendidikan dari 2 Januari hingga 27 Desember 2021 sebanyak 18 kasus. Pemantauan kasus berdasar laporan keluarga korban ke pihak kepolisan dan pemberitaan oleh media massa.
Dilain pihak, Komnas Perempuan juga menyebut bahwa peningkatan interaksi di dunia digital menuntut masyarakat untuk memiliki literasi digital mengenai kekerasan berbasis gender siber untuk melindungi diri dan orang lain. Selama ini, masyarakat dan anak-anak muda ini tidak dibekali pemahaman yang baik tentang bagaimana cara memproteksi data diri dan melindungi diri dari ancaman kekerasan berbasis gender.
Ironisnya, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui apa saja perbuatan yang tidak boleh dilakukan dan seperti apa tindakan-tindakan yang masuk dalam kategori kekerasan seksual. Karena ketidakpahaman ini, banyak kasus kekerasan seksual tidak berlanjut sampai ke proses hukum.
Penting untuk masyarakat mendapat pendidikan mengenai otonomi tubuh, khususnya buat anak perempuan. Misalnya soal bagian tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain dan juga perbuatan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Literasi digital kepada perempuan harus ditingkatkan, terlebih perempuan berperan untuk mendidik anak-anak. Peran perempuan dalam literasi digital juga sebagai jendela informasi keluarga dan masyarakat, salah satunya adalah dalam pola pengasuhan anak dan pengawasan penggunaan teknologi.
Meskipun perkembangan digital membawa berbagai kemudahan dalam kehidupan, masyarakat tetap perlu waspada akan dampak buruknya, misalnya kekerasan online dan cyber crime yang rentan dialami oleh perempuan dan anak.
Bahkan, rendahnya literasi digital berakibat anak kecanduan perangkat gadget, kecanduan menjelajah informasi untuk orang dewasa. Data KPAI 2017-2019 menyebutkan, pengaduan kasus pornografi dan kejahatan online terhadap anak meningkat mencapai angka 1.940 kasus. Karenanya, literasi digital menjadi kunci bagi perlindungan perempuan dan anak di dunia digital.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyebut, perempuan dan anak-anak harus diberikan pemahaman literasi digital yang memadai. Sebab, perempuan yang memiliki literasi digital mampu melindungi diri mereka sendiri. Kedepannya, saat menjadi seorang ibu, mereka bisa melindungi anak-anak mereka dari bahaya internet.
Tidak hanya itu, perempuan juga perlu memanfaatkan teknologi digital untuk memberdayakan diri. Upaya meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan perlu dibarengi dengan literasi digital yang kuat. Akses dan keterampilan perempuan dalam teknologi informasi dan komunikasi menjadi fokus yang harus dibangun untuk memberdayakan para pengusaha perempuan agar dapat bersaing di masa kini dan juga masa depan.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan data kekerasan seksual terhadap anak di satuan pendidikan dari 2 Januari hingga 27 Desember 2021 sebanyak 18 kasus. Pemantauan kasus berdasar laporan keluarga korban ke pihak kepolisan dan pemberitaan oleh media massa.
Dilain pihak, Komnas Perempuan juga menyebut bahwa peningkatan interaksi di dunia digital menuntut masyarakat untuk memiliki literasi digital mengenai kekerasan berbasis gender siber untuk melindungi diri dan orang lain. Selama ini, masyarakat dan anak-anak muda ini tidak dibekali pemahaman yang baik tentang bagaimana cara memproteksi data diri dan melindungi diri dari ancaman kekerasan berbasis gender.
Ironisnya, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui apa saja perbuatan yang tidak boleh dilakukan dan seperti apa tindakan-tindakan yang masuk dalam kategori kekerasan seksual. Karena ketidakpahaman ini, banyak kasus kekerasan seksual tidak berlanjut sampai ke proses hukum.
Penting untuk masyarakat mendapat pendidikan mengenai otonomi tubuh, khususnya buat anak perempuan. Misalnya soal bagian tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain dan juga perbuatan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Literasi digital kepada perempuan harus ditingkatkan, terlebih perempuan berperan untuk mendidik anak-anak. Peran perempuan dalam literasi digital juga sebagai jendela informasi keluarga dan masyarakat, salah satunya adalah dalam pola pengasuhan anak dan pengawasan penggunaan teknologi.
Meskipun perkembangan digital membawa berbagai kemudahan dalam kehidupan, masyarakat tetap perlu waspada akan dampak buruknya, misalnya kekerasan online dan cyber crime yang rentan dialami oleh perempuan dan anak.
Bahkan, rendahnya literasi digital berakibat anak kecanduan perangkat gadget, kecanduan menjelajah informasi untuk orang dewasa. Data KPAI 2017-2019 menyebutkan, pengaduan kasus pornografi dan kejahatan online terhadap anak meningkat mencapai angka 1.940 kasus. Karenanya, literasi digital menjadi kunci bagi perlindungan perempuan dan anak di dunia digital.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyebut, perempuan dan anak-anak harus diberikan pemahaman literasi digital yang memadai. Sebab, perempuan yang memiliki literasi digital mampu melindungi diri mereka sendiri. Kedepannya, saat menjadi seorang ibu, mereka bisa melindungi anak-anak mereka dari bahaya internet.
Tidak hanya itu, perempuan juga perlu memanfaatkan teknologi digital untuk memberdayakan diri. Upaya meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan perlu dibarengi dengan literasi digital yang kuat. Akses dan keterampilan perempuan dalam teknologi informasi dan komunikasi menjadi fokus yang harus dibangun untuk memberdayakan para pengusaha perempuan agar dapat bersaing di masa kini dan juga masa depan.
tulis komentar anda