Lewat UU Penyiaran, Pemerintah Diminta Jamin Eksistensi Industri Televisi
Selasa, 09 Juni 2020 - 16:39 WIB
JAKARTA - Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) meminta pemerintah dalam menyusun Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran memasukkan aturan untuk menjamin agar televisi yang tetap terlindungi dari digitalisasi.
Ketua Umum ATVSI, Syafril Nasution berharap pemerintah melalui UU Penyiaran dapat menjamin keberlangsungan industri televisi yang sudah lama eksis.
"Dengan banyaknya televisi tentunya iklim kompetisi di televisi ini sangat ketat. Nah kami berharap dengan UU yang baru nanti, televisi-televisi eksisting ini tidak menjadi seperti kata Pak Menteri menjadi sunset atau menjadi suatu bisnis yang mati karena begitu besarnya investasi ditanamkan ditelevisi ini," tutur Syafril dalam diskusi yang digelar Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) bertajuk RUU Penyiaran dan Prospek Industri Penyiaran Indonesia, Selasa (9/6/2020).
Syafril menjelaskan, industri pertelevisian di Indonesia sudah sangat banyak. di Indonesia. Pada 2008, tercatat lebih dari 1.108 izin stasiun televisi.
"Itu mungkin belum termasuk izin televisi yang berbasis digital. Kalau saya tidak salah ada 120 izin yang sudah diterbitkan. Begitu besar jumlah televisi di Indonesia. Ini merupakan negara terbanyak yang memiliki televisi di dunia," tuturnya. ( )
Dia menjelaskan industri televisi bermodal besar, namun pemasukannya tidak terlalu besar. Hal itu karena pemasukan berasal dari iklan, bukan dari banyaknya orang menonton.
"Pemasukannya itu hanya berharap daripada iklan. Sementara para penonton atau pemirsa televisi tidak seperti telepon yang pemakaiannya berbayar. Sementara televisi ini kita nonton gratis. Karena ini memang bebas ditangkap oleh semua signal," ungkapnya.
Ketua Umum ATVSI, Syafril Nasution berharap pemerintah melalui UU Penyiaran dapat menjamin keberlangsungan industri televisi yang sudah lama eksis.
"Dengan banyaknya televisi tentunya iklim kompetisi di televisi ini sangat ketat. Nah kami berharap dengan UU yang baru nanti, televisi-televisi eksisting ini tidak menjadi seperti kata Pak Menteri menjadi sunset atau menjadi suatu bisnis yang mati karena begitu besarnya investasi ditanamkan ditelevisi ini," tutur Syafril dalam diskusi yang digelar Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) bertajuk RUU Penyiaran dan Prospek Industri Penyiaran Indonesia, Selasa (9/6/2020).
Syafril menjelaskan, industri pertelevisian di Indonesia sudah sangat banyak. di Indonesia. Pada 2008, tercatat lebih dari 1.108 izin stasiun televisi.
"Itu mungkin belum termasuk izin televisi yang berbasis digital. Kalau saya tidak salah ada 120 izin yang sudah diterbitkan. Begitu besar jumlah televisi di Indonesia. Ini merupakan negara terbanyak yang memiliki televisi di dunia," tuturnya. ( )
Dia menjelaskan industri televisi bermodal besar, namun pemasukannya tidak terlalu besar. Hal itu karena pemasukan berasal dari iklan, bukan dari banyaknya orang menonton.
"Pemasukannya itu hanya berharap daripada iklan. Sementara para penonton atau pemirsa televisi tidak seperti telepon yang pemakaiannya berbayar. Sementara televisi ini kita nonton gratis. Karena ini memang bebas ditangkap oleh semua signal," ungkapnya.
(dam)
tulis komentar anda